“Kenapa sih lihatin hp nya sampe cemberut gitu?” tanya Kak Juna karena melihat raut wajah kecewa gue.

Gue menggeleng lalu langsung tersenyum, “Nggak, gak papa.” jawab gue. Gue takkan jujur kalau gue sedih gara-gara ketinggalan live streaming Chanyeol. Yang ada nanti gue di hapus dari daftar gebetan Kak Juna. Ingat kan dulu gue pernah diputusin gara-gara cemburu sama oppa Korea?

Akhirnya pesanan kami datang. Dan kami pun mulai menyantap makanan yang sudah dipesan tadi.

“Btw, kamu pacaran ya sama Devin?”

Pertanyaan Kak Juna sontak membuat gue yang tengah makan menatapnya dengan raut wajah terkejut. “Nggak Kak, kata siapa?”

“Kak Jun cuma nebak aja sih, habisnya kalian kan sering tuh keliatan bareng-bareng terus.”

“Nggak Kak, nggak!” seru gue sambil mengibaskan tangan tidak sabaran. Masa iya sih Kak Juna mendeklarasikan kalau gue pacaran sama si Vivin, nggak lah! “Aku sahabatan sama dia.”

“Masa sih? Kayanya Devin nganggep kamu lebih dari itu deh!” seru Kak Juna lagi.

“Nggak Kak, kita sahabat. Gak mungkin Devin nganggep lebih dari itu.”

“Oke.” seru Kak Juna. “Tapi, kalo seandainya Devin nganggep kamu lebih dari sekedar sahabat gimana? Kamu juga bakalan nganggep dia lebih?”

Mendengar pertanyaanya semakin membuat gue membelalak tak percaya. “Aku gak pernah punya fikiran kaya gitu Kak. Lagian itu gak mungkin terjadi.”

“Mungkin aja, di dunia ini gak ada yang gak mungkin.” seru Kak Juna lagi.

Gue menghela nafas pelan, “Aku gak akan nganggep Devin lebih dari sekedar sahabat aku Kak. Jadi, jangan bahas Devin lagi.” seru gue seolah memerintah Kak Juna untuk berhenti membahas Devin.

Gue paling tak suka jika gue tengah jalan dengan orang yang gue sayangi, terus orang itu malah bahas orang lain.

***

Selesai makan bersama Kak Juna, kita pergi ke sebuah toko buku untuk membeli buku komik pesanan ponakan Kak Juna. Gue membiarkan Kak Juna untuk memilih buku komik sendirian. Soalnya gue sendiri tidak terlalu suka komik, makanya sekarang gue lagi ada di barisan tempat buku-buku novel berada. Sekalian kan, berhubung gue lagi di toko buku, makanya gue ikut beli buku novel favorit gue juga. Hitung-hitung hemat ongkos bensin daripada harus beli sendiri nanti.

Gue sekarang tengah melihat-lihat buku novel tentang Comedy-Romance. Kebetulan gue juga tidak suka novel yang bergenre horror. Kenapa? Karena menurut gue, kisah hidup gue bahkan lebih horror dari pada cerita di novel horror tersebut.

Saat tengah asyik-asyiknya melihat novel, gue dikejutkan dengan suara seorang pria yang kini sudah berdiri di sebelah gue.

“Kebiasaan, milihnya novel Romance terus.”

Gue mendelik ke arah pria itu. Yap! Dia adalah Devino Xavier. Kenapa juga gue harus bertemu Devin disaat seperti ini. Tahu kan Devin dan teman-teman gue paling nggak suka kalau melihat gue dekat dengan Kak Juna?

“Kenapa sih lo sukanya novel yang genre kaya gitu? Biar ikutan baper pas bacanya ya?” seru Devin lagi dan gue cuma mendelik kesal ke arahnya. “Kasian banget hidup lo. Kelamaan gak ada yang baperin, makanya yang baperinnya cuma naskah novel!” serunya sambil memasang muka memelas dan geleng-geleng kepala.

Sontak tangan gue langsung memukul kepala bagian belakang Devin hingga Devin terhuyung ke depan dan refleks keningnya mengenai rak buku. Dia mengerang kesakitan sementara gue hanya menahan tawa dan siap meluncur pergi dari hadapan Devin karena takut perbuatan gue bakal dibalas lagi oleh Devin.

“Kenapa senyum-senyum gitu?” tanya Kak Juna karena sekarang gue langsung menghampiri Kak Juna yang tengah asyik memilih buku komik.

Gue menggeleng pelan, “Nggak.” jawab gue, padahal nyatanya gue tengah menahan tawa mengingat kejadian tadi bersama Devin.

“Woi Donat, kurang ajar lo! Jidat gue sakit pe’a!” teriakan Devin kini sukses menggema membuat pengunjung toko buku kini menatap Devin dengan tatapan aneh.

Gue melihat ke arah Devin yang kini tengah menghampiri gue. Tapi, dia tiba-tiba menghentikan langkahnya ketika menyadari ada Kak Juna yang kini tengah berdiri di belakang gue.

Gue lirik Kak Juna sebentar lalu gue menatap Devin kembali. Entah ini perasaan gue saja atau tidak, tapi yang jelas, ada raut tidak mengenakan dari Devin saat memandang Kak Juna, begitu pun sebaliknya. Kenapa dengan mereka?

Akhirnya gue hanya berdehem sebentar untuk memecah kecanggungan yang kini tengah melanda kami.

“Oh! Lo di sini?” tanya Kak Juna pada Devin. Tapi bagi gue, itu seperti bukan pertanyaan, melainkan seperti teguran. Dapat gue lihat dari nada bicara Kak Juna yang seakan tidak senang melihat Devin di sini.

Gue lihat Devin tersenyum mengejek lalu kembali memandang Kak Juna. “Kenapa kalo gue di sini? Ini bukan termasuk wilayah bokap lo, kan?”

“Mm.. tentu saja. Kalo ini wilayah bokap, gue gak akan biarin sembarang orang buat menginjakkan kakinya di sini.” seru Kak Juna lagi.

“Gue tau, lo cuma bakalan ngijinin orang yang punya hubungan darah aja sama lo kan yang boleh menginjakkan kaki di wilayah bokap lo? Cih, nempel terus di ketek bokap!” seru Devin anarkis.

Gue melihat Kak Juna mulai terpancing emosi. Ini ada apa sih? Hubungan darah? Apa? Gue sama sekali tak mengerti tentang apa yang tengah mereka bicarakan.

Akhirnya gue menghela nafas sebentar lalu mengalihkan pandangan untuk menatap Kak Juna. “Kak, udah kan nyari komiknya? Yuk pulang sekarang.” ajak gue sembari menarik pelan tangan Kak Juna untuk segera menjauhi Devin.

Gue heran dengan mereka, mereka punya masalah apa sih hingga saling membenci satu sama lain sampai sebegitunya? Tidak mungkin kan masalahnya gara-gara memperebutkan gue? Aduh! Otak gue mulai tak waras lagi. Mana mungkin lah mereka memperebutkan gue!

“Vin, gue duluan!” seru gue karena tak mau terus berlama-lama dalam suasana akkward yang Kak Juna dan Devin buat saat ini.

***

Holaaaaa Renata Keyla balik lagi sama Chapter ke-6 nya. Gimana chapter tadi? Please coment sebanyak-banyaknya. Maafin juga kalo semisal banyak typo bertebaran dimana-mana.

Jangan lupa kasih tau juga kalo semisal banyak kesalahan pada penulisan katanya.

Penasaran sama chapter selanjutnya? Tunggu aja ya next chapternya😊


XOXO

FIHA IM

Renata Keyla ✔Where stories live. Discover now