22. Obrolan Tentang Mereka

108K 12.3K 1.9K
                                    

an: kasih tahu kalau ada typo aja, ya. Mataku sudah 0,000001 watt

___

Katanya, penghuni terbanyak di neraka adalah kaum perempuan.

Aku pernah tak terima saat masih berumur awal belasan tahun, bukan berarti aku sok suci dan yakin akan masuk surga. Namun, kalimat itu membuatku bertanya-tanya, kenapa perempuan?

Selama bertahun-tahun aku mengamati, salah satu penyebab kenapa perempuan adalah karena kami suka bergibah. Gosip sana-sini. Menyebarkan gosip yang berujung fitnah. Dalam perkumpulan para perempuan bahkan bisa membicarakan kejelekan teman mereka yang sedang tidak ada dalam pembicaraan dan ketika orang yang mereka jelek-jelekan datang, maka mereka akan baik dan ramah seolah ada sebuah topeng yang kembali mereka pasang di wajah mereka.

Aku pernah melakukan hal semacam itu dan mungkin-ah, kenyataannya-aku jadi korban.

SMP, aku mengenal seorang kakak kelas bernama Gamadi Sagara, Kak Saga. Satu klub denganku di Fisika saat SMP. Sebenarnya, dulu aku paling tidak suka berteman dengan yang namanya laki-laki. Pengecualian Kak Saga karena berbincang dengan Kak Saga rasanya bisa leluasa mengeluarkan semua isi kepalaku. Aku jadi lebih banyak bicara karena punya pembahasan yang setidaknya bermanfaat untukku dan pembahasan yang aku sukai.

Entah bagaimana gosip itu menyebar. Mereka yang rata-rata cewek mengatakan aku dekat dengan Kak Saga. Mungkin mereka mengatakan aku juga pacar Kak Saga? Entahlah. Gosip itu membuatku tak nyaman. Risi. Meskipun dari luar aku terlihat masa bodoh.

Kenapa beberapa orang langsung berpikir tentang pacar atau gebetan jika ada perempuan dan laki-laki yang sedang dekat?

Aku dan Kak Saga hanya dekat sebagai teman bercerita. Kak Saga bahkan sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri. Hanya saja, sejak memasuki SMA aku dan Kak Saga sudah jarang bertemu karena waktu dan perbedaan ekskul, organisasi, maupun klub. Selain itu, faktor lain adalah Kak Saga juga sedikit berbeda setelah memasuki SMA. Dia mendadak jadi penyendiri padahal saat SMP sifat Kak Saga bertolak belakang dengan sifat yang satu itu.

Aku tidak tahu kenapa aku lebih tertarik pada sesuatu hal yang lebih banyak disukai oleh laki-laki. Tentang perempuan misalnya. Aku tidak suka dandan, tidak suka belanja atau keliling mal, dan tidak suka membahas tentang cowok-cowok ganteng di sekolah. Aku lebih suka membahas tentang hal yang berhubungan dengan fisika, teknik, mesin, robot, seperti yang aku lakukan saat mengobrol dengan Kak Saga dulu. Aku juga suka tentang astronomi. Segala hal tentang bintang-bintang. 

Serumit apa pun hal yang masih menjadi tanda tanya di dunia, ternyata tak ada apa-apanya dibanding tentang perasaan. Seperti bagaimana sakitnya saat melihat pertengkaran Mama dan Papa dulu.

Aku masih bertopang dagu sambil memandang keluar kafe. Kaca tembus pandang kafe milik keluarga Kak Saga membuatku bisa mengetahui apa yang terjadi di luar sana. Sebuah vespa modifikasi terhenti di parkiran. Cowok berjaket turun dari vespa itu.

Ya, siapa lagi jika bukan Kak Saga dengan vespa kesayangannya itu.

"Sori. Gue telat," kata Kak Saga setelah melihatku. Dia baru saja masuk dan masih berjalan ke arah sini.

"Nggak apa-apa, kok. Tadi aku ngobrol sama Tante jadi nggak bosen-bosen amat," balasku saat Kak Saga sudah duduk di kursi yang berhadapan denganku. Aku-kamu ke Kak Saga belum bisa aku ubah karena sudah terbiasa semenjak SMP karena waktu itu sebagai adik kelas aku benar-benar sesopan mungkin ke kakak kelas. Rasanya justru aneh kalau sebutan itu berubah.

"Kak Saga dari mana? Tumben telat. Biasanya Kak Saga yang paling tepat waktu kalau ada janji."

"Habis nganterin seseorang tadi," katanya.

Geigi [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang