•Part Thirty Three•

Start from the beginning
                                    

Tebakan gue bener, Be keep strong, batin Darrel.

Sesampainya mereka disekolah, tiba-tiba saja Bryan menggenggam tangan Beatriz. Tentu saja Beatriz sedikit terkejut saat Bryan tiba-tiba saja menggenggam tangannya erat.

"Yan lo ngapain sih? Tiba-tiba megang tangan gue, maksudnya apaan?"

Bryan pun menggidikkan bahunya, "ngga ada niatan apa-apa sih. Gue tau lo lagi butuh bahu buat lampiasin kesedihan lo tapi karena bahu gue sekarang cuma buat Lissa jadi gue pegang aja tangan lo, karena gue tau lo lagi galau, galau banget, eh engga deng, galau parah. Udah anggap aja gue Shawn Mendes, biar lo nya juga seneng gue juga seneng dianggap jadi Shawn Mendes."

Beatriz sedikit tercolek hatinya saat mendengar ucapan Bryan, senyuman haru terukir di wajahnya

"Ih apaan sih lo, tijel tau ga!"

"Hah? Tijel? Apaan tuh?"

"Tidak jelas!"

"Yeh gue bukan tijel! Tapi gue tamcep"

"Apaan tuh?"

"Tampan dan cakep" ucapnya dengan kegeerannya yang entah sudah di tingkat berapa. Beatriz memasang wajah pura-pura muntah. Lalu mereka pun masuk bersama dengan hati Beatriz yang masih diterjang badai.

Sesampainya mereka di depan kelas Beatriz, Darrel menyuruhnya untuk menunggunya di parkiran sepulang sekolah karena ada sesuatu yang harus mereka bicarakan dan Beatriz hanya mengangguk-angguk.

"Hi Be!" Sapa Tasya. Beatriz hanya tersenyum kecut. Rian yang duduk di meja sebelah Tasya dan Beatriz pun menengok dan berjalan menuju meja ke empat gadis itu.

"Lo kenapa Be?" Tanya Lauren, Beatriz tetap diam dan menjawab dengan anggukan, gelengan ataupun senyuman itu pun bukan senyuman yang biasanya.

Semua pun berdiam untuk beberapa detik.

"Eh hari ini bu Wah--" ucapan Rian tiba-tiba saja terpotong.

"GUE CAPE!" Bentak Beatriz. Untung saja hanya mereka ber empat yang mendengarnya.

"Gue cape, gue sayang dia, tapi kita ga bisa bersama..." lirih Beatriz. Air mata pun mulai menuruni kedua pipinya. Tasya dan yang lainnya pun membawa Beatriz keluar dari kelas menuju kantin.

Sesampainya di kantin,

"Be lo kenapa? Cerita sama kita" bujuk Amel.

"Iya Be, lo ada masalah?"

"Darrel. Pas hari sabtu malem gue nemu dia di jalan dan..."

Beatriz pun menceritakan segalanya kepada teman-temannya itu. Sakit rasanya mengingat semua yang sudah terjadi. Ternyata benar ungkapan penyesalan datang terlambat. Itulah yang Beatriz sedang rasakan untuk sekarang ini.

"Gue sayang dia. Bisa aja kita balikan lagi tapi kalo kita berantem dan Darrel ngelampiasinnya ke alkohol gimana? Atau ke hal lainnya? Dan gue ga mau itu terjadi guys."

Semuanya terdiam. Tak ada yang bersuara, hanya suara isakan samar-samar terdengar.

"Be, lo sayang dia kan?"

Beatriz mendongak menatap kedua mata Rian. Ia pun mengangguk sembari mengusap hidungnya.

"Kalo gitu lo kejar dia Be! Gue tau lo takut tentang hal itu, tapi usaha aja dulu. Buat dia berubah! Larang dia buat jangan minum alkohol lagi Be! Dengan begitu lo bisa sama Darrel lagi," ucap Rian dengan tegas sembari meyakinkan Beatriz.

Beatriz termenung, benar juga ucapannya. Ia harus memperjuangkan lagi cintanya, lagi. Tapi tak apa, lagi pula Darrel juga mencintainya jadi ini usaha masing-masing untuk mempertahankan cintanya. Mereka saling berjuang untuk mendapatkan cinta yang sesungguhnya, cinta sejati.

💥

S

orry ya guys makin absurd alur&narasinya hehe maapin aja nih.

Oh iya SELAMAT BULAN PUASA SEMUANYA!!!!🎉🎉🌕🌃😇maafin author yaa kalo author punya salah sama klian hehe✌

Don't forget to comment and vote. Salam dari author terterter😎✌


Finesse (1) {Completed}Where stories live. Discover now