Dua puluh lima

26 8 18
                                    

-----
Jangan pernah menyombongkan diri karena di atas langit masih ada langit.
Seperti saat satu masalah selesai, bukan berarti Tuhan tak akan memberi cobaan yang lainnya.
-

----

“Arrggghhh!!”

Farrel menghempaskan dirinya ke atas kasur. Tanpa melepas sepatu dan tasnya, cowok itu langsung mengambil handphone yang ia simpan di saku celananya. Kedua matanya sontak terpejam lelah kala melihat tak ada notif apapun yang mampir ke handphonenya.

Gue harus gimana lagi? Tanyanya dalam hati sebelum akhirnya Zidan dan Rocky memunculkan dirinya dari balik pintu kamarnya.

“Gimana mau jadian kalau lo nya juga begini?” Zidan mencibir Farrel yang menatapnya tajam sebelum mendudukkan dirinya di pinngiran kasur.

Di samping Zidan, tak beda jauh darinya, Rocky ikut mendudukkan diri di pinggiran kasur sebelah kiri. Tak seperti Farrel, kedua cowok itu telah melepas terlebih dahulu sepatunya sebelum menaiki tangga menuju kamar seorang Farrel Pratama.

“Gini nih, kalau mau dapetin cewek emang susah susah gampang. Tapi nggak mustahil juga, mengingat lo pun punya aspek yang mendukung buat dapetin cewek manapun.” Zidan menatap Farrel yang masih menelungkupkan badannya. “Dan tentunya ada banyak cara.”

Zidann menatap Farrel yang bergeming di tempatnya. Merasa kesal, tangannya seketika memukul punggung Farrel, membuat pemiliknya mendelik kesal.

“Bangun, napa. Gimana gue mau kasih saran kalau lo nya nggak niat gitu?” Ada tanda tanya di belakang kalimatnya, namun tetap saja Farrel menganggapnya sebagai bentuk cibiran halus untuknya.

“Bangun, Rel! Kita dengerin jurus-jurus andalan Bang Zidan. Dia kan udah berpengalaman.” Rocky tertawa riang menatap Zidan yang saat ini tengah menekuk bibirnya kesal.

“Iya, gue bangun.” Farrel beringsut bangun dan menegakkan tubuhnya, siap mendengarkan temannya, Zidan. “Cepet lanjutin!” ujar Farrel saat Zidan belum juga mengeluarkan suaranya lagi.

“Iya, iya. Sabar napa.” Zidan mengalihkan pandangannya dari Farrel, dahinya mengerut tanda ia tengah memikirkan sesuatu. “Cewek itu harus diberi kepastian,” ucap Zidan kemudian.

“Itu mah gue tau kali.” Farrel memutar kedua matanya kesal. “Tapi kan lo pada tau kalau gue....”

“Belum bisa ngungkapin gitu? Atau malah nggak bisa?” Zidan menatap Farrel intens. Kedua bola mata cowok itu menangkap perubahan raut wajah Farrel menjadi kesal, walaupun memang pada kenyataannya ucapan Zidan benar adanya.

Zidan dan Rocky memang sudah mengetahuinya. Mereka memang baru beberapa bulan saling mengenal, namun sikap dan sifat mereka yang mudah bergaul, ramah, terbuka membuat Farrel nyaman dalam menjalin tali persahabatan dengan mereka. Termasuk juga dalam hal mengetahui rahasianya, Farrel percaya mereka tak akan membocorkannya pada siapapun.

“Terus sampai kapan lo mau kaya gini?” Zidan meraih handphone dari saku celananya, lantas tersenyum jahil.

“Apa?” ucap Farrel seraya mendelikkan matanya ke arah Zidan.

“Ehhhh, mau gue kasih tau nggak?” Zidan mengerling jahil.

“Lanjut!” titah Farrel.

“Menurut survey gue, cewek itu sensitif, mereka butuh kepastian dari setiap tindakan yang udah dilakukan oleh kaum Adam. Setiap kali ada tindakan yang berubah atau nggak sesuai....” Zidan menjentikkan jarinya ke udara. “Pasti deh gelagat mereka beda.”

PromiseWhere stories live. Discover now