Ll (Leave Me Alone)

222 30 6
                                    


Keira merasa kalau ia harus menemui Via. Sebagai seorang teman, ia tentu saja khawatir karena Via tidak masuk ke sekolah. Padahal sebentar lagi, mereka akan menerima rapor.

Ia mendapatkan alamat rumah dari Dikta dan tentunya melalui Dina lalu Zeyn lalu ke Dikta. Ribet amat bukan? Padahal satu kelas tapi tidak berani memintanya langsung ke Dikta.

Sesampainya Keira di depan rumah Via. Ia langsung masuk ke dalam halaman yang lebarnya menyamai lebar lapangan bola. Hanya rumah Via yang terlihat menonjol di banding rumah lain di samping kanan kiri dan depannya. Cat putih tampak mendominasi dengan ukiran bergaya khas Eropa.

Setelah beberapa langkah, Keira akhirnya sampai di depan pintu. Ia mengetuk pintu besar itu beberapa kali.

Seseorang membukanya, dan menampilkan seorang wanita paruh baya. "Assalamualaikum, bu." Pakaiannya tidak sesuai dengan sekelas rumah gedong ini. Mungkin dia bukan pemilik rumah.

"Wa'alaikum salam, nyari siapa Non?"

"Via-nya, ada bu?" tanya Keira, "saya teman sekolahnya."

"Oh, Non Via, masuk dulu Non. Biar bibi panggilin dulu."

Mata Keira terkesima dengan pemandangan arsitektur rumah Via dan segala macam furniture-nya. Ia seperti sedang berada di kerajaan Inggris, dengan tampilan warna emas yang mendominasi furniture-nya. Ia pun duduk di salah satu sofa panjang di sana sambil terus menatap ke segala arah.

⛲⛲⛲

"Non, ada temen non." Pembantu di rumah Via mengetuk pintu kamarnya beberapa kali, "Non, cepat turun, udah di tungguin."

"Emangnya siapa, bi?" tanya Via dari dalam kamarnya.

"Gak tahu, Non."

"Iya, bi. Aku akan turun." Bibi itu terlihat masih ragu namun ia harus turun dan membuatkan minum untuk Keira.

Selang beberapa detik, bibi turun. Via keluar dari kamarnya dengan terburu-buru. Namun langkahnya terhenti ketika melihat orang yang duduk di sana bukanlah orang yang ia harapkan untuk datang. Via berniat ingin pergi tapi suara Keira menghentikannya.

"Via tunggu, ada yang perlu gue bicarain sama lo."

Dengan terpaksa atau menurut begitu saja. Via mendekat dan duduk di depan Keira. Ia justru tidak perlu lagi menyembunyikan ekspresi tidaj sukanya pada Keira karena sendiri sudah tahu pasti alasannya.

"Lo mau ngomong apa, cepetan!"

"Gue khawatir sama lo," ucap Keira, "gue pikir lo kenapa-kenapa."

Via tersenyum sinis, "Gak usah bersikap manis deh Kei, gue tahu lo seneng gue gak datang ke sekolah. Ini kan yang lo harapkan."

"Maksud lo apa?"

Via menghela nafas, air matanya jatuh lalu cepat ia menghapusnya, "Kenapa hidup gue miris gini. Gue punya semuanya, gue bisa memiliki apa yang gue inginkan tapi satu. Satu yang gak bisa gue dapatkan." Air mata Via tidak terbendung lagi, ia bahkan terus menghapus air matanya berharap itu akan menghentikan bendungan berhenti keluar tapi nyatanya tidak. Via terus menangis hingga terisak, "Kenapa cinta gak ada dalam takdir gue, bahkan orangtua sekalipun gak pernah memberikan cintanya ke gue."

Keira tidak tahu inti permasalahan yang sedang Via hadapi. Ia dengan otomatis beranjak dari tempat duduknya lalu berpindah ke samping Via. Keira menggenggam tangan Via mencoba memberikan dukungan batin kepadanya.

The Hidden Feeling | ✔Where stories live. Discover now