Chapter 11 : It Was Always You

Start from the beginning
                                    

Taehyung berusaha menarik Sungjae yang sejak tadi diam, tidak menodongkan senjata atau bergeser sedikitpun dari tempatnya berdiri.


Taehyung tau, Sungjae paham bahwa dirinya akan berusaha tidak menyakiti Sungjae. Sungjae adalah orang yang melatihnya. Melindunginya. Menuntunnya. Memberinya semangat.




Taehyung tidak akan menyakiti Sungjae.

Tapi, bukan kali ini. Taehyung harus melewati Sungjae untuk membunuh Sooyoung. Taehyung harus membalaskan dendam keluargnya, meski setelah itu dia harus mengakhiri hidupnya karena tersiksa. Tersiksa karena membunuh orang yang dia cinta dengan tangannya sendiri.



"Apa hubunganmu dengan Sooyoung? Kenapa kau melindunginya?" Taehyung bertanya. Dia benar-benar penasaran kenapa Sungjae, yang biasanya tidak peduli orang lain, memasang badannya untuk melindungi Sooyoung.


"Dia menolongku. 3 tahun lalu, saat aku keluar dari militer, aku kehilangan semua milikku. Kamu tau kan? Keluargaku membuangku karena aku tidak mau mewarisi bisnis terkutuk ini, militer membuangku karena aku keluar dan semua fasilitas miliku ditarik."


Taehyung mengangguk. Dia mencari Sungjae saat itu. Taehyung ingin membantunya. Tapi Sungjae tidak diketahu keberadaanya.


"Aku miskin. Amat sangat. Aku menjadi gelandangan. Tidak punya uang untuk membeli makanan, tidak punya tempat tinggal untuk berlindung—"


Sungjae menghelas nafas, sedikit sedih dengan kondisinya saat itu.


"Lalu seseorang menemuiku setiap hari. Memberiku roti, keesokannya membelikanku makanan hangat. Kemudian pakaian. Lalu selimut. Awalnya dia hanya mengatakan yang memberiku semua hal tadi adalah seseorang bernama Choi Sooyoung."



Taehyung memicingkan matanya, berjalan sedikit mendekati Sungjae, berusaha mencari cara menerobos masuk ke kamar yang sepertinya tidak dikunci tanpa menyakiti Sungjae.



"Pada suatu hari, seorang perempuan datang menemuiku. Dia berkata kalau dia tidak bisa membantuku lagi, karena Infraction Week akan datang dan dia akan di kirim keluar negeri lagi. Masa liburannya di Korea sudah habis. Dia memberiku uang dan memohon supaya aku menerimanya.



Sungjae tertawa miris. "Dia memohon supaya aku menerima uang pemberiannya, Tae. Dia memohon supaya aku menerima pertolongannya. Apa ada orang sebaik dia saat ini?"


Taehyung terdiam. Dia kehilangan fokusnya. Sooyoung yang Taehyung kenal persis seperti itu. Dia akan menolong orang lain apapun kondisinya. Meski tau akan terperangkap, Sooyoung akan menolong orang itu.



Taehyung menurukan senjatanya.


Begitu melihat Taehyung kehilangan fokusnya, Sungjae menerjang Taehyung membentur tubuh tegap Taehyung ke dinding dan merebut pistol yang tadi dipegang Taehyung. Detik berikutnya, pistol itu terarah ke kepala Taehyung.



"Aku tidak akan membiarkanmu menyakitinya. Dia terlalu berharga untuk disakiti."


"Tapi Jae, kau membiarkan dia mati. Di tangan keluarganya."


"Ya. Dan aku amat sangat menyesal. Untuk itu aku menepati janjiku untuk tidak membiarkan dia merasakan kesakitan. Aku tidak segan untuk membunuh orang yang akan menyakitinya." Sungjae menghembuskan nafasnya berat. "So sorry brother. Aku terpaksa harus membunuhmu."



"Jangan! Jangan sakiti dia." Sooyoung berlari dan memisahkan Sungjae dan Taehyung. "Cukup. Aku dengar semuanya."


"Kenapa?" Taehyung menatap Sooyoung. "Kenapa kamu tidak mengatakan siapa dirimu sebenarnya?"



Sooyoung menatap Taehyung, matanya bergetar hebat. Sementara mata Taehyung dipenuhi kekecewaan dan rasa sakit.



