Now I'm in love (4)

15.8K 2.5K 375
                                    

Jika cinta bukan kejahatan kenapa juga ini jantung terus-terusan berdebar enggak karuan usai aku menuliskan pesan balasan untuk Reira.

Membuatku merasa bagai perampok sedang mengintai mangsa, pesakitan yang tinggal menunggu jatuhnya hukuman, atau ababil yang kepergok mau bikin mesum. Arghhh ... aku merasa aneh dengan diri sendiri hanya karena pesan itu.

Oke itu mungkin bukan pesan biasa. ada sedikit yang keluar jalur di sana. Ya, Reira pasti akan bertanya-tanya usai membacanya. Atau mungkin berpikir jika aku sudah gila.

Tapi memang aku sedang ‘sakit’, sakit cinta tepatnya. Cinta pada gadis yang sama dengan yang dulu selalu membuatku sakit kepala karena ulahnya yang ajaib. Tapi kini keajaiban datang dalam bentuk lain. Bentuk yang indah. Berupa cinta.

Kuhembuskan napas panjang lewat mulut, sementara telapak tangan kananku memegangi dada yang masih berdebar tidak karuan. Masih Subuh buta di North sea, dan di Indonesia memang lima jam lebih cepat dari di sini.

Beberapa jam lagi aku harus segera berkegiatan, sementara nyaris di sepanjang malam aku kurang tidur karena memikirkan Reira.

Aku tak ingin kinerjaku berkurang, jadi mungkin sebaiknya sisa waktu ini kugunakan untuk tidur sebelum kembali ke bawah untuk mengecek penanaman Rig pengeboran.

Kupejamkan mataku perlahan, namun bukan kegelapan yang menyambutku, melainkan sinar dari wajah wanita yang kini benar-benar mampu membuatku mengerti apa yang dinamakan orang sebagai rindu setengah mati.

Aku bergulak-gulik ke kiri dan kanan dengan gelisah. Berusaha mengenyahkan bayangan wajah orientalnya yang menggemaskan.

Kerinduan membuncah bagai ombak di kaki tiang baja anjungan di bawah sana. Aku tahu jika tidak ingin terus merasa terombang-ambing seperti ini aku harus segera memperjelas hubungan kami.

Kali ini, aku tidak ingin mendengar penolakan.

* * * * *

Pukul delapan malam aku masuk ke dalam bilik pribadiku. Rapat koordinasi dengan beberapa rekan kerja membuat jadwal kerjaku kembali molor.

Rasanya kesal sekali. Subuh tadi aku yang memaksa Reira untuk online tapi sekarang justru aku yang melanggar kesepakatan.

Meski merasa pesimis jika Reira masih terjaga aku tetap menghidupkan laptop-ku.

Di Indonesia ini sudah lewat tengah malam, mungkin setengah dua pagi sekarang.

Jantungku berdebar tidak nyaman, terbayang wajah Reira jika sedang ngambek padaku dulu. Kira-kira kali ini, apa dia akan ngambek lagi?Kuharap dia tidak melakukan itu.

Aku langsung masuk ke halaman pribadiku, mengintip siapa saja yang sedang online di antara teman-teman dan rekan kerja yang terhubung lewat Facebook. Aku menghela napas lega saat bulatan hijau di sebelah nama Reira menyala.

Terima kasih, Ya Allah. Dia online, menepati janjinya untuk menungguiku. Eh, apa itu kedengarannya terlalu optimis?

Bagaimana jika itu hanya kebetulan. Reira bisa saja online dengan orang lain kan? Bayangan teman lelakinya yang pernah bertemu denganku berputar dalam ingatan.

Seketika memenuhi rongga dadaku dengan sesak tak terperi. Aku mengklik namanya dan jendela obrolan pribadi kami terbuka, terburu-buru aku mengetikkan pesan untuknya.
  
Aziz Syah Iskandar : Sweetheart, are u still there now?

Ya Tuhan itu bukan gayaku, tapi... aku suka mengetikkan pesan-pesan berbau mesra untuknya. Izinkan aku bisa lebih sering lagi mengucapkan kata-kata cinta untuknya, Ya Allah, doaku dalam hati.

Just LoveDonde viven las historias. Descúbrelo ahora