18: Hate You, Love You

4.5K 719 157
                                    

Zio

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Zio

Gue sedang berjalan sendirian di kantin teknik, celingukan mencari Shaien dan Sharon. Mereka enggak ada di meja yang biasa kami tempati setiap makan siang. Kemana, ya?

Waktu gue ingin mengirim pesan, bertanya mereka ada dimana, Shaien dan Sharon muncul dari belakang gue. Tapi, bukannya menyapa, mereka berdua malah berjalan melewati gue lalu duduk di meja bersama Daryll...dan Flo.

"Flo?" tanya gue, "Lo ngapain ada di sini?" Ngapain juga dia makan siang di kantin teknik? She doesn't even go here!

"Emang kenapa?" Malah Daryll yang menjawab, "Dia, kan, cewek gue."

"HAH?! KAPAN JADIANNYA?" Perasaan baru kemarin Flo masih cerita galau-galau tentang Daryll. Gue lalu menoleh pada kedua sahabat gue. Kenapa mereka malah duduk bersama Daryll dan nyuekin gue?

Gue duduk di hadapan mereka, dan waktu pantat gue baru menyentuh kursi, Daryll berdehem, "Ehem, Yo." Tegurnya, "You're wearing denim." Ia lalu berbisik, "It's Monday."

Gue melirik jaket jeans yang gue kenakan. Jaket ini baru saja dicuci dan disetrika sama bunda dengan penuh cinta. Enggak ada serat kusut ataupun noda kotoran yang menempel, ko, "Terus kenapa?"

Shaien melipat tangan di atas meja lalu menatap gue serius, "So, that's against the rules. And you can't sit with us."

"Hah....?" Gue mangap. Apa-apaan, nih? Ko, gue jadi kaya anak SD dimusuhin gini?, "What rules?"

"YOU CAN'T SIT WITH US!" pekik Daryll. Gue sampai mengerjap karena ternyata cowok ini punya suara setinggi penyanyi seriosa.

Gue melihat Daryll. Mencari kewarasan yang tersisa dari kedua matanya. Namun sekuat apapun mencari, sepertinya Daryll serius. Dia benar-benar mengusir gue dari meja ini.

Gue lalu menumpukan pandangan pada kedua sahabat gue, dan Flo. Tapi, jangan, kan membalas tatapan gue, ketiga orang itu malah memperhatikan Daryll seakan cowok itu keturuan Zeus.

Gue berdiri dari meja, dan waktu berbalik, gue malah menabrak pundak Tara si manusia berlendir. Cewek itu menepuk-nepuk pundaknya yang barusan beradu dengan bahu gue, lalu berdecak seakan baru saja bertabrakan dengan kotoran, "Watch where you're going, bencong!"

BAK!

Gue mengangkat kepala dari meja, lalu melihat sekeliling. Semua kepala di kelas sedang menoleh ke arah gue dengan wajah menahan tawa. Gue memijat kening, lalu mengambil sebuah spidol dari atas meja. Punya siapa, nih?

"Enak tidurnya?" tanya Pak Feri sambil berkacak pinggang. Kumis tebalnya bergerak-gerak mengikuti raut wajahnya yang ditekuk sempurna, "Kamu sudah pintar sampai enak-enak tidur dalam pelajaran saya?"

Tidur....? Jadi tadi hanya.....Alhamdulillah, "Maaf, Pak." Gue mengucek-ngucek mata, lalu berjalan ke depan untuk mengembalikan spidolnya.

Pak Feri mengambil spidolnya dengan kasar, "Cuci muka sanah! Saya paling enggak suka kalau ada yang tidur saat saya menerangkan pelajaran!"

The Name of The Game [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now