Rendy melambatkan langkahnya. Melewati gudang yang letaknya paling ujung lalu ia melangkah menuju bangunan selanjutnya yaitu ruang Seni yang menjadi markas anak Cheerleaders.

Rendy berdiri tepat di depan pintu yang tertutup rapat itu. Ia melangkah satu langkah ke depan hingga tubuhnya menempel di pintu yang tertutup. Karena ini adalah ruangan yang akan menimbulkan kebisingan, maka pihak sekolah sengaja membangun ruangan ini dengan sistem peredam suara. Jadi sekeras apapun suara yang ditimbulkan di dalamnya, maka tidak akan terdengar dari luar. Rendy menempelkan telinganya di daun pintu, membuka sedikit pintu hingga ada celah dan memasang pendengaran baik-baik untuk memastikan ada kegiatan di dalam ruangan.

🐻🐻🐻🐻🐻

"Ngaku lo! Lo pacarnya Rendy kan?" bentak Gladys ke Tania yang duduk terpojok di sudut dinding. Tania duduk dengan menekuk kedua kakinya dan memeluknya erat. Kepalanya tertunduk dalam dan ia susupkan di antara kedua lututnya. Sweater yang ia kenakan untuk merangkapi seragam pun sudah lolos dari tubuhnya akibat dilepas paksa oleh kedua teman Gladys.

"HEH! LO BUDEG? ATAU GAGU? DITANYA ITU JAWAB!" Bentak Gladys.

"Dys, jangan teriak ntar satpam sekolah dengar dan curiga. Bahaya." Tegur salah satu teman Gladys.

"Bodo amat! Gue cuma gak terima Rendy lebih memilih cewek cupu ini ketimbang gue." Jawab Gladys dengan tangannya yang menggenggam rambut panjang Tania hingga kepala gadis malang itu mendongak. "Apa sih hebatnya lo?" teriak Gladys.

Tania menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terisak. Dia sama sekali tak tahu maksud Gladys yang membawanya ke bangunan ini.

"Heh, nama lo Tania kan? Nih di baju lo ini buktinya."

Gladys mencengkeram badge bertuliskan nama BRITANIA yang dijahit di bagian baju sebelah kanan Tania, lalu menariknya paksa hingga seragam Tania itu sobek tepat di bagian dada hingga ke bawah, mempertontonkan bra warna krem yang membungkus payudara Tania.

"Gue gak suka nama lo! Lebih gak suka lagi lihat muka lo yang sok melas butuh dikasihani begini."

Tania sontak terkesiap dan terpekik. Dengan serampangan ia menutupi dadanya yang terbuka itu dengan tangannya. Bayangan kejadian buruk beberapa bulan yang lalu pun lantas terlintas dibenaknya.

"Jangan. Jangan kak. Jangan lakukan ini ke Nia." Racau Tania dengan tubuh bergetar.

"Lo sok lemah kayak gini biar Rendy perhatian sama lo kan? HAH?"

Tania berdesis menahan sakit karena merasakan rambutnya kembali dijambak Gladys hingga membuatnya kembali mendongak. Matanya yang daritadi terpejam ia paksa untuk terbuka agar bayangan kejadian kelam itu tidak muncul. Beberapa kali ia harus mengerjapkan mata karena pandangannya yang buram akibat genangan air mata yang menghalangi pandangannya.

Tania melihat Gladys dan beberapa teman-temannya yang sedang mengerubungi dirinya. Suara teriakan dan makian Gladys padanya membuat tubuh Tania makin bergetar hebat. Tania merasa kesadarannya mulai menurun. Degup jantungnya terasa lebih cepat hingga napasnya terasa tercekat. Tidak! Jangan! Jangan! Gue mohon.

Suara Gladys tiba-tiba berubah menjadi suara pria saat masuk di pendengaran Tania. Pria itu... Wajah Gladys berubah menjadi wajah pria itu, membuat mata Tania membelalak tak percaya. Nggak! Ini hanya halusinasi gue! Dia gak nyata! Dia gak ada di sini. Dia gak di sini.

Saat Tania merasa matanya perlahan mulai tertutup, ia yakin kondisinya semakin tidak baik-baik saja karena di saat matanya hendak terpejam, ia melihat ada bayangan orang yang tengah membuka pintu ruangan dan berjalan ke arahnya.

Namun saat matanya benar-benar tertutup, Tania terpaksa harus kembali membuka matanya karena Gladys kembali menarik rambutnya dan membuatnya harus menoleh paksa karena wajahnya dicengkeram dan ditarik oleh Gladys.

BRITANIA -Intact but Fragile- ✅ TAMATWhere stories live. Discover now