"Karena... aku mau berkencan denganmu. Aku tidak akan bisa berkencan denganmu kalau aku mati." Jawab Sooyoung. "Maaf Tae. Aku sungguh—"


"Jangan panggil aku dengan nama itu!" Teriak Taehyung. "Aku tidak sudi dipanggil dengan nama itu, dari mulut keluarga pembunuh orang tuaku."


Sooyoung memejamkan matanya, berusaha menahan sakit yang menyelimuti dadanya.



"Aku mencintaimu, Kim Taehyung-sshi." Ucap Sooyoung pelan. "Jika nyawaku akan mengantarkanmu ke ketenangan, aku akan memberikannya."


Sungjae menengok kaget ke arah Sooyoung, memberikan tatapan tidak setujunya.


"Maaf Sungjae-sshi. Aku akan membuatmu terkena masalah. Tapi kalau nyawaku akan memberikan ketenangan ke orang yang aku cintai, tolong izinkan aku mati di tangannya." Ucap Sooyoung final.


Sungjae hanya bisa menghela nafasnya, kemudian melepaskan Taehyung yang tadi berada di kungkungannya dan mengembalikan pistol milik Taehyung yang sempat dia rebut.


"Terima kasih Sungjae." Sooyoung tersenyum. "Taehyung. Silahkan. Ini minggu penyucian. Kau berhak mendapatkan penyucianmu."



Taehyung menatap Sooyoung nanar. Tidak ada satupun kata yang bisa dia ucapkan. Tangan yang digunakannya menodongkan senjata ke arah Sooyoung bergetar hebat.


"Kalau nyawaku bisa membuatmu tenang, aku serahkan nyawaku padamu. Maaf aku menutupi identitasku selama ini." Sooyoung menutup matanya, bersiap menerima tembakan dari senapan yang ditodonhkan Taehyung.



Sungaje hanya menatap Taehyung, ia memberikan gelengan kecil ke Taehyung, yang menandakan bahwa Sungjae tidak menyetujui apa yang Taehyung lakukan.



Taehyung mengencangkan pegangannya pada senjata di tangannya. Dia sudah menunggu saat ini selama setahun belakangan. Dengan membunuh Sooyoung, semua mimpi buruk Taehyung akan selesai. Dendam orang tuanya sudah terbalaskan.



Ya kan?

Tapi kenapa... rasanya sesakit ini?

Kenapa.. rasanya sehampa ini?

Kenapa tanganku terasa berat?

Kenapa hatiku sesakit setahun lalu saat aku mengetahui orang tuaku mati?

Bahkan ini lebih sakit.



Taehyung menurunkan tangannya. Dia tidak sanggup menembak Sooyoung.


Taehyung tidak akan pernah sanggup menghabisi orang yang dia cintai dengan tangannya sendiri. Dia tidak bisa menambah mimpi buruknya, memasukkan Sooyoung ke dalam daftar mimpi buruknya.


"Dia akan mati kan? Dibunuh paman dan bibinya?" Tanya Taehyung dengan suara serak. Suaranya tercekat.


Sungjae mengangguk.



"Kalau begitu, semoga kamu menderita. Semenderita orang tuaku yang dimainkan orang tuamu sebelum akhirnya mati meregang nyawa."


Ucapan Taehyung terasa menusuk. Amat sangat menusuk Sooyoung. Dadanya sakit. Sesak. Kematiannya diinginkan orang yang dia cintai, bahkan orang itu berharap dia mati dalam siksaan sebelum akhirnya meregang nyawa.


"Baik. Kalau itu permintaanmu. Sungjae, biarkan mereka mempermainkan nyawaku. Biarkan mereka menyiksaku." Ucap Sooyoung. "Aku akan mengikuti ucapan orang yang aku cintai."


Sooyoung tersenyum.


"Taehyung, ini adalah hadiah terakhirku untukmu. Terima kasih sudah menjagaku beberapa hari ini. Setelah ini berjanjilah padaku, kamu akan bahagia."



Taehyung membalikkan badannya, melangkah kakinya menjauhi Sooyoung dan Sungjae. Kakinya lemas. Rasanya nyawa Taehyung dicabut paksa dari tubuhnya.


Ingin rasanya Taehyung berbalik dan memeluk Sooyoung, membawanya lari dari tempat terkutuk ini untuk berlindung, menunggu sisa hari dari minggu terkutuk ini di tempat aman.


Hingga akhirnya, dia bisa menepati janjinya pada Sooyoung.

Janji untuk mengajak gadis manis itu berkencan.






TBC

Yonhwa Park

The Day of InfractionWhere stories live. Discover now