Dua puluh enam

31 8 23
                                    

-----
Banyak hal yang terjadi di luar ekspektasiku.
Seperti saat kamu mengatakan I Love You padaku.
-----

Erin memegang sesuatu yang menggantung di lehernya. Sebuah kalung dengan bandul bertuliskan EF membuat seulas senyum terlukis di wajahnya. Kalung berbahan perak itu merupakan pemberian Farrel.

Masih sangat jelas di ingatan Erin ketika cowok itu menahan malu saat mengutarakan perasaaannya.

Tanpa diduga, Erin menangkupkan wajahnya pada kedua tangannya. Pipi gadis itu kini sempurna memerah, membuatnya semakin terlihat menggemaskan.

Masih di tempatnya, Erin memainkan bandul kalungnya. Senyum cerah senantiasa terlukis di wajahnya. Siapapun yang melihatnya, pasti tahu, bahwa hati gadis itu tengah berbunga-bunga.

Erin masih tak menyangka, bahwa kemarin adalah hari istimewa. Hari di mana apa yang ia inginkan terwujud. Menjadi hari bersejarah dalam hidupnya.

Jam baru menunjukan pukul 6 pagi, namun Erin sudah rapi dengan seragam serta tasnya. Dari balik punggung, Lisa menatap Erin yang tengah duduk di sofa dengan pandangan mengarah ke luar jendela. Lisa tersenyum lebar saat melihat pipi puterinya yang bersemu merah. Ia hendak menghampiri Erin saat suara deru motor terdengar semakin mendekat ke arah rumah bercat putih krem tersebut.

Detik berikutnya, Erin bergegas memakai tasnya dan melangkah keluar. Sebuah senyuman terbit di wajahnya dengan pipi yang kembali merona melihat Farrel sudah berdiri di hadapannya.

“Udah mau berangkat?”

Suara dari balik punggung Erin sontak membuat keduanya tersadar. Erin mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum akhirnya berbalik demi mendapati Lisa yang tengah menatapnya.

“Iya, Ma.”

Erin menatap Lisa dengan malu-malu. Kedua tangan gadis itu saling bertautan, memainkan jari-jari tangannya satu sama lain.

Erin bahkan tak sadar, bahwa ia telah menghalangi Lisa untuk melihat siapa yang datang, walau sebenarnya Lisa sudah pasti bisa menebak siapa yang menjemput puterinya.

“Erin, itu siapa?” tanya Lisa menggoda puterinya, membuat Erin tersadar dan segera menyingkir untuk mempersilahkan Farrel masuk.

“Assalamualaikum, Tante. Saya Farrel, kekasih resmi puteri Tante,” ucap Farrel dengan senyum manisnya.

“Waalaikumsalam. Jadi kamu yang sering Erin ceritain?” tanya Lisa yang semakin membuat Erin menundukkan kepalanya. Erin malu.

“Erin sering cerita tentang saya?”

“Ohhh, hampir setiap hari dia cerita tentang kamu.”

Farrel terkekeh geli mendengar penuturan gamblang dari mama Erin. Sedangkan Erin, wajah gadis itu semakin memerah karena menahan malu.

Bisa-bisanya mamanya menceritakan hal itu di hadapan Farrel. Kan, Erin jadi malu.

“Kamu udah sarapan?” tanya Lisa kemudian.

Tak tahan dengan situasi seperti ini, Erin menengadahkan kepalanya.

“Udah kok, Ma.”

Bukan Farrel, tapi Erin yang menjawab.

“Mama nggak tanya kamu, Erin.”

Di tempatnya, Erin hanya bisa tertawa dan memamerkan senyum giginya. “Udah ya, Ma, bincang-bincangnya. Kita mau berangkat.”

“Ya udah deh. Hat-hati yah, lain kali ajak Farrel ke sini lagi yah. Farrel, sering-sering main ke sini yah? Nanti Tante buatin kue terenak deh, Erin juga suka banget loh.”

PromiseWhere stories live. Discover now