"29" Permintaan Pertama

1.4K 80 25
                                    

Vallan membanting pintu apartemennya, lalu menguncinya dari dalam.

Untuk saat ini kepalanya berdenyut nyeri karena memikirkan semua masalahnya.

Arga, Adelia, Vallen dan Mia.

Nama mereka selalu terngiang-ngiang di kepala Vallan, Vallan menarik rambutnya frustasi.

Vallan melemparkan tubuhnya ke arah sofa, dia butuh istirahat dari semua masalahnya saat ini, dia lalu memejamkan matanya bersiap pergi ke alam mimpi.

Vallan berharap dia bermimpi indah kali ini.

Tiba-tiba ponselnya berdering, nama Tante Sarah terpampang disana.

Vallan menghembuskan nafasnya kesal, andai Sarah bukan sahabat ibunya mungkin dia sudah membunuh wanita paruh baya itu. Vallan menggerutu kesal, setiap malam minggu, Sarah selalu meminta Vallan berkunjung ke rumahnya lalu membujuk Vallan supaya mau mengajak Agnes pergi jalan-jalan.

Demi apapun Vallan muak dengan wanita paruh baya itu yang selalu menyebut Agnes itu sempurna dan selalu memojokkan Mia.

Walau terpaksa, Vallan menggeser icon hijau, dengan sangat malas, Vallan mendekatkan ponselnya ke arah telinga.

"Hallo, kamu disana Lan?"

"Hmm..."

"Kamu bisa kemari sebentar?"

"Gak."

"Agnes sedang sakit, dia terus memanggil namamu."

"Bodoh amat," batin Vallan.

"Maaf saya sedang sibuk, saya tutup teleponnya."

Vallan mematikan ponselnya, katakanlah dia tidak punya hati karena mengacuhkan Agnes.

Toh Agnes itu bukan perempuan yang penting di hidup Vallan, Agnes hanya sebuah pelampiasan bagi Vallan, pelampiasannya karena tidak bisa memiliki Mia.

Bagi Vallan saat ini, perempuan yang selalu ingin dia jaga dan lindungi adalah Mia, bukan Agnes.

Vallan mengacak rambutnya frustasi, tapi Mamanya memerintahkan Vallan harus bersama dengan Agnes.

Kali ini dia membutuhkan pelampiasan lagi, Vallan berdiri lalu berjalan ke arah rak buku yang terletak di ruang perpustakaan.

Vallan mendorong rak buku pelan, menyebabkan rak buku itu bergerak kebelakang menunjukan sebuah ruangan rahasia di baliknya.

Vallan masuk ke sana, menutupnya lagi, agar tidak ada yang mengetahui apa isi dari ruangan itu lalu dia berjalan ke arah meja yang menyajikan banyak wine, vodka dan minuman keras lainnya.

Vallan mengambil sebuah jarum suntik dari laci meja itu, lalu menyuntikannya ke sebuah botol kecil yang telah menjadi candunya hampir selama lima tahun belakangan ini.

Vallan kemudian, menyuntikannya ke lengannya sendiri, merasakan setiap tetesan obat yang mengalir memasuki tubuhnya.

Vallan memejamkan matanya menikmati efek obat itu, setelah menggunakannya, pikiran Vallan berubah menjadi lebih tenang, namun bagaimanapun semuanya memiliki efek samping.

Hanya tinggal menunggu waktu yang akan menggungkap efek dari obat itu.

***

Pelajaran IPA sedang berlangsung dengan tegang.

Setiap siswa menatap horor kertas berwarna putih yang berisi rentetan angka dan juga huruf yang memusingkan kepala.

Milan [Completed]Where stories live. Discover now