Mauza merasakan denyutan di kepalanya. "O-lyn am-ne-sia?"

"Iya."

Raut wajah Julian berubah pilu dengan mata berkaca-kaca melihat Mauza yang semakin terpuruk. "Lo baru berpacaran dengan Olyn satu bulan lebih, Za. Rasa suka kalian baru tumbuh ketika di penghujung masa sekolah putih biru. Kalian berdua memiliki keinginan untuk bersama sambil tetap menjaga janji satu sama lain, tapi beda dengan gue..."

Julian mendongak, berusaha tidak meneteskan airmata. Selama ini ia berusaha tegar dan tetap menjaga Olyn, terlebih untuk tetap dekat dengannya. Walaupun semua yang ia lakukan terlihat klise, tapi apa daya, cara itulah yang dapat membuatnya berada di posisi ternyaman.

"Gue dan dia bertunangan saat gue mengisi masa liburan di Indonesia ketika SD." Mauza terbelalak kaget.

Julian yang melihat itu mendengus geli. "Lo pasti gak percaya, karena gue sampai sekarang pun masih gak mempercayai semua ini." Ucap Julian. "Siapa sih Za, yang mau ngelaksanain sebuah hubungan yang hampir masuk tahap serius tanpa ada rasa suka di antara hubungan itu? Gue juga baru kenal dia kurang dari satu bulan dan itu bukan waktu yang cukup untuk gue mengenali hal yang disuka atau pun tidak dari orang itu."

"Bayangin, Za... lo baru merasakan patah hati dalam hitungan bulan, tapi gue patah hati hitungan tahun." Jelas Julian merasakan sesak di dada.

Julian menepuk dada kirinya tepat di jantung. "Gue lebih sakit ketika melihat tunangan sendiri menjalin hubungan dengan pria lain. Lo bukan siapa-siapa gue Za, karena lo gak pernah tau apa yang selama ini gue rasakan. Kesakitan luka yang tidak terlihat, rasa sayang yang terpendam, dan keinginan lebih untuk merengkuh dia dalam dekapan gue agar dia gak perlu merasa sedih oleh orang lain sekali pun."

**

Perlahan kelopak mata itu terbuka dan yang pertama kali terlihat adalah langit-langit kamar. Olyn menatap sekitar kembali menyadarkan pikirannya, lalu ia terbelalak saat matanya bertemu dengan manik cokelat karamel tepat di sebelahnya yang juga sedang menatapnya balik.

"Lo sudah baikan?" Julian mengawali pembicaraan melihat hanya terkejutan di wajah manis Olyn.

Julian pun berdiri dari duduknya mengambil segelas air putih di atas nakas lalu memberinya pada Olyn.

Gadis itu hanya menghabisnya tidak sampai seperempat gelas, sehingga membuat Julian berdecak kesal. "Lo lebih milih terperosok dalam patah hati, daripada memikirkan kesehatan lo sendiri."

Olyn tidak menggubris nada pedas itu dan memilih merebahkan kembali tubuhnya. Ia sengaja tidur miring dan membelakangi Julian.

Pria itu memijit pelipisnya sebentar. "Jalan pikiran cewek emang susah ditebak."

Olyn masih tetap bergeming tanpa mau membalikkan tubuhnya. Julian melirik sebentar jam yang menunjuk jarum pendek ke 11.

Julian masih setia menjaga Olyn dan ia berharap gadis itu akan terbangun dari tidurnya. Karena setelah itu, ia harus memberitahu Olyn untuk menutupi rasa sedihnya dari Riana.

"Hiks..."

Julian tersadar saat mendengar isakan kecil itu. Ia melihat bahu Olyn yang bergetar dengan kaki sedikit tertekuk. Segera, Julian menaruh kembali gelas itu dan memutari kasur untuk melihat wajah Olyn yang sudah berlinang airmata. Gadis itu sesenggukan di keheningan malam, terlebih untuk kesekian kalinya hati Julian merasakan sesak karena semua airmata yang gadis itu keluarkan hanya untuk satu nama; Mauza.

"Udahlah... Lo mending lupain Mauza. Jangan buat hidup lo berporos sama satu orang Oli! Lo gak akan bangkit kalo hanya mengandalkan satu orang untuk berarti dalam hidup!"

SOMPLAK PLUS GESREK (SELESAI)Where stories live. Discover now