30

941 191 24
                                    

[ WENDY ]


Setiap kali keluargaku pergi berlibur ke suatu tempat—baik itu dalam negri maupun luar negri—barang wajib yang harus kami bawa adalah makanan. Kenapa? Karena kami tidak akan sanggup berkeliling tanpa makanan di tas kami.

Papa adalah penggemar berat ikan laut. Karena itu semalam, aku dan Mama membeli beberapa sushi untuk dimakan Papa saat di kereta.

Mama adalah penggemar makanan manis. Jadi, segala snack dengan rasa cokelat, vanila, stroberi, oreo, wajib ada di tas Mama. Oh, ya, Mama juga pelit untuk berbagi. Terutama pada Kak Rachel yang juga menyukai makanan manis.

Selain makanan manis, Kak Rachel adalah penggemar susu. Kak Rachel suka membawa empat sampai lima susu kotak di dalam tas untuk diminum selama perjalanan.

Sedangkan aku? Yah, aku suka semuanya. Aku bukan penggemar makanan apapun. Bagiku, masakan buatan Mama adalah nomor satu. Entah itu manis, asin, asam, pedas, aku menyukai apapun yang dibuatkan Mama.

Ajaibnya, di dunia ini, pasti tidak ada orang yang membenci masakan orang tua sendiri. Walau orang tua kita hanya bisa membuatkan satu jenis makanan, asal kita suka dengan rasanya, makanan itu selamanya akan menjadi favorit kita.

Meski masakan Mama sangat enak di lidahku, beliau tidak berencana membuka usaha dari itu. Berbeda dengan Ibu Suga, beliau menyalurkan bakat memasaknya dengan membuka suatu restoran.

Iya, restoran. Aku berani bertaruh kalau kalian pun pasti akan menyukai menu yang ada di Lazy Days—restoran keluarga Suga. Dan beruntung sekali, selama empat hari ke depan, aku memiliki kesempatan untuk makan di sana.

Pukul setengah sembilan pagi, kereta ekspres yang membawa aku dan keluargaku tiba dengan selamat di Stasiun Kota Daegu. Berbeda dengan keluargaku yang baru kali ini datang ke Daegu, aku sudah pernah ke tempat ini sebelumnya.

Segera setelah turun dari kereta, aku mengirim pesan pada Suga untuk menanyakan posisinya. Rupanya laki-laki itu sudah menunggu kami di samping kedai roti hangat yang ada di stasiun. Suga, dengan penampilan yang terbilang cukup classy, menyambut baik keluargaku.

"Selamat pagi, Suga," sapa Mama antusias. "Mohon bantuanmu lagi, ya."

"Nggak masalah, tante. Aku juga nganggur di Daegu," jawab Suga santai.

Kak Rachel tersenyum tipis. "Wah, sepertinya barusan aku mendengarmu berbicara dengan aksen Daegu?"

"Kebiasaanku kembali, nih, Kak," sahut Suga masih dengan aksennya yang jarang aku dengar.

Entah sejak kapan aku sudah terbiasa melihat keluargaku melakukan interaksi dengan Suga. Aku jadi berpikir, apakah keinginan Papa dan Mama untuk memiliki anak laki-laki sungguh besar atau tidak. Karena yang aku lihat, mereka ramah sekali pada Suga.

"Jadi, apa agenda kita hari ini, Suga?" tanya Papa bersemangat.

Suga berdeham. "Aku akan mengajak kalian ke taman yang ada di dekat sini. Kita akan jalan kaki ke sana. Aku parkir mobilku di taman itu dan aku juga membawa sarapan untuk kalian."

"Sarapan dari restoran keluargamu?" tanyaku menebak.

"Benar," jawab Suga singkat. "Jadi kalian jalan dulu, baru bisa menikmati sarapan."

Tidak satupun dari anggota keluargaku yang mengeluh saat Suga memberitahu kami bahwa kami harus jalan kaki. Cuaca hari ini sangat bagus dan sambil berjalan, kami tentu bisa menikmati pemandangan Kota Daegu.

"Kalau begitu, ayo berangkat!" kata Mama tidak kalah semangat.

Kami berlima turun ke trotoar dan berjalan lurus menuju arah timur, sesuai instruksi Suga. Papa, Mama, dan Kak Rachel berjalan lima langkah di belakangku dan Suga, karena mereka asyik memotret pemandangan. Hal ini membuatku berjalan di sebelah Suga yang sedari tadi diam.

Before the Concert ✔️Where stories live. Discover now