6

4.2K 495 32
                                    

22 April 2018, 22 : 30.

(Namakamu) membuka pintu kamar mandinya saat itu juga Iqbaal membuka pintu kamar, mereka serentak membuka pintu walau berbeda pintu.

(Namakamu) mengeringkan rambutnya sembari tersenyum melihat suaminya telah pulang kerja.

"Tumben cepat, biasanya tunggu aku bangun pagi dulu baru kamu pulang," ucap (Namakamu) sembari menjemurkan handuknya, kemudian berjalan ke arah Iqbaal yang tengah membuka jam tangannya.

Iqbaal menarik istrinya mendekat ke arahnya, lalu mengecup bibirnya beberapa kali kemudian mengecup dahi istrinya dengan lembut. Iqbaal tidak menjawabnya, ia masih sibuk menciumi istrinya yang masih terlilit handuk di tubuhnya. (Namakamu) menjauhkan wajah Iqbaal darinya, Iqbaal menatap istrinya dengan sayangnya. " Kenapa lagi?" tanya Iqbaal dengan suara serak.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya," mandi dulu, sana. Aku udah siapkan air hangat untuk kamu. Baal.. ih, jangan dulu. Aku belum pakai baju.. -" (Namakamu) menolak Iqbaal saat Iqbaal ingin melakukan meminta jatah seperti biasanya.

"Aku kangen sayang. Masa aku nggak boleh,sih? Nanti mandinya barengan lagi. Ayolah, (Namakamu)," bisik Iqbaal yang masih mengecup bahu telanjang (Namakamu).

(Namakamu) menolak kembali, ia tidak suka Iqbaal jika sudah seperti ini. (Namakamu) mengangkat wajah Iqbaal yang masih betah mengecupinya. " Jangan lah, Baal. Kamu baru pulang kerja, aku nggak mau kamu sakit.. aku mau-"

Iqbaal berdecak kecil saat kembali (Namakamu) menolaknya. Ia menghela napasnya dengan pelan," kamu nggak kangen sama aku?" tanya Iqbaal dengan suaranya yang kembali memberat.

(Namakamu) merapikan rambut Iqbaal dengan tangan mungilnya. "Siapa coba yang nggak kangen? Aku mau kamu istirahat dengan baik, aku nggak mau kamu sakit karena kelelahan, kamu selalu seperti ini kalau udah lihat aku. Pikirkan dulu kesehatan kamu, baru pikirin aku. Udah, sana mandi.. ," ucap (Namakamu) dengan lembut.

Iqbaal dengan malas berjalan menuju gantungan handuk itu, ia menaruhnya ke bahunya. (Namakamu) tersenyum melihat Iqbaal yang selalu menurutinya, apapun itu.

"Sayang, dasinya dibuka dulu," panggil (Namakamu) saat melihat Iqbaal sudah akan memasuki kamar mandi. Mendengar itu, Iqbaal membalikkan badannya dari kamar mandi.

"Bukain.. ," balas Iqbaal dengan sedikit rengekkan yang terselip dari nada beratnya.

(Namakamu) berjalan ke arah Iqbaal, kemudian membuka dasi suaminya dengan tenang. Iqbaal melingkarkan tangannya di pinggang istrinya sembari menyandarkan punggung lebarnya di belakang dinding pintu kamar mandi.

"Tadi ngapain aja di rumah, Sayang?" tanya Iqbaal sembari mengusap pipi istrinya dengan lembut.

"Masak, chat kamu, bersihin rumah, nonton korea, baca novel, lompat tali, lomba renang, cat menara Eiffel, dan menabung."

Iqbaal sudah tahu jika (Namakamu) akan menjawab seperti itu, Iqbaal menatap istrinya dengan ekspresi datar. "Untung nih.. untung aja nih.. stok rasa sayang aku nggak pernah habis ke kamu, serius. Kamu memang... astaga! Bikin gemas aja!" ucap Iqbaal dengan gemasnya mengecup pipi istrinya.

(Namakamu) memutar kedua bola matanya dengan malas. " Udah, sana! Mandi.. ," pinta (Namakamu) dengan pelan.

Iqbaal benar-benar menggelengkan kepalanya melihat istrinya yang selalu bikin dirinya tidak tahu lagi untuk berpikir apapun tentang keromantisan, (Namakamu) dengan pemikirannya susah untuk dibujuk normal.

Iqbaal menutup pintu kamar mandinya dengan pelan, kemudian bersiul.

**

01 Oktober 2010, 08 : 30.

"Kak.. ," panggil Iqbaal dengan suara beratnya.

(Namakamu) membalikkan badannya saat namanya dipanggil. Ia melihat Iqbaal tidak lepas memandangnya.

" Ya?"

"Boleh minta id line?"

Iqbaal mengeluarkan ponselnya, (Namakamu) mengangkat salah satu alisnya.

"Push up 30 kali, sekarang!" ucap (Namakamu) dengan tegas.

Iqbaal membolakan kedua matanya, " Ta-tapi.. kak.. gue-"

"S E K A R A N G!" potong (Namakamu) dengan penuh penekanan.

Iqbaal seketika memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, lalu mulai push up. (Namakamu) bersedekap dada melihat Iqbaal mulai mengikuti perintahnya.

"Masih kecil udah minta id line kakak kelasnya, mau jadi apa kamu? Ha?" ucap (Namakamu) dengan tatapannya yang tajam ia beri kepada Iqbaal.

Iqbaal merutuki dirinya sembari menghitung. "Ma-af, Kak.. ."

"Matematika aja masih remedial, ini... udah berani minta id line kakak kelasnya. Mentang-mentang gue ngucapin makasih, jadi boleh gitu minta apapun dari gue, gitu?" omel (Namakamu) dengan tegas.

"Enggak, Kak," jawab Iqbaal dengan susah payah.

"Dikasih hati malah minta empedu."

"Jantung, Kak."

"Eh! Malah dijawab! Mau gue tambahin dua kali lipat? Ha?"

"Jangan, Kak."

Iqbaal menghitung kembali dengan susah payah, (Namakamu) menyipitkan matanya dengan tajam. " Hitungnya yang keras!" tegur (Namakamu) dengan tajam.

"5... 6.. 7..-"

**

"(Namakamu) katanya hukum si Iqbaal lagi?"

"Iya.. sumpah! Hahaha.. ngakak gue."

"Masalahnya kenapa, sih?"

"Itu.. si Iqbaal minta id line (Namakamu)."

"(Namakamu) memang selalu menjadikan Iqbaal kambing hitam."

"Lo kan tau kalau si (Namakamu) paling nggak suka Alrka ditentang sama adik kelas, termasuk Iqbaal. Makanya dia benci sama Iqbaal, karena Iqbaal nentang Alrka."

" Tapi kan Iqbaal kasian.. ."
Anggota osis itu kembali mendengar kabar mengenai hukuman yang diberi (Namakamu) untuk Iqbaal, siapa yang tidak mengenal (Namakamu) dengan segala kekejamannya. Ia lebih baik mati daripada harus takut! Itu prinsip hidup (Namakamu).

Tidak ada yang berani menantangnya, termasuk pemilik sekolah ini.

"Doain aja biar Iqbaal sama (Namakamu) nggak jodoh, gimana kabar rumah tangganya nanti coba?"

"Hahaha.. nggak kebayang sama gue."

**

Bersambung..

P.S : Vote 39 minimal Komentar 30

Me and My Broken HeartWhere stories live. Discover now