BAB 27

1.8K 124 37
                                    

Karena gerimis yang mengguyur kota tempat Max tinggal semakin lebat--menyerupai hujan--Max akhirnya memilih untuk pergi bersama Mil dengan mengendarai mobil. Alasannya sangat mudah dipahami: yang pertama karena ia tidak ingin jatuh sakit hanya karena hujan-hujanan--setelah tadi sore sudah bermain hujan bersama Mil. Dan yang kedua, Max sangat mencemaskan Mil jika cewek itu sakit--apalagi saat dirinya tidak bersama Mil nanti. Oleh karena nyalah, Max memutuskan untuk mengajak Mil jalan-jalan dengan menggunakan mobilnya.

Sekarang mereka berdua sudah tiba di salah satu kafe yang menawarkan nuansa klasik nan elegant--seperti kesukaan Mil. Ini bukan kafe yang biasa dikunjungi mereka, melainkan ini adalah kafe yang jarang mereka kunjungi karena lokasinya sedikit jauh dari perumahan mereka. Suasana di kafe ini sangat tenang dan nyaman. Juga bukan merupakan no smoking area. Jadi, Mil akan merasa baik-baik saja apabila berada disini--sebab, tidak akan ada sedikit asap rokok pun yang bisa membuat dirinya sesak napas.

"Seriusan nggak ada asap rokok di sini?" Mil bertanya pada Max. Ia hanya sekedar ingin memastikan aja, apakah di kafe itu sungguh tidak ada asap rokok, atau malah sebaliknya?

"Seriusan nggak ada," jawab Max. "Nggak mungkin juga gue bawa lo ke tempat yang punya layanan smoking area. Gue yang keteteran kalau lo kumat nanti."

Mil jadi nyengir setelah mendengar jawaban Max yang kini membuatnya yakin. "Syukur deh kalau gitu."

"Tugas bikin short movie nya batal," Max berkata lagi. "Bu Fika bilang takut ribet. Soalnya ini udah mendekati ujian untuk kelas dua belas, para guru sibuk banget. Beliau takut nggak bisa nonton semua short movie kita. Menurut gue sih ada benernya, soalnya 'kan tugas ini dikasihin sama semua kelas sebelas IPA dan IPS."

"Yah, pupus deh harapan gue," ucap Mil spontan.

Max sedikit menaikan salah satu alisnya, sembari menatap ke arah Mil. "Maksud lo?"

"Lo ingat 'kan, kita pernah buat perjanjian yang bersakutan dangan tugas ini?"

"Tentang hukuman yang lo buat ngaco itu?" tembak Max skakmat.

"Iya," Mil nyengir kuda lagi. "Jadinya 'kan failed."

"Bagi gue sih, Alhamdullilah."

"Iya bagi lo doang, bagi gue nggak!" cibir Mil.

"Yaudah resiko lo sendiri," Max tersenyum miring sekarang. Dia tahu betul kalau Mil sedang kesal-kesalnya saat ini. Hanya karena Bu Fika membatalkan tugas Bahasa Indonesia pemberian beliau.

"Oh iya, udah denger kabar?" Mil bertanya.

"Tentang apa?"

"Camping  besar-besaran khusus siswa-siswi SMA Model."

"Yang dibilang sama Brian kemarin?"

"Kak Brian, bukan Brian," koreksi Mil.

"Bodoamat sih," jawab Max ketus. "Jadi, berita soal camping itu gimana?

"Acaranya dimajuin jadi minggu depan. Hari Sabtu jam tujuh pagi acara di mulai. Dan hari Minggu jam lima sore acara selesai."

"Bentar amat."

"Soalnya para guru harus mempersiapkan segala macam ujian untuk anak kelas dua belas. Ya, bisa camping  selama dua hari satu malam aja udah syukur. Karena sebelumnya Pak Johan tiba-tiba nggak mau mempersetujui acara ini. Tapi karena banyak pihak guru yang setuju dengan acara ini, akhirnya Pak Johan jadi mau lagi deh," Mil menjelaskan. Setelah penjelasan itu terdengar oleh Max, seorang pelayan membawa dua buah gelas berisi minuman dan dua piring makanan yang berisi makanan--masing-masing tempat terisi oleh menu yang berbeda: Green tea ice dan Pasta untuk Mil, sementara untuk Max ialah Chocolate ice--dengan es yang sangat sedikit--dan sepiring medium Burger berisi kentang goreng yang disajikan di samping Burger itu.

Max & Mil [Completed]Where stories live. Discover now