1.1

2.7K 406 173
                                    

Alka menahan diri untuk tidak mendengkus. Meski rambutnya sesekali tertarik beberapa helai—menimbulkan nyeri kecil, yang lama-lama membuatnya pening, Alka tetap diam saja. Kamarnya yang penuh dengan warna keemasan karena pendar lilin yang memantul pada barang-barangnya yang juga serba emas, seolah tak memberi gadis itu kepuasan. Larik redup matahari yang menembus celah gorden justru lebih menarik perhatian gadis itu, membuatnya membayangkan betapa lembutnya cahaya tersebut jika mengenai wajahnya.

Alka menggigit bibir bagian dalam ketika lagi-lagi beberapa helai rambutnya terasa tertarik. Saat mendapat tepukan pelan di bahunya, dia mengembuskan napas lega. Meski buru-buru dia kemudian mengendalikan napasnya, sebelum wanita dibelakangnya menyadari Alka baru saja mengembuskan napas terlalu keras.

Rambut cokelat gelap Alka tersanggul rapi, menyisakan beberapa helai bergelombang di sisi kanan dan kiri wajah. Mutiara-mutiara terselip di beberapa tempat, membuat kesan anggun terutama jika Alka tersenyum. Sebuah mahkota kecil terlihat berkilau memantulkan emasnya saat tepat tertimpa cahaya lilin.

"Astaga! Kendor lagi korsetnya. Berbalik!"

Nyaris Alka memutar bola mata, sebelum akhirnya menurut dan berbalik. Gaun berkerah sabrinanya ditarik ke bawah, hingga sebatas pusar. Menampakkan korset yang mengikat erat tubuhnya. Menatap diri sendiri di cermin sebesar dirinya yang kini di hadapannya, Alka sama sekali tidak terpesona. Kali ini, dia tidak menahan suara tercekik yang sebelumnya selalu dia telan erat-erat saat wanita pengasuhnya terlalu erat mengikat temali korset. Dia bahkan sengaja menggerak-gerakkan pinggulnya gelisah, risih dengan bustle yang memberatkan pinggang.

"Oke. Sudah, jangan banyak tingkah. Aku tidak mau membetulkan lagi korsetmu untuk yang kelima kalinya," ucap wanita dibelakang Alka sembari menaikkan lagi gaun kuning bermodel ruffle yang kini membalut tubuh gadis itu.

"Kalau tidak mau membetulkan, tidak usah di betulkan," gerutu Alka, dan segera saja mendapat sebuah toyoran pelan di bahu belakang sebagai ganjarannya.

"Jangan menggerutu. Berikan senyummu. Dengar, kalau kau bertingkah baik dan Yang Mulia Raja tidak mengajukan protes apapun padaku hari ini, seharian besok akan kubiarkan kau hanya memakai gaun tidur," ujar wanita itu.

"Jangan bermimpi, Harp. Aku sudah lebih dulu mati menahan sesak seharian nanti," sindir Alka. Mau tidak mau, dia menerima sepasang sarung tangan yang dijejalkan Harp—wanita pengasuhnya—ke genggaman tangannya.

"Tidak akan ada yang mati karena kesesakan seharian memakai korset," ujar Harp.

"Ada. Dan itu aku. Tidak lihat apa, bahkan napasku saja tinggal satu dua," cibir Alka. Dia menunduk, memakai sarung tangannya yang panjang mencapai siku.

"Alka, tolong. Jangan mengeluh atau apapun namanya. Nikmati saja hari ini, oke? Percaya padaku kamu akan bahagia setelah ini," ucap Harp.

"Harp, mana ada orang yang bahagia karena sebuah pertunangan ... politik? Lagipula aku masih terlalu muda untuk itu," protes Alka.

"Berapa umurmu?"

"Baru delapan belas."

"Sudah delapan belas," ralat Harp. "Umur yang sangat ideal untuk melakukan sebuah pertunangan," lanjutnya.

"Baiklah. Anggap aku memang ideal untuk itu, aku akan menerimanya. Andai calon tunanganku adalah yang tipeku," kilah Alka.

"Carilah ke ujung dunia dan kupastikan tak ada yang seperti tipemu," balas Harp.

"Dunia tidak memiliki ujung." Alka menyipitkan mata.

"Kau tahu itu hanya perumpamaan." Harp memutar bola mata. Mereka kemudian saling menatap tajam melalui pantulan cermin, berhubung Alka memang dalam posisi membelakangi wanita pengasuhnya.

[Para] Tentara LangitWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu