10

2.3K 164 4
                                    

Murid kelas dua belas hari ini tidak belajar. Mereka semua di panggil ke aula untuk sosialisasi ujian try out hari Rabu dan Kamis. Banyak yang bahagia ria karena tidak belajar hari ini. Setelah sosialisasi, mereka masuk ke kelas kembali. Di kelas, siswa-siswa itu diberikan nomor ujian dan persiapan untuk ujian besok.
 
Saat menunggu wali kelas datang, seisi kelas gadis itu ribut. Semua karena ulah Tryan dan Juno yang sering membuat lelucon di sudut belakang.
 
"Buset!" sorak Juno yang membuat gaduh seisi kelas.
 
"Kenapa lu?" tanya Tryan pada teman sebangkunya itu sambil main game di handphone nya.
 
"Gak ada otak tuh si Bodan," ucap Juno memegang handphone miliknya.
 
"Bodan sepupu Lo?" tanya Tryan yang asik memainkan gamenya.
 
"Iya!" balas Juno marah.
 
"Kenapa dia?" tanya Tryan yang masih memainkan game nya.
 
"Masa Dia kirim pesan ke gue cuma bilang kalau gue kutilang," balas Juno.
 
Seisi kelas masih diam mendengar cerita si Juno dan Tryan. Zie pun sama.
 
"Kutilang apaan emang?" tanya Tryan sambil menekan-nekan kuat handpone nya karena terlalu serius dengan gamenya.
 
"Dia bilang gini Yan. Oi Jun, lo tau gak kalau lo itu kutilang. Kurus, tinggi, langsing, tinggal tulang," balasnya panjang lebar.
 
"Kan emang nyata, Nyet!” sahut Tryan.
 
Seisi kelas yang sedari tadi setia mendengar cerita Juno tak tahan ingin mengeluarkan suara tawanya. Sepersekian detik, tawa di kelas itu pecah. Ada yang tertawa jaim, ada yang tertawa terang-terangan, ada yang tertawa sebentar terus berhenti kemudian lanjut lagi ketawa, ada yang ketawa kayak kuntilanak, dan ada juga yang ketawa gak berhenti-henti dengan nada ngejek. Lengkap semua di kelasku itu.
 
"Tega-teganya sepupu gue bilang gitu ke gue cuma karena permainan truth or dare," ucapnya Juno menutup handphone miliknya.
 
Sesaat setelah itu obrolan lucu mereka terhenti karena wali kelas di kelas XII Ipa 2 itu datang. Setelah mendapat nomor ujian, wali kelas membagi kelompok belajar untuk persiapan ujian di bulan itu,
 
Zie berharap bisa satu kelompok dengan Shena dan Mecca. Ternyata, ia satu kelompok dengan Mecca, sedangkan Shena tidak. Untunglah masih ada satu sahabat yang masih sekelompok dengannya karena dua lagi di kelompok itu ada Tryan dan Rasyel.
 
Gadis itu melihat Rasyel melirik ke arahnya, kemudian berpaling. Mecca menarik tangan gadis itu keluar dari kelas dan diikuti oleh Shena. Setelah pembagian kelompok tadi mereka dibolehkan pulang.
 
Zieva sangat betah berada di kamarnya. Ia belum keluar dari kamar bahan untuk makan atau berbincang-bincang dengan papa, mama, atau adiknya. Kamarnya tampak penuh dengan tumpukan dan lembar-lembar soal ujian. Soal demi soal sudah ia coba selesaikan semampunya. Sesekali aku melihat fotonya dengan Zahwa sebagai penyemangatnya.
 
Ia mulai merasakan mata perih karena terus melihat ke arah buku-buku yang penuh tinta dengan angka-angka yang tersusun rapi itu. Gadis itu merebahkan badan di lantai sejenak dan menutup matanya. Beberapa menit setelah itu, handphonenya berdering.
 
           “Semangat ya belajarnya, cantik!”
          
Pesan singkat dari sosok yang membuatnya semangat akhir-akhir ini. Devin membuat sepekan Zie terasa panjang. Kini, gadis itu senyum-senyum membaca pesan dari Devin itu.
 
Ia menutup ponsel miliknya setelah Rehan memanggilnya untuk makan malam. Adiknya itu selalu mengingatkan dirinya makan jika kakaknya lupa untuk makan. Rehan si jail, namun Zie begitu menyayangi adiknya.
                                            ***
 
Ujian sebentar lagi dimulai. Semua siswa tampak deg-degan pada hari itu. Sebagian teman kelasnya juga merasakan yang sama, ada yang ribut dan ada juga yang tegang. Beberapa di antaranya tetap tenang menghadapi cobaan yang berat itu, entah sudah siap dengan ujian yang ada di depan mata atau memang sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi.
 
"Zieva," panggil seseorang dibelakang gadis itu.
 
Ternyata orang itu, Devin.
 
"Devin," sapa gadis itu.
 
"Semangat ya ujiannya, jangan cemas. Cuma dunia," kata Devin terkekeh.
 
"Jangan lupa fokus ya, lupain aku dulu," tambah Devin yang membuatnya tertawa geli.
 
Devin juga ikut tertawa karena perkataannya sendiri.
 
Ujian pun dimulai. Soal demi soal ia coba untuk menyelesaikannya. Kertas buram pun sudah penuh dengan coretan angka-angka yang membuat kepalanya sedikit pusing. Teman-temannya dan dia segera mengumpulkan lembar jawaban masing-masing karena waktu ujian sudah berakhir. Ia melangkah keluar dari ruangan itu bersama sahabatnya, Shena dan Mecca.
***
"Besok terakhir Zie, semangat," gumamnya memberikan kata motivasi untuk diriku sendiri.
 
Gadis itu tak henti-hentinya mengucap syukur. Ujian uji coba pada dua hari terakhir ini akhirnya selesai ia lalui.  Zie mengajak Shena dan Mecca beranjak dari tempat ramai itu. Mengajak mereka pulang. Kedua sahabatnya mengangguk tanda setuju. Di perjalanan mereka melihat rombongan basket Devin. Tapi Devin sendiri tidak ada di sana. Rasyid tersenyum pada mereka dan sesaat setelah itu ia berlari menghampiri kami.
 
"Hai Zie, Shena," sapanya pada gadis itu dan Shena.
 
"Hai," balas mereka.
 
"Ngapain lu ke sini?" tanya Mecca pada Rasyid.
"Gak tau, Gue mendadak amnesia," balas Rasyid terkekeh.
"Mau godain anak gadis orang gue," tambahnya.
Mata Mecca terbelalak mendengar jawaban Rasyid. Ia memang cuek, tapi secuek-cueknya Mecca, ia tidak akan bisa menyembunyikan sifat cemburunya pada Rasyid. Rasyid itu pacar pertama dan cinta pandangan pertamanya Mecca. Rasyid memang baik, tampan, cool, dan ramah, hampir mirip dengan Devin.
"Apa lo bilang?!" Mecca mencubit lengannya Rasyid.
"Aduh," Rasyid meringis kesakitan.
Zie hanya diam melirik kelakuan mereka. Saat ini, matanya mencari sosok Devin. Dia tidak ada di antara teman basketnya padahal biasanya ia bersama Rasyid. Tapi sekarang, gadis itu tidak melihat keberadaannya.
 
"Devin udah pulang Zie, gak akan ada di sana," ucap Rasyid melirik gadis itu.
 
Zie terkejut spontan.
 
"Eh-" sahutku spontan.
 
"Kok tumben pulang cepat? biasanya kan sama kamu," tanya Mecca.
 
"Gak tau tuh, tapi dia kayak cemas gitu, buru-buru nyalain motor, kayak mau lihat seseorang," sahut Rasyid.
 
Zie terdiam membeku. Badannya mematung, setelah berpikir.
 
"Apa dia ke tempat Zahwa ya?" gumamnya.
 
"Aku harap tidak terjadi sesuatu pada Zahwa," lirihnya.
 
Gadis itu masih berdiri mematung. Berbicara dengan pikirannya sendiri.
 
"Zie? Kenapa?" tanya Mecca.
 
Ia menoleh mendengar suara Mecca. Dengan terburu-buru, ia meraih handphone dari saku seragamnya, tanpa berpikir panjang ia menelepon Devin. Berkali-kali ia memanggil ke nomor Devin, namun panggilannya masih saja tidak diangkat oleh Devin. Dia tidak menyahut.
 
"Bagaimana ini?" gumamnya.
 
"Mungkin lagi di jalan Zie," Shena mencoba menenangkannya.
 
Ia mencoba berpikir positif. Mungkin saja, Devin rindu pada Zahwa karena sudah lama tidak bertemu karena ujian.  Setelah merasa tenang, Zie mencoba meneleponnya lagi. Dia masih tak menyahut.
 
"Ziee," sorak Rasyid pada Zieva.
 
"Devin chat gue nih," ucapnya.
 
"Apa kata Devin?" sahutnya.
 
"Dia minta Gue untuk antar lo ke rumah sakit Zahwa itu, katanya lo tau tempatnya," ucap Rasyid.
 
Tanpa berpikir panjang mereka pergi setelah Zie berpamitan pada kedua sahabatnya dulu.
 
"Jaga sahabat Gue ya Syid, hati-hati," ucap Mecca pada Rasyid.
 
"Iya-iya," balas Rasyid cepat.

Satu Hari Bahagia [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang