Please, marry me!

17.8K 2.6K 363
                                    

Dasar Reira bego!

Aku memarahi diri sendiri sambil menyeka keringat yang membasahi wajah dengan lengan kaus yang kukenakan.

Punggung, dada, bahkan bagian belakang betisku semua basah oleh keringat. Membuat rasa tidak nyaman yang mengganggu sehingga aku sangat ingin cepat sampai ke Apartemen untuk mandi juga minum.

Biasanya meskipun jogging lebih lama, keringat yang keluar tidak sebanyak ini. Aku tahu karena aku biasa memulai kegiatan rutin mingguanku itu tepat usai salat subuh, di mana udara di seputaran taman dan jogging track apartemen masih sejuk dan segar.

Tapi cuma gara-gara candaan Aziz semalam aku sampai susah tidur.  Gara-gara itulah aku jadi telat bangun, telat memulai acara jogging-ku. Sampai akhirnya—saat aku memulai—aku harus rela panas Matahari membakar kulit dan menyiksa tubuh.

Ingat dengan ulah Aziz semalam di chatroom kembali membuatku benar-benar tidak habis pikir. Laki-laki itu persis kayak orang habis mandi di kali angker terus ketenggoran ama jin jahil.  Kalau tidak mana mungkinlah manusia kayak es batu gitu, bisa ngomong yang aneh-aneh.

Aku beneran curiga, kalau kepergian Aziz ke Norwegia bukanlah buat kerja, melainkan sebenernya dikloning oleh satu organisasi rahasia berkedok perusahaan kontraktor pembangunan offshore flatform di ladang minyak lepas pantai milik perusahaan minyak Eropa.

Aku yakin jika Aziz yang aneh—dan mendadak genit—adalah hasil rekayasa dengan separuh gen hasil curian dari Ashton Kutcher atau bahkan keselip gennya Jim Carrey.

Kalau tidak mana mungkin tuh manusia es bisa cair terus berubah haluan jadi cowok idaman yang hangat dan penuh perhatian.

Tapi kalau memang bener begitu pun apa yang bisa aku lakukan? Apa harus ya aku menjebak Aziz sekali lagi di hotel buat mengidentifikasikan keasliannya lewat ukuran dan bentuk bokongnya yang woaw banget itu.

Pikiran itu membuatku nyengir sambil menggelengkan kepala. Selalu saja nggak dulu maupun sekarang kalo udah mikirin Aziz otakku ngawur ya kemana-mana.

Menaiki undakan tangga menuju pintu apartemen, sekali lagi aku mengusap keringat. Aku baru saja hendak berlalu menuju lift saat kalimat permintaan itu menghentikan langkahku.

“Will you marry me?”

Aku terpaku sesaat, sebelum akhirnya sanggup menoleh ke samping kanan, tepat dari mana arah datangnya suara itu. Alis mataku bertaut saat melihat sepupu sialanku berdiri dengan tangan terulur dan kotak biru berisi benda berkilauan di tangannya.

Aku menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari cari keberadaan kamera tersembunyi. Kali-kali aja aku sedang berada dalam reality show rumah Kuya. Setelah sekian lama mencari dan tidak menemukan kamera ataupun sesuatu yang mencurigakan aku menghadap ke arah sepupuku dan menatap wajahnya yang serius.

“Lu ... ngelamar gue?” tanyaku tak percaya.

Rensa menjatuhkan tangannya yang menggenggam kotak cincin ke samping tubuh. “Cuihh! Emang aku sudah gila apa!” Sambil berdecak kesal dia melangkah mendekat, lalu dengan seenaknya aja dia memegangi tangan kiriku, meraih cincin di kotak dan memasangkannya di jari manisku.

“Lalu ini apa?” aku benar-benar blank dengan ulah ajaib Rensa itu, “lu mau jadiin gue bini kedua? Sadar enggak sih lu, Ristha lagi hamil tua gitu mau lu madu, lu mau mati gue racun kayaknya,” kataku setengah membentak.

Aku menarik tanganku yang ada dalam genggamannya dan berusaha mengeluarkan cincin sialan itu dari jariku, tapi benda itu melingkar dengan mantap tanpa mau bergeser sedikit pun dari keberadaannya saat ini.

“Bantuin lepas!” Aku membentak Rensa yang justru malah mengeluarkan ponsel dan mengambil foto tangan kiriku yang kini dihiasi cincin berlian mewah itu.

Just LoveWo Geschichten leben. Entdecke jetzt