BAB 1

6.3K 252 51
                                    

Deru langkah kaki seseorang menggema di seluruh penjuru koridor sekolah. Kaki nya menapak lantai demi lantai dan berlari semampu yang ia bisa. Langkah itulah yang membawanya menuju suatu tempat—yang menjadi tempat pertemuannya dengan seseorang.

Suasana disekolah pada sore ini tidak terlalu ramai. Hanya terlihat beberapa siswa saja yang masih berlalu lalang di koridor sekolah. Ada pula yang baru saja keluar dari kelas—mereka adalah anak-anak yang baru saja selesai mengikuti les tambahan. Ya, salah satu hal dari sekian banyak hal yang harus kalian ketahui mengenai SMA Model—sekolah yang memiliki akreditasi A ini mewajibkan seluruh murid kelas agit IPA maupun IPS untuk mengikuti les tambahan pada awal semester satu hingga mendekati ujian nasional nanti. Apabila seorang murid ketahuan membolos dari les tambahan itu, siap-siap saja ia akan menerima sanksi dari guru yang bersangkutan atau bahkan kepala sekolah SMA Model.

Tapi, untuk siswa siswi kelas aud dan utas, terserah mereka saja ingin mengikuti les tambahan atau tidak. Karena les tambahan mata pelajaran seperti matematika, biologi, kimia, fisika, ekonomi, geografi, serta sosiologi juga merupakan ekstrakulikuler di SMA Model. Dan untuk siswa siswi yang memiliki pringkat 1,2,3,4, dan 5—baik itu kelas utas, aud, dan agit—diwajibkan untuk mengikuti salah satu ekstrakulikuler les tambahan itu, dengan syarat menyesuaikan jurusan pilihan mereka di sekolah.

"Gue—"

"Sepuluh menit dua puluh tujuh detik," selak seseorang, pandanganya melihat  jarum jam yang bergerak pada jam tangan yang melilit di pergelangan tangannya. "Lo telat selama itu, dan artinya lo udah buang-buang waktu gue!"

Max mendengus kesal. "Gue rela nggak ikut les fisika cuman demi ngajarin lo basket, padahal sebelumnya Bu Aida nggak kasih izin ke gue. Tapi, lo malah—"

"Lo ajarin gue sekarang juga, oke?" sekarang giliran Mil yang memotong pembicaraan Max. "Satu mangkok bakso Bang Ujang deh, setelah kita latihan. Sekalian gue jelasin alasan gue telat datang. Gimana?"

Bukannya menjawab perjanjian yang dibuat oleh Mil, Max justru menatap lekat manik mata Mil yang amat cokelat.

"Dua mangkok deh!" seru Mil lagi. "Yang penting lo jadi ngajarin gue main basket sore ini. Ya Max, ya?"

"Lo tau kan, gue butuh banget latihan sore ini. Demi nuntasin mata pelajaran olaharaga yang dibawah KKM!" jelas Mil dengan histeris, sama seperti biasanya. "Ya Max, ya? Please?"

Ekspresi 'sangat memohon' yang terukir jelas di wajah Mil sudah sangat sering Max lihat. Cowok itu bahkan hapal gelagat khas Mil, dengan ekspresi itulah cowok manapun yang melihatnya akan luluh, dan menerima bantuan yang diajukan oleh Mil—mungkin, Max adalah salah satunya. Apalagi Mil itu sangat pandai mengekspresikan nya dengan memperlihatkan wajahnya yang sangat menggemaskan.

Ya, selain cantik, Mil juga memiliki paras wajah yang imut, sehingga terlihat sangat menggemaskan apabila ia memancarkan ekspresi 'sangat memohon' akan sesuatu dan ekspresi ketika dia sedih, bahkan tertawa. Selain berkulit putih, Mil juga seperti cewek bodygoals. Tinggi badannya hampir 168 sentimeter saat ini, dengan berat badan yang ideal. Mil juga tidak akan menjadi gemuk apabila makan berlebihan, dan hal itu Mil katakan sebagai anugerah terindah dari Tuhan.

"Max? Please?" sekali lagi, Mil mencoba membojok Max.

Sesaat Max terdiam sambil menatap wajah Mil yang masih memancarkan ekspresi 'sangat memohon' khas nya. Max mendengus, lalu beberapa kali memantulkan bola basket ke tanah. Ia mengangguk samar namun dapat dilihat jelas oleh Mil jika Max meng-iya kan permintaan Mil—untuk mengajarinya bermain basket sore ini.

"YES!" Mil berseru senang.

***

"Pesanan atas nama Elizabeth Yamanto udah di packing?" Tina bertanya pada kasir butik Cantik Mode.

Max & Mil [Completed]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt