Vingt-deux: Solivagant

723 134 11
                                    

(adj.) Wandering alone

---

"Eh Den Kanig baru pulang." Pak Yanto supir ayahnya menyapa dari arah garasi, sesaat setelah Kanig mengunci mobilnya.

"Iya nih, Pak." Kanig tersenyum tipis, "Pak Yanto baru pulang juga?"

"Ah engga sih saya mah. Tadi bapak sehabis isya sudah pulang. Yang baru datang sih Den Arik. Baru banget sekitar 10 menit yang lalu."

Kanig mengernyitkan dahinya. Kemudian ia melihat jam tangannya. Sekarang pukul 10 malam lewat sedikit, biasanya Arik baru pulang pukul 11 malam dari kantornya. Kebetulan, ada yang harus gue ceritain. Ujarnya dalam hati.

"Ya sudah saya duluan ya, Pak." Kanig pamitan kepada Pak Yanto yang sedang mengelap mobil yang biasa dipakai ayahnya.

Ia kemudian memasuki rumahnya. Lampu-lampu sudah hampir semuanya di padamkan, kecuali lampu pantry. Ia melangkahkan kakinya ke pantry dan tentu saja ia menemukan Arik sedang duduk di kursi tinggi dengan semangkuk sereal dan susu coklat di gelas.

"Rik." Panggilnya.

Arik mengangkat wajahnya dari mangkuknya. "Eh Kak. Abis dari mana? Tumben gue yang duluan sampai." Tanyanya sambil nyengir.

Kanig menghampiri Arik dan duduk di kursi tinggi yang berada di sebelah Arik.

"Habis ketemu Alex gue tadi." Jawab Kanig lesu sambil menatap kosong meja granit di hadapannya.

"Oow, tew-rus?" Arik bertanya sambil mengunyah serealnya.

"Gue nembak Alex tadi."

"Uhuk uhuk!" Arik tersedak setelah mendengar apa yang kakaknya tadi katakan. Ia memukul-mukul dadanya sambil meraih gelas yang berisi susu coklatnya, kemudian meminumnya.

Setelah sudah tidak lagi tersedak, matanya membesar saking kagetnya. "What?! Kok tiba-tiba?"

Kanig menghela napasnya pelan, "Well, like I have a choice." Ujarnya sambil kemudian menceritakan kejadian lengkapnya dan semua pembicaraan mereka berdua di basement tadi.

"Jadi gimana perasaan lo sekarang, kak?"

"I don't know. Di satu sisi gue lega, hal yang gue pendam selama bertahun-tahun akhirnya keluar. Tapi di sisi lain, I really feel sorry for Alex. Gue ngomong di saat dia lagi kayak gini. Gue egois banget, Rik."

"Tapi dia jelas mancing lo, Kak. Terus dia jawab apa?"

Kanig memejamkan matanya sesaat. "Dia belum jawab, katanya dia butuh waktu."

Arik tersenyum hangat, "You're doing great, Kak. Sekarang tinggal tunggu jawabannya dia apa."

"Rasanya gue kayak balik ke jaman SMP. Nunggu jawaban cewe yang pertama kali gue tembak." Kanig tertawa miris sambil menundukkan kepalanya.

"Well, whatever happens I'm here, bro." Ujar Arik sambil menepuk-nepuk bahu kakaknya.

---

Ernest - PAUL, Pacific Place.

Malam itu sehabis pulang kantor, Ernest dengan keberanian yang tinggi menghubungi seseorang yang sangat ingin ia temui. Awalnya ia tidak tahu apakah ini keputusan yang tepat atau tidak. But as someone who has something to fixed, he have to do it. Whatever it takes.

Ciko adalah sahabatnya yang tidak pernah banyak omong. Tapi sekalinya berbicara, Ciko adalah seseorang yang omongannya selalu bisa di andalkan. Sahabatnya menekankan sebuah "perubahan" dalam dirinya. Karena itu ia pun menuruti apa yang dikatakan oleh Ciko dan berusaha untuk memperbaiki semuanya.

Ernest, Alex, and Kanig : Healer (#2)Where stories live. Discover now