Dix-Neuf: Chill

744 131 11
                                    

Kanigara & Alarik - Morning Run.

"Kok dikamar lo gue liat tadi ada koper gede? Lo mau kemana?" Tanya Arik sambil terengah-engah. Pada minggu pagi itu, Arik dan Kanig sedang jogging di sekitar rumah mereka. Arik yang biasanya paling malas untuk jogging pagi, memaksakan diri untuk ikut abangnya itu jogging. Maklum pekerjaannya yang sekarang membuatnya tidak punya waktu untuk pergi ke gym seperti dulu.

Kanig menoleh ke arah adiknya sambil berlari, "Gue harus ke KL seminggu." Jawabnya seperti malas.

"Oh ya? Business trip?"

"Iya, tapi gue malas sebenernya. Lo bisa gantiin gue gak?" Kanig sekarang menghentikan larinya dan mulai berjalan sambil beristirahat.

Arik menatap abangnya dengan tidak percaya. "Yeah, right. Elo di DE (Dyaksa Energy) gue dimana, ya mana bisa dong!"

"Makanya lo buruan pindah deh." Ujar Kanig dengan asal.

"Aw, segitu gak pengen jauh-jauhnya dari gue ya lo, kak!" Arik kemudian tertawa.

"Iya, biar gue punya orang yang bisa disuruh-suruh."

Arik kemudian mendengus. "Woy gue aja baru seminggu kerja di tempat gue yang sekarang. Gue belum dapat lampu hijau dari ayah buat di DE."

"Emang lo ke KL sama siapa, kak?" Tanya Arik lagi.

"Sama atasan gue. Dan sama ayah juga."

Arik lalu terdiam sesaat. Ia pun mengetahui alasan kenapa kakaknya malas untuk pergi selama seminggu ke Kuala Lumpur.

"Ooh sama ayah juga. Gue gak tau sampai kapan lo sama ayah bakal kayak gini terus." Jawabnya dengan jujur.

Kanig kemudian tersenyum miris, "Me too. Sebenarnya gue cape, Rik. As if I'm the only one who always try to work things out."

"Berdamai dengan masa lalu emang susah, Kak. Gue juga merasakan itu."

Kanig lalu melirik adiknya. Ia tahu persis apa yang dimaksud adiknya itu. Arik dan Jingga. Kanig ingat sekali pasca kecelakaan maut itu, bagaimana bobroknya keadaan Arik. Adiknya bagaikan mayat hidup. Luka di sekujur tubuh Arik tidak sebanding dengan luka yang ada di hatinya. Mentalnya pun ikut bobrok. Hingga ia pun selalu meluangkan waktunya untuk setiap minggu menempuh Bandung - Jakarta untuk mengecek keadaan adiknya. Padahal biasanya ia pulang ke Jakarta hanya sebulan sekali.

Dan Kanig pun tahu sekali, Arik masih menyalahkan dirinya sendiri hingga saat ini. Namun adiknya ini pintar menutupinya. There's a reason why Arik that we see now became like this. He tried to bury his guilt and pain away.

Ditambah lagi masih saja ada orang yang ingin menjatuhkan adiknya sejak kejadian itu. Kanig mempunyai alasan mengapa pada waktu mereka pergi ke Los Angeles untuk menyelamatkan Raje dan Kaya ia tidak membiarkan Arik ikut dengannya. Karena pada saat itu ada seseorang yang ingin memanfaatkan keadaan.

"Do you think it runs in the family? Hahaha." Tanya Arik yang kemudian membuyarkan lamunannya.

Kanig lalu tersenyum, "Bisa jadi sih. Suprisingly we're just a bunch of weirdos."

Arik lalu tertawa, "We're the handsome weirdos, don't forget that!"

Kanig pun ikut tertawa saat mendengar apa yang dikatakan Arik tadi. Kemudian mereka berdua mulai berlari lagi menyusuri kembali jalanan di sekeliling rumah mereka. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk beristirahat di sebuah taman yang letaknya tidak jauh dari situ.

Sambil duduk dan mengambil napas, tiba-tiba Kanig ingin sekali menanyakan sesuatu kepada adiknya. He really needs Arik's advice more than anything.

Ernest, Alex, and Kanig : Healer (#2)Where stories live. Discover now