Flo
Hari ini adalah jalan pertama kami semenjak Zio mengajak PDKT beberapa waktu lalu. Bisa dibilang, walaupun udah pernah beberapa kali jalan bareng, hari ini adalah kencan pertama kami. Kalau dipikir-pikir jadi pingin ketawa deh. PDKT sama Zio, kencan sama Zio. Mana pernah sih terpikir sebelumnya kalau hubungan kami akan berada di tahap ini?
Gue pikir, Zio akan mengajak untuk mutar-mutar super market, tapi dia bilang karena sekarang udah naik level dari teman jadi PDKT-an, tempat jalan-jalan kami juga harus di-upgrade, "Ke Bandung aja yuk." Katanya, "Gue pingin ngopi di Braga deh."
Gue ketawa, "Alah, sok-sokan lo ngopi! Paling pas udah sampai sana, pesannya Milkshake!"
Zio ngakak, "Jawaban andahh benaaaaaaaaaaaaaaaarrrr!!!!!!"
Perjalanan dari Jakarta ke Bandung sama Zio..... ribet banget! Sebelum pergi, kita mampir sebentar ke mini market untuk beli cemilan, dan Zio hampir membeli semua jenis ciki yang ada di rak. Belum lagi cowok itu juga membeli beberapa obat-obatan kecil seperti tensoplas, panadol, antangin, minyak kayu putih, betadine, dan perban, "Yo, kita mau ke Bandung loh. Bukan kemah pramuka! Ngapain bawa perban segala?"
Zio mengangkat bahu cuek, "Kalau gue jatuh terus lecet gimana? Lo mau gendong gue?"
Gue geleng-geleng kepala, "Emang kalau lecet doang perlu digendong?" Dasar lelaki manjyah!
Sesampainya di Braga, Zio langsung norak begitu menemukan café dengan ornamen pintu warna merah. Cowok itu bilang, ia enggak pernah melihat café seperti itu sebelumnya. Katanya seperti kedai kopi mungil yang ada di Paris, "Flo, fotoin gue dong di depan pintu café itu. Yang bagus ya. Awas lo!" Cowok itu mengambil posisi duduk di depan pintu café lalu menekuk kakinya sedikit. Wajahnya di arahkan menghadap jalan seakan-akan sedang merenung. Enak ya kalau jadi cowok ganteng. Duduk di depan café bisa kelihatan seperti model yang sedang photoshoot. Coba kalau gue yang berpose kaya gitu. Dikira gembel lagi numpang neduh kali.
Hari ini, Zio mengenakan sweater abu-abu polos, celana jeans dan sepatu putih. Lama-lama gue jadi suka deh sama rambut pendek barunya. Cowok itu jadi terlihat lebih dewasa dan fresh.
Setelah beberapa kali ganti pose, cowok itu memeriksa hasil jepretan gue, "KO GUENYA GENDUT SEEEEEHHHHHH???????" Zio men-zoom hasil foto gue, lalu protes, "Ih, Flo, lo kalau foto yang bener dong! Ko, gue jadi kelihatan gendut gini sih? Ulang lagi!"
"Apanya yang gendut sih????" Gue ikutan men-zoom, "Enggak gendut ko, Yo! Lagian, lo gendut darimananya deh? Kaki lo aja kecil begitu!"
"Jenjang keleus bukan kecil." Zio memberikan kembali ponselnya, "Nih, fotoin lagi. Ngambil fotonya jangan terlalu ke atas. Bahu gue jadi kelihatan kaya laki."
Gue ngakak, "Terus yeti kalau bukan laki apaan? Betina?"
Setelah mengulang beberapa kali, akhirnya Zio mendapatkan foto yang ia mau. Fyuh! Memotretnya jauh lebih melelahkan daripada memfoto ibu-ibu saat lagi arisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Name of The Game [TELAH TERBIT]
Teen Fiction[COMPLETED] Tentang seorang laki-laki beraroma vanilla yang takut kecoa tapi enggak pernah takut menjadi diri sendiri. Tentang seorang laki-laki yang mencari dirinya dari bait lirik Sheila on 7 dan segelas Milo hangat. Dan tentang seorang perempuan...