011 - Acacio Academy

Mulai dari awal
                                    

Atreo memperhatikan anak lain yang berdiri di belakang si pirang. Seseorang dengan rambut abu-abu dan mata hijau yang tampak teduh. Aneh sekali, si pirang ini ternyata bisa punya teman? Tapi tampaknya si abu-abu sudah terbiasa dengan si pirang karena membiarkannya saja meski si pirang terus memprovokasi dan mencari musuh.

Si pirang itu menatap poster di belakang Jaac, kemudian tersenyum miring.

"Wah wah, anak-anak bau ini mendaftar Tentara Langit? Ini gila, aku bisa mati karena tertawa. Sejak kapan Tentara Langit jadi tempat pembuangan sampah?"

Sangat menyebalkan, terutama ketika Atreo baru pertama kalinya bertemu orang yang seangkuh ini di sepanjang hidupnya yang dipuja dan dipuji dan dihormati. Meski begitu, Atreo tahu, orang seperti ini sebaiknya tidak dilayani atau malah semakin menjadi-jadi.

"Bisa tidak, berhenti mengurusi orang lain dan urus saja urusanmu sendiri? Ini adalah kebebasan setiap orang untuk mendaftar ke jurusan yang diinginkan! Enyahlah dari sini kalau tidak ingin bertemu anak-anak bau, karena kami tiba di sini lebih dulu."

Tetapi Jaac justru membalasnya. Ck, meski kesal, tidak bisakah Jaac menahan bibirnya untuk tetap bungkam? Orang itu benar-benar tidak bisa menahan diri untuk tidak berbicara. Sial, urusan ini lagi-lagi akan menjadi panjang karena bibir si pirang dan bibir Jaac yang tidak bisa berhenti berucap.

"Ini gila, kalian punya apa sampai berani mendaftar ke Tentara Langit? Tentara Langit begitu istimewa, spesial, suci. Apa yang kalian punya sampai percaya diri mendaftar ke sana? Wah, hanya dengan kehadiran kalian di ujian nanti saja cukup membuat derajat Tentara Langit jadi turun. Ini benar-benar penghinaan."

Atreo mendengkus. Ini benar-benar perdebatan yang konyol. Bahkan meski kali ini si pirang tampak serius mengatakan bahwa ini adalah penghinaan, tetapi tidakkah percakapan ini tidak mempunyai inti dan bobot? Atreo tidak tahu kenapa dia masih berdiri di sini dan mendengarkan.

Si pirang tiba-tiba tersenyum miring, menatap dengan tatapan sombongnya yang selalu merendahkan orang lain.

"Ha, sudahlah. Aku tau kenapa kalian mendaftar Tentara Langit. Yah, kalian tidak punya pilihan. Ingin menjadi seorang ksatria, tetapi takut bertemu denganku. Satu-satunya alternatif memanglah Tentara Langit."

Astaga, omong-kosong apa lagi ini?

"Kalian takut bertemu denganku ketika ujian, kan? Memang belum pernah ada kasusnya, sih, tapi jika kalian tanpa sengaja mati di tanganku karena terlalu lemah, kupikir akademi tidak akan mempermasalahkan itu."

Wah, Atreo sampai tidak tahu lagi harus berkata apa. Ini benar-benar pertama kalinya ada orang yang sebegitu kurang ajar di depan Atreo, dan dengan mudahnya mengatakan mati tepat di wajah Atreo. Kenapa bisa ada makhluk yang diciptakan seperti ini?

Mendaftar Tentara Langit karena tidak ingin bertemu si pirang di ujian Ksatria agar tidak mati? Ha! Atreo tidak sepengecut itu. Meskipun memang, Atreo sekarang sedang kabur dari kematian di dunia asalnya. Tetapi dikatai seperti itu, benar-benar menyakiti harga diri Atreo.

"Bisakah sebaiknya kita tidak mencampuri urusan satu sama lain?" Atreo akhirnya angkat bicara meski berucap tanpa nada.

Si pirang kembali tersenyum miring, tampak puas berhasil membuat Atreo ikut bergabung dalam perang yang dia ciptakan. Memang, sejauh ini, meski Atreo langsung memutuskan untuk membenci si pirang ketika pertama kali bertemu, tetapi Atreo selalu diam. Dia merasa bertengkar hanya membuang-buang tenaga, dan sama sekali tidak ada untungnya. Karena itu Atreo memilih menghindar, mengabaikan apapun ucapan si pirang, membiarkan hatinya mengumpat untuk memuaskan diri.

"Apa ini? Kamu merasa lebih kuat dariku?"

Atreo memicingkan mata, mendengkus sinis. Tidak ada yang bilang begitu. Kenapa si pirang ini suka sekali memprovokasi orang lain? Apa dia punya misi untuk mencari musuh sebanyak-banyaknya dalam hidupnya?

Sudahlah, Atreo menyesal sudah angkat bicara. Dunia ini adalah tempat yang terlalu nyaman. Tentu saja si pirang bisa mengatakan mati dengan mudah karena dia tidak pernah tahu bagaimana rasanya diintai oleh kematian.

Menanggapi anak-anak ini sama saja dengan memuaskan anak-anak yang belum dewasa.

Si pirang memicingkan mata, tampaknya baru menyadari sesuatu.

"Aku bertanya-tanya bau apa yang kucium selain bau kalian. Ternyata kalian membawa orang bau lain."

"Liam."

Si abu-abu berucap pelan. Tampaknya dia memperingati si pirang untuk tidak melewati batas. Oh, benar juga, si pirang itu namanya Liam.

"Yah, baiklah. Tentu saja seseorang harus bergaul bersama kaumnya," lanjut Liam lagi, tampak tidak peduli pada peringatan temannya.

Yah, karena tidak ada orang lain di antara Jaac dan Atreo selain dia, siapa lagi yang si pirang maksud kalau bukan Kaori. Atreo jadi makin mempertanyakan atas dasar apa si pirang ini mengatai orang lain bau, karena Kaori sama sekali tidak bau menurut Atreo.

Atreo tidak tahu apa yang membuat Jaac tiba-tiba saja memukul wajah si pirang. Tetapi, jelas si pirang tampak syok dengan kejutan gerakan mendadak itu.

Si laki-laki berambut abu-abu di belakang si pirang langsung merangsek maju. Mencoba menghadang bogem apapun yang mencoba mendarat di wajah si pirang lagi.

"Apakah kamu tidak pernah diajarkan tata krama untuk tidak menyinggung seorang wanita?" geram Jaac penuh amarah. Mata yang biasanya tampak jenaka, kali ini memandang dengan tajam dan penuh peringatan. Aneh sekali melihat Jaac seperti itu.

"Wow, berlagak pahlawan?" Si pirang mengangkat salah satu sudut bibirnya setelah mengusap darah dari bibir yang sepertinya sedikit robek.

Atreo hanya mengangkat alis mendapati kalimat si pirang yang justru memupukki amarah Jaac. Bahkan jika anak itu, Liam, sungguh-sungguh tidak pernah diajari tata krama untuk menghormati perempuan, seharusnya dia diam saja membiarkan Jaac yang kali ini tampak serius.

Si rambut abu-abu dengan sigap mencoba mengunci pergerakan Jaac ketika Jaac menggeliat dan mencoba untuk menyerang sekali lagi, membuat tubuh Jaac mundur.

Atreo yang ada di belakang Jaac otomatis ikut mundur demi menghindari terkena serangan salah sasaran. Tetapi tiba-tiba, Jaac mundur cepat seolah dihempas. Membuat tubuh Atreo dibelakangnya menjadi tertimpa. Untung ada dinding, sehingga Atreo juga Jaac tertahan dan tidak jatuh.

Tetapi, Atreo menggigit lidahnya sendiri saat menyadari sesuatu.

"James Atreo Aldebara terdaftar sebagai Tentara Langit."

"Oh, shit!"

|°|°|

Fun facts:
Yey, kita semakin menuju akhir dari naskah pertama dari Tentara Langit ini. Begitulah mereka bertujuh mendaftar ke Tentara Langit.

Dua orang memang ingin pulang, satu cuma ingin pujian, satu mengikuti insting, satu mikirin tentang sistem ala game-game, satu ikut-ikutan, dan yang terakhir karena yah, well, kecelakaan? Wkwk

Saya akan berusaha sebaik yang saya bisa untuk mempersiapkan naskah kedua 9 '-')9

See ya next chapter~~

03Aug20-rev

[Para] Tentara LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang