13

906 180 30
                                    

[ SUGA ]


Pernahkah kamu berjumpa dengan kondisi 'setengah hidup'?

Hatimu akan terasa hampa, di mana segala canda tidak bisa membangkitkan humormu. Tatapanmu akan kosong, apapun yang kamu lihat tampak kabur dan tidak berarti. Pendengaranmu akan pasif, setiap kata hanya lewat begitu saja tanpa sempat diproses oleh otak.

Aku, Min Suga, saat ini berada dalam kondisi 'setengah hidup' seperti itu.

Pernikahan kakak kandungku dilaksanakan hari ini. Dan di hari berbahagia seperti ini, aku diam bagaikan patung di antara keramaian. Merasa sepi, sendiri, di antara keluarga besarku. Bahkan aku hampir tidak berbicara. Aku sekedar bersuara tanpa berpikir.

Mataku berusaha menghindari Ayah dan Ibu yang berdiri di samping panggung. Sulit dipercaya mereka yang saat ini sedang tertawa itu sudah memikirkan perceraian sejak 2 tahun yang lalu.

Ya, aku ulang sekali lagi, sejak 2 tahun lalu. Yang berarti setahun setelah kepergianku ke Seoul, ada perselisihan di antara mereka yang membuat mereka memutuskan untuk bercerai.

Dua hari yang lalu, Kak Sora—kakak kandungku—memberitahu semua hal yang dia ketahui tentang masalah yang ada di antara Ayah dan Ibu. Sumber dari perselisihan mereka adalah perdebatan tentang pekerjaan.

Ayahku berencana pensiun dari pekerjaannya sebagai jaksa dan berpindah haluan menjadi pengacara. Untuk membangun kantor pengacara pribadi, Ayah meminta Ibu menutup restoran keluarga kami yang sudah berdiri sejak sepuluh tahun lalu.

Hal itu membuat Ibu yang biasanya sabar menjadi marah. Ibu menentang keputusan Ayah menjadi pengacara dan meminta Ayah untuk tetap menjadi jaksa. Ibu juga tetap ingin mempertahankan restoran keluarga kami.

Dan dengan sangat memaksa, Ayah meyakinkan Ibu bahwa uang yang akan didapatkan seorang pengacara akan lebih banyak daripada jaksa maupun pemilik restoran. Ibu menjadi marah karena Ayah mengira Ibu menikahinya untuk uang.

Kejadian selanjutnya dapat kutebak. Ayah pergi dari rumah dan mulai tinggal di kantor. Sedangkan Ibu meneruskan usaha restoran keluarga kami yang ternyata semakin sukses. Di antara kesibukan itu, orang tuaku masih sempat pergi ke pengadilan perceraian mereka.

Menurut Kak Sora, sidang terakhir mereka akan dilaksanakan tahun ini dan keputusan hakim akan sah jika aku dan Kak Sora hadir dalam sidang tersebut. Tentu saja aku tidak akan datang. Dirantai seperti anjing pun aku tidak akan sudi datang.

Kak Sora yang melihat sudah tidak ada kesempatan di antara Ayah dan Ibu untuk berbaikan, memutuskan untuk menikah dan mundur dari pekerjaannya sebagai anggota badan intelejen negara. Kak Sora dan istrinya akan membantu Ibu mengelola restoran keluarga kami.

Baik Ayah maupun Ibu menutup rapat-rapat permasalahan ini. Hanya beberapa orang di keluarga besar kami yang tahu. Dan tidak satupun dari mereka yang berani memberitahuku tentang ini, kecuali Kak Sora.

Meski jalan pikir mereka berbeda, Ayah dan Ibu masih peduli pada diriku. Mereka merasa bahwa aku tidak perlu tahu hal yang sesungguhnya, karena aku adalah tipe orang yang sulit bekerja di saat pikiranku terganggu.

Bahkan orang tuaku dan Kak Sora berharap aku akan datang di pagi hari sebelum pernikahan dan segera pulang setelah acara selesai. Mereka juga sudah menyiapkan strategi untuk membawaku pulang ke Daegu di hari sidang perceraian mereka.

Aku merasa dikhianati oleh keluargaku sendiri. Sungguh, ini begitu sakit.

"Hei, jangan pasang wajah murung begitu," ujar Kak Moonbyul, kakak sepupu perempuanku yang datang pada acara hari ini.

Before the Concert ✔️Where stories live. Discover now