16

1.6K 113 1
                                    

Di dalam bus sekolah, ada bu Allysa dan bu Airin sebagai pendamping yang turut haru dengan pencapaian muridnya.
 
"Wah selamat ya Devin, Zieva. Ibu bangga," ucap bu Allysa pada kami.
 
"Makasih Bu, ini juga karena Ibu," sahut gadis itu.
 
"Ibu salut sama anak-anak Ibu," ucap bu Airin.
 
"Siapa dulu dong, gurunya," sahut Devin tertawa.
 
Diikuti oleh tertawa ria oleh murid lomba  lainnya.
 
"Devin, bisa pindah sebentar," panggil bu Allysa.
 
"Ke mana Bu?" tanya Devin.
 
"Dekat Zieva. Ada yang mau ibu omongin dengan Bu Airin," balas Bu Allysa.
 
Zie sedikit terkejut melihat Ibu Allysa pindah tempat duduk tanpa memberi tahunya.
 
"Bisa dong Bu. Lama-lama juga gak papa," sahut Devin. Diikuti tatapan penuh arti oleh perempuan-perempuan seangkatan di bus itu.
 
"Hai," sapa Devin padanya.
 
"Senyum dong, kamu cantik tau apalagi kalau senyum," ucap Devin.
 
Zie tertegun mendengar itu. Ia pun memberikan senyuman pada sosok manis di sampingnya meskipun malam itu ia sudah mengantuk. Lagi-lagi, sosok di sampingnya itu membuat hidupnya terkejut-kejut atas sikap dan kepribadian miliknya. Karena lelah, gadis itu menutup matanya, meski tidak benar-benar tidur. Kini, ia menutup mata sembari deeptalk dengan dirinya.
 
“Bertemu denganmu adalah anugerah, Vin,”
 
“Mengenal dirimu adalah suatu yang indah bagiku, untuk pertama kalinya,”
 
“Aku kagum padamu. Bukan hanya karena kamu mirip dengan karakter pangeran di buku ceritaku itu, tapi juga karena sifatmu.  Aku selalu belajar dari sifat itu, sifat yang selalu membuatku terkagum dan terkejut. Aku pikir, sosok itu hanya ada dalam kisah fiksi. Namun, ini nyata, kini kamu berada di sampingku,”
 
“Terima kasih Tuhan, ku mohon jangan ambil kebahagiaan yang belum pernah aku miliki sebelumnya,”
 
Gadis itu terus berbicara dengan dirinya. Mengenang setiap pertemuannya bersama Devin yang begitu indah dalam ingatannya. Devin yang berada di sampingnya sibuk memainkan game online yang sejak pagi tadi belum ia sentuh.
 
"Zie,” ucap laki-laki itu padanya.
 
Seketika bayangan di dalam ingatan Zie hilang. Ia membuka mata dan menoleh ke arah Devin.
 
“Ya?” tanyanya.
 
“Aku bangga tahu sama kamu,” ucapnya meski masih sibuk memainkan permainan di handphonenya.
 
"Aku juga," balas Zie tersenyum.
 
"Kamu main apa sih?" tanya Zieva.
 
"Ini," laki-laki itu menunjukkan layar ponselnya pada gadis itu.
 
"Emang seru ya?" tanya Zie lagi.
 
"Iya seru. Tapi lebih seru lihat pipi kamu merah kayak waktu itu," sahut Devin tertawa.
 
"Kalau lama-lama menatap layar handphone, sinar radiasinya bisa merusak mata kamu loh Vin," ucap gadis itu memberi tahu.
 
"Kalau lama-lama menatap kamu, sinar hatiku bisa apa?" tanya Devin.
 
Zie yang sedari tadi menatap laki-laki itu, memalingkan wajah ke kaca jendela. Devin tertawa kecil melihat tingkah itu. Rasanya perjalanan di bus malam itu, sangat panjang mereka tempuh.
 
Zie sampai di rumah pukul sembilan malam. Papa dan Mama masih menunggunya sembari menonton televisi. Ia masuk dengan mengucapkan salam kemudian disambut hangat oleh orang tuanya.
 
"Anak papa, gimana Zie olimpiadenya? Tanya Papa.
 
"Alhamdulillah, dapat juara 3 Pa." Sahut gadis itu tersenyum.
 
"Devin gimana?" tanya Mama penasaran.
 
"Devin juara 2," sahut Zie.
 
"Wah, makin jatuh cinta aja Mama sama Devin," sahut Mama tersenyum membuat gadis itu geli.
 
"Ternyata Devin jago kimia banget ya Ma, nggak nyangka Papa. Salut," tambah Papa.
 
"Iya, Zie juga Pa. Zie ke kamar ya Pa, Ma. Zie ngantuk," balasnya dengan mata yang menahan kantuk.
 
Udara dingin dan irama hujan berhasil mengacaukan tidur nyenyak Zieva yang tertidur pulas di kamarnya. Ia melirik jam, ternyata sudah pukul lima. Ia bergegas dengan rutinitas salat subuh dan bersiap-siap lagi pergi sekolah.
 
"Kak Zie, congrats ya! Kakaknya siapa dulu nih? Rehan gitu loh," ucap Rehan.
 
Zie tersenyum mendengar ucapan adiknya itu. Ia mengambil roti dan segelas susu yang sudah ada di meja makan rumahnya. Usai sarapan, mereka berangkat.
 
Gadis itu sampai di sekolahnya. Ketika masuk ke dalam kelas, ia mendapat ucapan hangat dari sahabatnya.
 
"Zie, selamat ya," ucap Mecca yang sudah berada di ruangan kelasnya.
 
"Iya Ca, makasi ya," sahutnya tersenyum pada sahabatnya.
 
"Devin hebat juga ya Zie. Kalian cocok banget," balas Mecca.
 
Zie hanya tersenyum dan duduk di kursinya. Sekarang, tambah banyak murid yang berdatangan.
 
"Selamat ya Zie," sahut salah satu temannya.
 
"Selamat ya Zie, kita bangga sama lo," ucap Shena memegang lembut bahu sahabatnya itu.
 
"Selamat ya woi. Lo kadang emang ngeselin suka acuhin Gue. Tapi ya, Gue seneng lah lo juara olimpiade. Lagi pula udah banyak perubahan ya sekarang ,semenjak ada Devin," ucap Tryan.
 
Gadis itu penuh haru mendapati ucapan dari teman sekelasku. Ia tersenyum tipis mendengar ucapan Tryan. Ternyata benar kata Rehan dan yang lainnya. Sifatnya yang sulit berbaur,  sudah sedikit menghilang berkat Devin.
 
"Nah gitu, sering-sering senyum. Gak datar aja tiap masuk kelas yang bikin gue es mo si," tambah Tryan lagi kemudian duduk di kursi belakangnya sambil memainkan handphone.
 
Tryan sudah sedikit bisa menerima gadis sekarang. Zie senang karena tidak terlalu dianggap sebagai introvert yang menyebalkan oleh teman kelasnya itu. Namun yang masih ia sedihkan saat ini adalah Rasyel masih menjauhinya. Ia masih enggan melirik ke arah Zieva. Ia bahkan tidak merasa ikut senang seperti yang lainnya.
 
Usai belajar di kelas, Zie pergi ke perpustakan mengembalikan buku pinjamannya ditemani oleh kedua sahabatnya. Setelah dari perpustakaan, mereka segera ke kantin karena Mecca terus mendesak. Sampai di kantin mereka segera memesan menu biasa di kantin itu. Seperti biasa, tak lama setelah mereka duduk, Rasyid dan Devin datang dan ikut bergabung dengan mereka.
 
"Asik, Devin sama Zieva mau traktir  kita nih sebagai kemenangannya," ucap Rasyid.
 
"Seharusnya lo Syid yang traktir Gue sama Zie," balas Devin.
 
"Eh yang juara dong," Mecca membela Rasyid.
 
"Ya udah kalian pesan aja, nanti Devin yang bayar, dia lagi berbunga-bunga tuh," ucap Rasyid.
 
"Ya udah sok atuh," sahut Devin.
 
Kemudian pesanan Zie dan kedua sahabatnya datang.
 
"Eh Gue dulu ya. Udah laper minta di isi," ucap Mecca tertawa kecil.
 
"Dulu dulu aja Lo," sahut Rasyid mengacak rambut Mecca.
 
"Gue pesen dulu ah," tambah Rasyid kemudian pergi memesan makanannya.
 
Devin meng-iyakan ucapan Rasyid kemudian melirik ke arah Zie yang sedang minum es teh.
 
"Dapat salam tuh dari Bunda, katanya selamat ya Zie sayang, gitu." ucap Devin tersenyum tipis membuat hidung mancung dan alis matanya semakin memikat.
 
Zie yang mendengar itu tersenyum malu. Akhir-akhir ini, perasaanku menjadi tidak karuan ketika mendengar kata sayang dari kalimat yang dilontarkan Devin pada dirinya. Rasanya ingin memegang jantungnya agar tidak berdetak secepat yang ia rasakan sekarang.
 
"Bilangin makasih ya sama bunda," sahut gadis itu, kini lesung pipi kecil di pipinya terlihat, ia begitu manis terlihat ketika memberikan senyuman seperti itu.
 
"Papa sama Mama juga bangga sama kamu," tambah gadis itu pada Devin.
 
"Bilangin makasih ya sama calon mertua," celetuk Devin.
 
"Calon mertua? Duh Devin-Devin," Mecca menimbrung sambil menggeleng-gelengkan kepala dan diikuti oleh Shena.
 
Devin hanya tertawa melihat tingkah mereka.

Satu Hari Bahagia [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now