Dos: A Matter of Memory

1.6K 193 10
                                    

Kanigara.

Beep beep!

Suara alarm yang kencang membangunkannya dari tidur lelapnya. Masih dengan mata yang setengah terbuka, Kanig meraba-meraba meja di sebelah tempat tidurnya untuk mematikan alarmnya. Pukul 06.00. Ia kemudian bangun dari tidurnya dengan senyum tipis terlukis di bibir tipisnya. Tadi malam Alex meneleponnya dan mengucapkan terima kasih atas oleh-oleh yang ia bawa. Setelah itu mereka mengobrol panjang lebar via telepon. Basically just catching up. Dan mereka pun akhirnya memutuskan untuk dinner bersama hari senin nanti. Tidak heran dirinya pagi ini begitu bersemangat. And he's smiling from ear to ear.

Ia langsung beranjak dari kasurnya dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok giginya. Lalu Kanig langsung mengambil hoodie hitam dan track pants selutut berwarna abu-abu dari walk-in closet nya. Kemudian ia mengambil nike running shoes hitamnya dari rak sepatu. Sambil menenteng sepatunya, ia keluar dari kamarnya itu. Pagi ini keadaan di rumahnya masih sangat sepi. Ia kemudian pergi ke balkon yang mengarah ke halaman belakang rumahnya itu. Disitu hanya terlihat Pak Kusno tukang kebun keluarganya sedang menyirami beberapa anggrek milik ibundanya. Lalu ia menuruni tangga, dan berjalan menuju kulkas yang ada di pantry. Setelah ia menenggak segelas air putih, ia cepat-cepat memakai sepatunya dan bersiap-siap untuk keluar.

Sambil berjalan menuju pintu depan rumahnya, ia memilih-milih lagu yang akan ia dengarkan saat jogging nanti. Keadaan rumahnya masih gelap, tampaknya lampu-lampu di rumahnya itu belum dinyalakan sepenuhnya.

Namun tiba-tiba ia seperti menabrak sesuatu di depannya. Yang kemudian diiringi oleh suara rintihan seseorang.

"Aw!"

Kemudian ia langsung menyalakan lampu di ruangan itu. Dan kemudian ia menemukan adiknya yang jatuh sambil memegangi kepalanya.

"Rik, ngapain sih lo ngendap-ngendap gitu macem maling aja!"

Arik yang tadi terjatuh lalu berdiri. "Ssttt jangan kenceng-kenceng, kak!" Ujarnya panik sambil berbisik-bisik.

Kanig lalu menatap adiknya yang terlihat lunglai dengan mata kemerah-merahan. Ia pun dapat mencium bau alcohol yang menyengat dari adiknya itu.

Lalu Kanig menyilangkan tangannya seperti siap untuk menginterogasi. "Tidur dimana lo tadi malem?" Tanyanya.

"Ritz?" Ujar Arik sedikit tidak yakin.

Kanig pun menghela napasnya. "Ya moga-moga lo inget tidur sama siapa. Dan stock kondom lo yang numpuk di meja sebelah tempat tidur lo itu berguna ya, Rik."

"It's for emergency, my dear brother. Ya kalo lo tiba-tiba butuh tinggal ambil aja, gue ikhlas kok." Arik kemudian hanya tertawa kecil sambil menepuk-nepuk bahu Kanig.

Tidak lama, lampu-lampu di rumah mereka mulai menyala satu persatu. Arik pun mulai panik lagi, namun tidak lama, karena itu hanya ART di rumah mereka, Bi Surti. Bi Surti pun dengan wajah penasaran mendatangi mereka berdua.

"Eh ada Den Kanig sama Den Arik." Ujar wanita yang sudah berumur sekitar 60an itu. "Mau bibi bikinin sarapan apa?"

"Yang anget-anget aja, bi. Tuh Arik sakit, kepalanya pasti pusing." Pinta Kanig dengan usil.

"Ya Allah, Den Arik sakit apa, sini panas gak?" Bi Surti dengan wajah paniknya mulai mendekati Arik.

Arik kemudian langsung menjauh, tidak mau kalau Bi Surti nanti mencium bau alkohol dari mulutnya. "Bi gak apa-apa kok, pilek aja pilek tadi abis nginep di rumah temen." Jawab Arik sambil nyengir.

"Ya udah atuh bibi bikinin bubur aja ya, Den."

Arik kemudian mengagguk sambil melotot ke arah Kanig. Kanig hanya menutup mulutnya sambil menahan tawanya. Setelah itu Bi Surti meninggalkan mereka berdua.

Ernest, Alex, and Kanig : Healer (#2)Where stories live. Discover now