15

20 4 0
                                    


***

"Sepertinya kau sudah ingat sesuatu,"

Deg.

Mika menaikkan arah matanya ke seseorang di depannya. Dia terpaku dengan mata kecoklatan itu. Tapi hanya beberapa detik dia mengalihkan matanya ke arah lain lagi karena merasa tak berani dengan tatapan mata yang sedikit tajam.

"A.. apa maksudmu?" Tanya Mika sedikit terbata.

"Hmm.. kau tahu pasti apa yang sedang ku maksudkan," Balas lelaki tersebut dengan nada suara yang sedikit bass.

"Me.. memangnya jika aku tahu kau ingin apa?!" Mika berucap dengan sedikit ketus.

"Kenapa teman ku bisa babak belur seperti itu, apa kalian yang memukulinya?" Tanya lelaki itu to the point.

Mimik wajah dan ucapannya mendadak berubah menjadi lebih serius. Tatapan matanya juga semakin tajam, membuat gadis yang tengah di tatapnya itu menjadi sedikit merasa takut.

"Teman? Bu.. bukankah dia Tuanmu? Waktu itu-"

"Itu tak penting, yang terpenting sekarang adalah kau menjawabnya sekarang." Ucap lelaki itu,  memotong ucapan Mika tanpa permisi.

"I.. itu.. aku..," Mika tak melanjutkan ucapannya, membuat lelaki yang bernama Luke itu sedikit mengernyitkan dahinya karena ucapan Mika yang menggantung.

Tak kunjung menjawab, Luke mengangkat tangan kanannya yang sebelumnya bersedekap. Jari telunjuknya mengetok-ngetok meja didepannya untuk menyadarkan Mika yang tengah melamun.

"Eh? Mmm.. se.. sebaiknya kau tanya saja dengan te.. temanmu itu, jadi kau tak usah payah menanyaiku se.. seperti saat ini," Jelas Mika.

Luke semakin mendalam kernyitan dipangkal dahinya. Dia berpikir bahwa gadis didepannya ini sama halnya dengan temannya itu, keras kepala. Senyum miring tercetak dibibirnya, terlihat jelas dia sudah mendapatkan ide untuk membuat gadis itu membuka mulut dan menceritakan apa yang terjadi kala itu.

Mika's POV

Senyum miring lelaki itu membuat ku merasa tak nyaman. Aku selalu mengalihkan mataku supaya tak melihat kearah matanya. Lelaki bernama Luke itu, kalau tidak salah, berucap kembali dan membuatku semakin terjepit.

"Waktu itu aku belum menyadari bahwa teman ku dalam keadaan babak belur, untungnya tak meninggalkan luka yang serius dan menimbulkan masalah yang besar." Jelasnya.

"Setelah mengetahui hal tersebut, aku jadi berpikir dan teringat akan kau dan seorang lelaki juga yang berada disana. Itu membuatku semakin curiga," Lanjutnya.

Jantungku berdetak semakin kencang, aku menggigit bibir bawahku, dan mengepalkan kedua tanganku diatas kedua pahaku. Aku merasa semakin terjepit akan ucapan Luke, membuatku semakin tak berani menatap ke depan.

Aku merasa takut dan gelisah seperti ini karena memikirkan hal-hal yang bisa saja terjadi jika lelaki didepanku ini tahu yang sebernarnya, tetapi aku juga memiliki alasan yang cukup kuat sepertinya jika dia tahu akan hal tersebut.

Ditengah pertikaian dalam kepalaku, tiba-tiba saja beberapa kata yang dilontarkan Luke membuat jantung ku semakin berdetak cepat.

"Hmm.. apa benar bahwa lelaki yang bersamamu saat itu memukuli temanku sampai babak belur? Walaupun tak meninggal luka yang serius, tetapi jika dilihat itu terlihat begitu menyakitkan kau tahu"

"Kami bisa saja membawa hal ini dikeadilan, dan-"

"Tapi!!"

Aku memotong ucapannya dengan keras, tanpa sadar aku juga menggebrak meja didepanku cukup keras dan membuat beberapa pengunjung melihat ke arah kami beberapa detik dan kembali melanjutkan aktivitas masing-masing.

Her Imagination Gets The Best Of HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang