Tiga belas

44 23 30
                                    

-----
Takdir terkadang lucu.
Meski Tuhan selalu memiliki kejutan di baliknya.
-----


Di depan jeruji besi itu, tampak seorang pria tengah berjongkok. Di hadapannya, seorang pria berumur tak jauh berbeda dengannya berdiri bersama istri dan anaknya. Anak laki-laki itu tampak digenggam tangannya oleh sang ibu.

Di belakang pria berjongkok itu, dua orang polisi tengah menantinya. Pria itu menangis, sesekali kedua tangannya yang kasar itu bergetar hebat. Ditatapnya keluarga utuh di hadapannya.

“Maafkan saya, Pak. Saya benar-benar khilaf. Maaf, Pak. Maaf.”

Pria itu terus memohon, kedua tangannya diusap-usapkannya gusar, memohon ampun atas hal yang tak sengaja dilakukannya.

“Maaf, Pak. Saya khilaf. Saya panik. Sa ... Saya tidak berniat meninggalkan istri Anda di sana. Saya hanya … Saya hanya tidak bisa berpikir jernih. Saya takut, Pak.”

“Saya mohon, Pak. Bebaskan saya. Anak dan istri saya menunggu, Pak. Tolong, saya tidak bisa meninggalkan putri saya dan tumbuh tanpa dukungan dari ayahnya. Saya mohon, Pak.”

Pria itu meringkuk memegang kaki pria di hadapannya. Menangis memohon ampunan meski itu sia-sia.

Sedangkan di sudut ruangan itu, gadis kecil itu menggenggam tangan mamanya erat. Berusaha menyalurkan kekuatan untuk sang ibu. Mata gadis kecil itu mengerjap-ngerjap. Di otaknya, timbul satu pertanyaan.

“Kenapa mereka tidak mau memaafkan Papa?”

“Aahhhhh..”

Mimpi itu lagi.

Erin mengusap peluh yang menetes di dahinya. Pikirannya kacau, berulang kali mimpi itu terus menghantuinya. Dalam tidur malam yang seharusnya tenang dengan mimpi indah atau minimal tanpa memimpikan apapun.

Tapi malam ini, semuanya tampak kacau. Erin menatap foto seseorang yang berada di atas nakas di samping tempat tidurnya penuh rindu.

Pa, aku kangen Papa, ucapnya lirih. Selirih hembusan angin malam itu. Mendekapnya dalam kerinduan tak berbalas.

***

“Rin, lo beneran mau taruhan kaya gitu?” tanya Nayla setelah Erin menceritakan tentang dirinya dan Farrel.

Sekali lagi, Erin mengangguk mantap.

“Terus kalau lo yang menang, lo bakal minta apa?”

Erin menoleh. Menghentikkan aktivitas mencatatnya sebentar.

“Gue belum tau, Nay,” ucap Erin pelan. Kedua mata gadis itu menatap lurus. Hampir kosong.

“Rin, lo nggak papa?”

“Gue nggak papa. Cuma keinget bokap.” Senyum tipis tersungging di wajah Erin.

“Terus rencana lo apa?” tanya Nayla, berusaha mengalihkan topik.

Erin menghentikkan aktivitas menulisnya lagi. Senyum lebar tercetak indah di wajahnya. Ia menyeringai.

“Liat aja nanti,” balas Erin sebelum kembali pada aktivitasnya. Lagi, Nayla hanya bisa mendesah panjang tak mengerti dengan sifat dan sikap sahabatnya itu.

***

Jam istirahat kedua memang surganya para pelajar. Di mana mereka bisa melakukan berbagai hal sekaligus dalam satu waktu. Kemarin, warga SMA Pelangi dihebohkan oleh gosip yang menyatakan bahwa Farrel dan Erin berpacaran.

Promiseحيث تعيش القصص. اكتشف الآن