BAB 26

1.7K 120 9
                                    

Jam yang melingkar di pergelangan tangan Brenda menunjukan pukul delapan lewat dua puluh tujuh menit dan dirinya baru saja tiba di pekarangan rumahnya yang lumayan besar--bernuansa cokelat bak istana kerajaan. Halaman rumah Brenda yang luas diisi oleh taman hijau yang terasa sejuk saat pagi hari. Selain itu, tanah yang tersisa--yang hanya dijadikan tempat parkir mobil atau motor tamu--menhgunakan paping warna cokelat pula. Rumah itu tidak betingkat dua, namun memang terlihat besar dan memanjang kebelakang. Rumah ini adalah design dari Arsitek ternama pada tahun 2014.

Brenda masuk tanpa salam, melalui pintu utama rumah. Dirinya beranggapan untuk apa memberi salam jika tidak ada yang menanggapi? Toh Bi Ayu juga tidak ada mendengar saat di dapur--karena jarak dapur dan pintu utama rumah sangatlah jauh.

Cewek itu melangkah dengan santai dan gaya khas dirinya--menuju dapur. Ia ingin makan malam sekarang, karena ia merasa lapar. Tanpa mengganti pakaian, menaruh tas di kamar dan mandi, Brenda lebih memilih untuk makan malam terlebih dahulu.

"What the hell!" Brenda terlonjak dalam hati, setelah melihat sosok wanita yang sedang masak di dapur rumahnya. Wanita itu belum menyadari kehadiran Brenda, karena ia memasak dengan membelakangi Brenda. Namun untuk Brenda, dia benar-benar merasa kaget setelah mengetahui siapa yang datang.

"Bi, tolong buatin minuman yang Brenda suka ya kalau makan malam," wanita itu berucap pada Bi Ayu yang tengah membantunya memasak--di sampingnya.

"Non Brenda teh kalau malam cuman minum air putih, Bu," giliran Bi Ayu yang menjawab.

"Nggak minum susu Bi? Dulu kalau malam dia biasa minum susu," wanita itu bertanya sekaligus memberi pernyataan. "Dia suka nangis kalau nggak dibikinin susu."

"Bener begitu Bu?" Bi Ayu mulai tercengang.

"Iya Bi, itu jaman waktu Brenda masih SD sih," wanita itu terkekeh pelan. "Saya nggak tau juga, dia jadi jarang minum susu sekarang."

"Pengin diet aja mungkin Bu," Bi Ayu juga terkekeh, lalu tak sengaja menoleh ke arah Brenda yang memperhatikan mereka dengan raut wajah yang datar. "Nah itu non Brenda sudah datang."

Wanita yang sedang memasak bersama Bi Ayu spontan berbalik ke belakang--melihat ke arah Brenda yang juga sama-sama melihat ke arahnya. Ekspresi wanita itu tentunya memancarkan aura kecantikan: tersenyum manis. Sementara Brenda? Tak sedikit pun melukiskan senyumannya.

"Mamah ngapain di sini?" Brenda bertanya ketus. Pandanganya tetap tertuju pada wajah Dian--Ibunya. "Mending Mamah pulang sekarang. Ini udah malam."

"Mamah cuman pengin makan malam sama kamu, Nak," Dian mencoba untuk bersikap baik agar suasana tak menegang. "Mamah udah masakin masakan kesukaan kamu. Kita makan sekarang ya."

Bagi Dian, tak perlu menunggu jawaban penerimaan atau penolakan dari Brenda, ia memang harus segera menyiapkan makan malam untuknya dan Brenda. Wanita itu tak memperdulikan ekspresi wajah Brenda. Yang ia pedulikan sekarang hanyalah tentang makan malamnya bersama Brenda--anak semata wayangnya.

Meskipun dipenuhi dengan rasa canggung dan sedikit risih, Brenda akhirnya mau duduk di meja makan bersama Mamahnya. Ia akan melakukan kegiatan makan malam bersama Mamahnya, malam ini. Mendengar ucapan Mamahnya yang mengatakan jika Mamahnya sudah memasakan masakan kesukaanya, entahlah mengapa Brenda akhirnya menerima tawaran itu. Sebetulnya hampir satu bulan sudah ia tak makan makanan kesukaanya. Hanya Dian dan Bi Ayu yang tau makanan kesukaan Brenda. Namun masakan Dian dan Bi Ayu terasa berbeda. Masakan buatan Dian seakan memiliki khas tersendiri sehingga Brenda beranggapan hanya Dian lah yang bisa memasakan makanan kesukaanya dengan citra rasa yang pas.

Oleh karena nyalah, sejak dua puluh tiga hari Dian pindah dari rumah itu, Brenda tak pernah lagi makan makanan kesukaanya. Meskipun berkali-kali Bi Ayu membuatkannya, cewek itu akan enggan untuk memakannya--sebab, rasanya tak sama dengan masakan Mamahnya.

Setelah semuanya sudah tersaji rapi di atas meja makan, Dian dan Brenda mulai makan. Mereka sibuk dengan aktivitas makan malam masing-masing: Brenda yang memilih untuk makan masakan kesukaanya, sedangkan Dian memilih makan makanan kesukaanya yang berbeda dengan Brenda.

Selama beberapa detik mereka saling berdiaman. Bi Ayu yang menyaksikan hal itu secara diam-diam hanya bisa mendengus pasrah. Dia tidak tahu apakah moment kali ini akan berjalan dengan baik atau malah sebaliknya. Yang jelas, Bi Ayu berharap semua masalah antara Dian dan Brenda segera berakhir--membuat Ibu dan anak itu menjadi akur lagi, serta kembali hidup di satu atap yang sama.

"Habis pulang sekolah, kamu kemana Nak?" Dian mulai bertanya--dengan niat untuk membuka awal pembicaraan mereka. Dian memang sesekali melirik ke arah Brenda, tetapi tidak dengan Brenda. Cewek itu hanya fokus memandang ke arah piring yang berisi makanannya.

"Nyari angin," Brenda menjawab cuek.

"Kemana?" Dian bertanya lagi, karena rasa penasarannya.

"Mamah nggak perlu tau," Brenda menjawab lagi. "Mamah kesini kenapa nggak kabarin aku dulu?"

Sebentar Dian terdiam sambil melirik ke arah anak semata wayangnya itu. "Kalau Mamah kabarin kamu, percuma aja. Kamu nggak akan angkat telepon Mamah, kamu juga nggak akan balas pesan Mamah."

Sekarang giliran Brenda yang terdiam. Ia jadi merasa bingung harus menjawab apa lagi. Mungkin sebaiknya Brenda diam kali ini--takut salah bicara yang berujung kesalahan pahaman.

"Sekolah kamu gimana?" Dian bertanya lagi.

"Baik-baik aja."

"Teman-teman di kelas semuanya baik 'kan sama kamu?"

"Iya."

"Teman di luar kelas juga baik sama kamu?"

"Iya."

"Ada yang kamu suka?"

Karena pertanyaan ketiga itu, Brenda jadi berhenti sesaat dari aktivitasnya. Cewek itu sedikit mendongkak ke arah Dian dengan ekspresi wajah yang datar, namun Dian sangat tahu jika Brenda sedikit merasa terkejut dengan perkataanya.

"Maksud Mamah, ada orang yang kamu suka nggak?" Dian bertanya lagi. Tak bisa dipungkiri jika dirinya sedang menahan tawa untuk meledek anaknya saat ini. "Seperti cowok?"

"Kenapa Mamah nanya gitu?" Brenda balik bertanya.

"Mamah cuman tanya. Anak Mamah 'kan sudah memasuki usia remaja. Pasti ada dong, cowok yang kamu suka," nada bicara Dian bak seorang Ibu yang terlihat genit ketika mengejek anak perempuannya. Tujuan Brenda tak lain hanya penasaran dan ingin membuat suasana mencair, tak sepi seperti biasanya.

"Nggak ada," Brenda menjawab ketus, lalu mulai melanjutkan acara makan malamnya. Kepala Brenda yang tadinya sedikit mendongkak pun kini mulai menurun. Ia hanya fokus berkutik pada makanan miliknya.

Kali ini Brenda jadi merasa salah tingkah dan malu karena pertanyaan Dian. Yang terjadi seharusnya ia merasa canggung karena kehadiran Dian, tetapi malah menjadi malu dan salah tingkah karena Dian.

"Mamah pikir kamu udah pernah suka sama cowok," Dian melanjutkan. "Soalnya kamu 'kan cantik, pasti ada cowok yang suka sama kamu. Dan mungkin aja, kamu juga suka sama dia."

Brenda hanya tersenyum kecil setelah mendengar pernyataan Dian. Dirinya masih tak ingin mendongkak lagi ke arah Dian, ataupun menanggapi perkataan Dian dengan berlebihan. Sebab, Brenda merasa malu dan salah tingkah. Lebih malu lagi apabila Dian mengetahui jika Brenda memang sedang menyukai seseorang saat ini.

Max & Mil [Completed]Where stories live. Discover now