"Tidak merindukan aku? Jahat sekali, padahal aku sudah meluangkan waktu keluar dari Bohn yang membosankan untuk kembali ke Muenchen yang tidak kalah membosankannya."

"Kamu keterlaluan sekali, pergi jauh ke Bohn karena tidak ingin melihat Axel setelah kalian putus. Crazy bitch."

"No! No! No!" seru Wendy dengan menggerak-gerakan tangannya di udara secara dramatis, membuat ujung blusnya yang lebar bergerak tidak karuan. "Jangan ingatkan aku dengan si sialan itu, Jeonghan. Kau tahu aku membenci dirinya yang tukang pembohong itu? Astaga! Jika kau bukan sahabatku, aku tidak akan sudi berteman dengan teman dari pembohong ulung seperti Axel. Sialan!"

Perempuan berkulit kuning langsat itu berseru dan berbicara tanpa jeda membuat wajahnya memerah karena terlalu bersemangat.

"Aku bahkan tidak sudi untuk bertemunya sebelum dia ke Polandia lagi. Ha! Lelaki jalang."

Jeonghan tertwa terpingkal-pingkal mendengar penuturan konyol dari Wendy yang terlihat menggebu-gebu. Ia sudah dapat menduga kalau hubungn Wendy dan Axel hanya bertahan sebentar saja sebelum akhirnya Axel harus kembali kepada hobinya mencari wanita lain dengan dalih mencari yang sesuai dengan kriteria.

Terserah.

Jeonghan tidak menggubris Wendy yang masih merancau tentang hal yang sama, tentang bagaimana dengan sangat jalang Axel memperlakukannya.

Oh. Astaga.

Ia sudah mendengar cerita itu berpuluh-puluh kali. Lain kali, Wendy harus dijauhkan dari minuman alkohol karena sepertinya Wendy yang merancau seperti ini adalah akibat dari minuman tersebut.

"Sangat menyebalkan, ya?" ujar Wendy menyeruput chardonnay yang masih tersisa di gelas anggurnya. "Berhenti membahas si jalang itu, kalau kamu sendiri bagaimana dengan si Choi itu?"

Jeonghan memutar mata, sudah dapat menduga kalau Wendy akan kembali mengorek tentang hubungan anehnya dengan Choi Seungcheol setahun belakangan.

"Masih sama."

"Masih seperti itu?"

"Ya apa pun itu dalam otak sialanmu itu, jawabannya ya."

Wendy tertawa. "Menyedihkan. Dia sudah berada di bawah pengaruhmu, Hani. Tinggal katakan kau mau berpacaran dengannya dan boom dia akan tunduk kepadamu, yeah tetapi kita kan tidak jahat, benar tidak?" ia cekikikan sendiri, menutup mulutnya dengan sapu tangan warna krem. "Kenapa sih tidak mau dengan lelaki seperti dia?"

Yoon Jeonghan merengutkan alis tidak menyukai nada bicara Wendy yang seperti menyudutkannya kalau ia sedang jual mahal.

"Aku tidak ingin berpacaran dengan siapapun, bukan hanya dia saja. Bisa tidak mengutarakan tuduhan aneh itu?"

"Hanya bertanya saja loh." Wendy mengangkat bahu.

Jeonghan mendengus, lalu meminum sauvignon blanc yang dibawakan oleh pelayan bersama dengan butter lettuce soup with crouton untuknya dan escargot untuk Wendy--meskipun dia jijik setengah mati melihat bekicot berbumbu tersaji di atas piring di hadapan temannya yang setengah mabuk.

"Tetapi, Hani." panggil Wendy sambil memakan bekicot berbumbu tersebut. "Si jalang itu bilang di status media sosialnya kau sudah hampir setahun tidak one night stand lagi."

"Kau masih berhubungan dengan Axel?"

"Status media sosial, Hani! Aku belum sempat memblokir dia dari daftar temanku." Wendy mengambil satu bekicot lagi, menarik isinya dengan menggunakan tusukan yang telah disediakan dan Jeonghan ingin sekali melempar escargot tolol itu ke selokan.

"Maksudku adalah kau kan selalu saja tidur dengan orang asing dan pergi ke club untuk mabuk lalu yeah seks, aku tidak menuduhmu tetapi menurutku itu aneh melihat kamu berhenti melakukan itu."

Jeonghan mengaduk-aduk supnya tetapi dengan tatapan mata yang tidak lepas dari Wendy yang membalas tatapan matanya dengan tidak kalah tajam.

"Tebakanku benar?" bisik perempuan itu, menjatuhkan bumbu ke atas blus yang tidak ia hiraukan. "Ya Tuhan, Yoon Jeonghan."

"Ya Tuhan apa? Aku tidak mengatakan apa pun."

"Aku kenal dirimu, astaga aku benar-benar kaget. wow. Haruskan kita merayakan ini?"

Jeonghan meletakkan sendok supnya dengan kasar. "Tidak lucu, sialan. Aku masih tetap melakukan seks dengan orang asing dan Axel--status di media sosial yang itu ia posting saat dia mabuk dan mengetahui aku telah tidur dengan Choi Seungcheol yang kau sebut manusia paling seksi."

Ia berujar dengan cepat, membuat beberapa kalimatnya saling tumpang-tindih tetapi tidak mengaburkan inti pembicaraannya.

"Sudah berapa orang yang kau--"

"Wendy Shon! Haruskan kita membahas kehidupan seksku in a fucking restaurant right now?" Jeonghan mendengus sebal, selera makannya yang luar biasa karena belum makan siang telah lenyap menghilang.

"For scientific purpose no biggie, Hani."

Sang desiner interior merangkap arsitek tersebut hanya dapat menahan rasa jengkel menerima jawaban sarkatis yang tidak lucu dari perempuan yang kini bekerja di Bohn karena melarikan diri dari mantan pacarnya yang jalang.

"Terakhir kali tiga bulan yang lalu." sahut Jeonghan. "Aku manusia biasa, oke? Aku juga butuh seks untuk bertahan hidup."

Lalu mereka berdua terdiam saat Wendy hanya mengangguk saja dan melanjutkan acara makan escargot yang menjijikan itu sambil memesan satu gelas cardonnay lagi.

Jeonghan bersumpah dia tidak akan membantu Wendy kembali ke hotelnya meskipun dalam keadaan mabuk parah.

"Hani."

"Hmm?"

"Kau tahu jika kalian terus seperti ini dengan alasan yang tidak jelas, Seungcheol bisa kapan saja kabur darimu--mengerti maksudku?" Wendy berujar tanpa memandang Jeonghan yang menatapnya lekat-lekat. "Aku dengar dari ceritamu, dia sepertinya bukan orang yang sabar dalam hubungan--dia punya batasan sendiri untuk mentoleransi sebuah hubungan, yeah hubungan kalian sepertinya bukan hal yang dapat ia toleransi lebih lama."

"Wen.."

"Aku hanya mengkhawatirkamu, oke? Aku tidak ingin saat kau sudah terjatuh tetapi dia malah menyudahi apa pun yang kalian punya sekarang."

"Aku tidak selemah itu."

"Kau lemah, jangan berpura-pura. Jika tidak kenapa kau memilih untuk berhubungan tanpa status seperti ini? Kamu takut komitmen, Hani."

Jeonghan mengulum bibirnya membentuk sebuah senyuman kecil, menyendok sup tersebut ke dalam mulutnya dan merapihkan blazer yang ia kenakan.

"Aku yang paling tahu mengenai diriku dan hatiku. Terima kasih untuk makan malamnya, aku pulang duluan." kata Jeonghan meletakkan selembar 50 euro di samping mangkuk supnya.

"Lain kali aku yang akan menghampirimu ke Bohn."

Dengan sepatah kalimat tersebut dan ucapan selamat malam yang diucapkan Wendy dengan pelan, ia beranjak berdiri untuk pergi dari Le Refuge dan kembali ke apartemennya dengan Axel yang sebentar lagi akan ia tempati sendirian.

-----------------------------

1354 words

Halo!

Terima kasih untuk yang masih mengikuti From 5317 Miles sampai chapter 16 ini! Serta pembaca baru, terima kasih juga!! :)

Aku masih memutuskan untuk menamatkan cerita ini di chapter ke berapa~

Seperti biasa dibuka untuk kritik, saran dan pertanyaan~

♡  

[✓] From 5317 MilesWhere stories live. Discover now