•Part Twenty Six•

670 26 0
                                    

Darrel kini sudah membuat Gladis tidur segera pulang karena sudah malam juga. Ia menarik selimut dan mencium keningnya dengan lembut lalu mengusap rambutnya Gladis. Darrel pun meninggalkan kamar Gladis dengan senyuman yang menempel di wajahnya.

Sesampainya ia dirumah, Zidan mendatanginya.

"Eh pah, kenapa?"

"Kamu mau ikut ke Melbourne apa ke New York ke nikahannya Andrew?"

"Aku ke New York pah."

"Ya udah nanti papah transfer uang buat beli tiket sama keperluan kamu disana."

"Iya pah, makasih."

"Oh iya kamu belum punya pacar Rel?"

Darrel menggeleng, "Belum pah, lagi usaha ini." Jawab Darrel lesu.

"Ah elah, kamu gimana sih"

Zidan pun mengajak anaknya untuk berbicara antara lelaki di ruang tengah.

"Jaman papah sekolah dulu, papah punya banyak pacar. Sekalinya pacaran tuh dapet 2 atau 3. Bukan papah doang sih, tapi temen-temen gang papah."

"Papah punya gang? Kok aku ga tau?"

"Kamu ga pernah nanya. Jadi waktu papa SMA papa ikutan gang, papa jadi sahabatnya ketua gang itu. Ketuanya namanya Daniel. Si Daniel itu orangnya, um, gila deh. Kalo dia udah ngamuk kek apaan tau. Terus juga kalo dia pengen sesuatu harus diturutin atau ngga dia yang ngejar sesuatu itu, termasuk cewek yang sekarang udah jadi istrinya."

"Oh, jadi om Daniel sama papa masih sahabatan?"

"Iya masih lah. Terus bagi papa om Daniel tuh udah kaya saudara kandung sendiri. Selain om Daniel juga ada sahabat papa namanya  Alex, dia kakaknya istri om Daniel. Terus ada lagi Ben, Jim, Leo, Nathan, banyak deh. Kami semua masih sahabatan sampai sekarang. Walau jarak memisahkan tapi tali persahabatan kami ga akan pernah putus,"

Darrel mengangguk-angguk mengerti dengan cerita yang diceritakan oleh Zidan.

"Eh iya pah! Ceritain dong masa-masa papa sama mama pas SMA!"

Zidan pun tertawa, "jadi dulu mama kamu tuh naksir berat sama om Daniel udah kaya cabe-cabean kepanasan deh kalo deket sama om Daniel, kaya perangko ngga mau lepas. Sampai akhirnya dia bisa relain dia sama pacarnya, dan papa disitu belum mau ngedeketin mama kamu soalnya satu sisi papa mulai suka sama pacarnya om Daniel satu sisi papa bingung harus milih mana gitu. Dan akhirnya papa pilih mama kamu aja deh, dan akhirnya kita bersama dan lancar-lancar aja sampe sekarang."

"Darrel jadi penasaran, pengen liat muka om Daniel sama istrinya. Terus juga pengen liat sahabat-sahabat papa yang lain."

"Kalo gitu kamu ikut aja minggu depan. Kami bakalan reunian di rumah om Daniel. Yah rumahnya emang gede banget. Bukan rumah sih tapi kaya mansion gitu deh. Mau ikut ga? Nanti papa kenalin sama teman-teman papa deh."

Darrel mengangguk mantap. Tentu saja ia mau ikut. Ia penasaran seperti apa wajah-wajahnya teman-temannya papanya ini. Setelah itu mereka membicarakan hal banyak tentang masa lalu papanya saat SMA mulai dari hal konyol bersama sampai kisah persahabatannya yang sempat retak namun kembali utuh karena kata maaf.

Melly, sang mama menghampiri kedua orang tersayangnya itu sambil membawa minum untuk mereka.

"Duh ngomongin apa sih? Sampe keketawaan gitu. Mama ikutan dong,"

"Ngomongin kekonyolan papa sama temen-temennya pas SMA ma. Mama juga ikutan dong," ajak Darrel.

"Mama inget waktu itu nyiduk papa kamu lagi ngintipin cewe-cewe di ruang ganti. Kamu tau ga abis gitu apa yanh terjadi? Papa kamu di setrap terus dipanggil kepala sekolah. Bukan itu aja, tapi papa kamu dimarahin sama kakek kamu. Hahahaha..."

Finesse (1) {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang