Oo (On The Day I Fell In Love 2)

193 19 4
                                    


Huh, setelah berusaha membuat jantungku berhenti. Astaga, mati dong! Maksudku setelah membuat jantungku kembali normal. Aku dan dia. Iya, dia. Cowok yang ngejar aku tadi. Kami naik angkot yang sama. Aku nggak tahu, tapi rasanya nggak nyaman. Bukan nggak nyaman karena pembalut tapi karena ....

"Kei," aku menoleh, lalu berpaling. Gila ... nih angkot rame bener. Kami sangat dekat. Bahkan tidak ada jarak diantara kami, "dari tadi lo keringatan mulu, lo sehat?"

"Gue emang sehat, aneh nih orang," ucapku kesel, tanpa menoleh ke arahnya.

Ia terkekeh pelan, "lo sih keringatan mulu, tapi anehnya kok gak bau ketek, ya." Aku diam aja. Dan aku merasa dia mulai mengendus-ngendus aromaku. Astaga ... nih bocah. Tolong, jangan lakukan itu, aku masih SMP tauk.

Aku menoyor keningnya, "apaan sih Ta, jauh dikit napa. Sempit nih." Aku memandang ke sekelilingku, mereka pasti sibuk memerhatikan kami. Soalnya yang lain pada duduk anteng. Kami berdua malah berisik. Untung saja, aku duduk di belakang Pak Supir. Jadi, tidak ada yang terganggu dengan sikapku yang gak mau diam.

Entah kenapa, aku lebih suka memandang ke depan daripada memandang ke samping. Kepalaku sedikit pusing kalo memandang ke samping melihat bangunan seperti kena tarik oleh sesuatu ke belakang. Kalo melihat ke belakang susah, ada Dikta.

"Oi, Kei."

"Hem," ucapku. Iya, aku malas ngomong.

"Lu gak nanya kenapa gue naik angkot, gitu."

"Kenapa?" tanyaku. Polos amat yak. Aku mendengar ia menghela nafas.

"Gak jadi," katanya tiba-tiba. Dan aku hanya menoleh sekilas.

Kalian pasti bingung kan kenapa gaya berbicara ku berbeda. Saat SMP dan saat SMA. Ini terjadi saat hari berikutnya. Aku gak tahu hari apa itu dan hari ke berapa sejak hari ini. Yang pasti, hari itu semua kepribadianku tiba-tiba berubah. Begitu saja.

"Pak, berhenti di depan cafe itu." Pak supir bergumam, "gue duluan ya, cinta." Gue tiba-tiba merasa tidak bernyawa. Maksudnya, apaan coba.

Pas angkot berhenti dan berjalan lagi. Gue baru sadar kalo Dikta udah gak ada di samping gue. Kan gue pengen bilang 'hati-hati ya, Rangga'. Maksudnya, itu kan. Itu kan, bukan cinta. Cinta yang itu. Apaan sih!

Beberapa menit kemudian. Gue merasa seperti sedang duduk di bangku kosong. Ih ... serem. Mungkin karena gue orangnya yang gak terlalu banyak omong dan Dikta yang terus mengoceh membuat otak gue menyediakan memori tentang suara Dikta.

Seperti yang gue katakan sebelumnya. Rumah gue cukup jauh dari sekolah. Jadi, ya, gue akhirnya diterpa kebosanan.

🏫🏫🏫

Hari ini cuaca cerah berawan , suhu diluar berkisar sekitar duapuluh lima derajat celsius. Kelembaban sekitar sembilanpuluh tujuh persen. Tingkat UV, sedang. Amanlah.

Gue kayak pembaca berita cuaca aja. Entah kenapa, gue seneng lihat berita cuaca di TV. Alasannya, karena gue suka gambar. Seneng aja gitu, lihat awan, terus ada matahari yang lagi sembunyi di balik awan. Ada awan hitam terus ada gambar gledeknya.

Ha-ha-ha absurd banget kan?

Tapi hari ini rasanya cuaca bakalan turun hujan plus gledek. Prediksi aja sih. Karena pas gue jalan tadi pagi, gue lihat di tenggara ada awan hitam yang sepertinya bakalan melewati SMP Kelana.

The Hidden Feeling | ✔Where stories live. Discover now