An Alley in Berlin

Start from the beginning
                                    

"Jangan ngambek, tidak lucu." Jeonghan menggerutu dari balik laptopnya, mengetik e-mail balasan untuk Max yang dengan semena-mena memberikannya tugas yang harusnya diselesaikan oleh dua orang. "Aku ingin membunuh Max Bachmeyer."

"Jeonghan, kalau polisi mendengar kamu bisa terkena masalah." tegur Seungcheol mematikan kedua kompor dan menghampiri roti yang telah matang terpanggang. "Aku minta maaf membuatmu terjebak masalah seperti ini."

"Tidak apa-apa, Max memang seringi seperti ini karena aku menolak kencan dengannya paskah kemarin." kata Jeonghan acuh.

"Dia pacarmu?" tanya Seungcheol.

Jeonghan menggeleng dan tersenyum licik saat menekan ikon send. "Tentu saja bukan. Dia laki-laki freak berumur 40 tahun yang pernah menawariku blow job di siang hari bolong saat inspeksi lapangan di Hamburg."

Seungcheol menghentikan sesaat gerakannya mengambil piring dan berbalik menatap Jeonghan yang sedang meletakkan laptop di atas tumpukan majalah lama milik Axel. "Untuk orang yang lebih tua dia sangat berani."

"Jangan sarkastik."

"Itu pujian, lebih berani daripada diriku." kata Seungcheol meletakkan masing-masing satu buah piring untuk dirinya dan Jeonghan.

"Kau cemburu?"

Seungcheol meliriknya sekilas. "Aneh, cemburu padahal bukan siapa-siapa."

"Katakan saja, Seungcheolie." ujar Jeonghan dengan gemas, lalu lompat ke punggung Seungcheol saat lelaki tersebut memunggunginya--melingkarkan tangan di leher tersebut. "Berhenti bersikap lucu seperti ini."

"Jeonghan turun. Aku tidak bisa makan." ujar Seungcheol terdiam di tempat berusaha melepaskan cengkraman tangan Jeonghan yang ada di sekitar lehernya. "Kita akan telat untuk pergi ke Berlin, Yoon."

Lelaki dengan rambut yang kini dicat kembali berwarna platinum blonde tertawa terbahak-bahak dan bergegas turun dari punggung Seungcheol sebelum lelaki yang lebih tua darinya itu membatalkan rencana jalan-jalan mereka ke Berlin hari ini karena jengkel dengan dirinya.

--x--

Menempuh perjalanan 4 jam 30 menit dengan menggunakan kereta sepertinya adalah ide yang sangat buruk dari rencana liburan mereka ke Berlin hari ini karena mereka berdua awalnya memutuskan untuk pulang-pergi berlin selama satu hari tetapi saat mereka sampai di Berlin pukul tiga sore, Seungcheol tidak berhenti menggerutu sepanjang mereka keluar dari Stasiun Utama Berlin.

"Seungcheol, diamlah!" Jeonghan berseru dengan kesal ketika mereka masuk ke dalam taksi. "Hackescher Markt." lanjutnya memberikan nama lokasi ke supir taksi yang memperhatikan mereka dengan curiga.

"Andai saja tadi kamu tidak lupa membayar sewa flat, mungkin kita sekarang sudah bersenang-senang di Brandenburg." ujar Seungcheol mengungkit-ungkit masalah yang sama dengan yang ia bicarakan di kereta tadi. "Sangat tidak masuk akal kau lupa membayar sewa flat, wah kalau aku tidak ada kamu bisa jadi gelandangan."

Jeonghan mengernyit mendengar omongan Seungcheol, seolah-olah lelaki bermarga Choi itu adalah pahlawan yang membuatnya terhalang dari pengusiran di flat padahal jelas-jelas Jeonghan hanya lupa membayar karena itu adalah tugas Axel--dan ia memiliki uang untuk membayar.

"Jangan brengsek, Choi Seungcheol. Aslimu begini, ya? Mengomel tidak jelas dan membuat temanmu merasa tidak nyaman?"

Seungcheol tertawa hambar. "Dan tidak mengatakan kalau naik kereta memakan waktu lama, harusnya kita naik pesawat."

"Aku tidak membuang-buang uang, Seungcheol. Aku bukan orang dewasa sepertimu yang bisa seenaknya mengeluarkan uang karena memiliki posisi tinggi di kantor, oke?"

[✓] From 5317 MilesWhere stories live. Discover now