21: The Open Book

5.2K 722 190
                                    

       

Flo

Gue mengiyakan ajakan Zio. Sebenarnya kalau boleh jujur, gue ingin tetap bersama Daryll. (Well, obviously....) tapi, waktu gue bertanya melalui kontak mata apa sebaiknya gue tetap tinggal atau pergi, cowok itu malah mengangkat bahu lalu bilang, "Pergi aja. Nyokap gue sebentar lagi datang, ko." Waktu mengatakan itu, ekspresinya sama sekali enggak bisa ditebak.

Sebenarnya, wajah Daryll terbuat dari apa, sih? Kalau kami sama-sama terbuat dari tanah, kenapa sulitttttt sekali menebak-nebak air mukanya? Dasar cowok scorpio!

Walaupun Daryll menyarankan gue untuk pergi, gue tetap bisa menolak ajakan Zio dan memilih untuk tetap menemaninya, tapi, gue berpikir, kalau Daryll benar-benar ingin gue ada di sini, maka cowok itu akan meminta gue untuk tetap di sini. Kalau dia sendiri menyarankan gue untuk pergi, yaudah, gue beneran pergi. Lagian, kalau kata Oliv, setiap kita lagi menggebet seseorang, salah satu moto yang harus kita tanamkan adalah, "Don't push your luck." Gebetan lo bukan hadiah atau rekor yang setiap hari harus dikejar. Kalau hari ini dia sudah membuat kita senang, disyukuri aja. Jangan dikit-dikit meminta lebih. Nanti yang ada mereka malah menganggap kita annoying lagi. Enggak mau, kan?

Zio menjemput gue di rumah sakit. Waktu gue tanya mau ditraktir apa, lagi-lagi dia menyerahkan pilihan ke gue. Padahal gue sudah siap-siap kalau dia minta ditraktir candle light dinner di hotel, "Terserah lo aja, Flo. Gue ngikut." Cowok itu daritadi enggak berhenti mengoceh kalau dia senang banget karena tebakannya benar, "Pingin cium tangan gue sama Kylie karena beneran hamil." Katanya sambil mengirim air kiss ke udara. Ada-ada aja.

Karena Zio menyerahkan pilihan ke gue, akhirnya gue menyarankan agar kami makan di  restoran korea Mun Gung Hwa yang ada di Dharmawangsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena Zio menyerahkan pilihan ke gue, akhirnya gue menyarankan agar kami makan di  restoran korea Mun Gung Hwa yang ada di Dharmawangsa. Restorannya ada di lantai dua, tepat di atas super market yang menjual produk-produk Korea. Mulai dari makanan, alat-alat masak, sampai Soju, pun, juga ada. Waktu bertemu kedua kali di Food Hall, Zio pernah bilang kalau salah satu tempat kesukaannya adalah supermarket. Semoga dia senang dengan pilihan gue.

Dan benar aja. Sangking bersemangatnya karena baru pertama kali pergi ke super market Korea, Zio sampai lupa mengunci mobil, "Supermarket! Kita ke Supermarket!!!!!!!!" serunya sambil mengambil trolly. Padahal gue enggak yakin ia mengerti dengan barang-barang yang dijual di sini, "Biasanya, taman bermain gue itu enggak jauh-jauh dari Food Hall, Ranch Market, Lotte Mart, Carefoor, Hero, Total....pokoknya supermarket standar. Gue enggak pernah ke supermarket kecil dan enggak terkenal, tapi menjual barang-barang unik! Wooohoooo!"

Gue geleng-geleng kepala. Rasanya seperti membawa anak kecil jalan-jalan ke dufan.

Zio mendorong trollynya pelan-pelan. Lagaknya seperti cewek-cewek yang sedang belanja di Forever 21. Apa aja dipegang. Apa aja dibilang lucu. Cowok itu bahagia banget waktu menemukan mangkuk, sumpit, dan sendok stainless steel yang biasa dipakai oleh orang korea di drama-drama, "Gue selalu pingin nyobain makan pakai sendok panjang dan sumpit kaya gini!" serunya sambil memasukan alat-alat makan itu ke dalam trolly.

The Name of The Game [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang