Lalu perlahan-lahan jarak itu semakin terpangkas seiring pergerakan Jungkook yang mencondongkan tubuh ke arahnya.

"J-Jungkook, apa yang kau lakukan?"

Dekat yang kemudian berangsur menjadi teramat dekat.

Kurang dari sejengkal sebelum keduanya benar-benar bertemu.

Kemudian gelap.

.
.
.

Taehyung tersentak dari alam bawah sadar. Mendapati dirinya tengah duduk bersandar pada dinding ruang latihan agensi yang menaungi Jeon Jungkook. Alih-alih sedang berciuman dengan pemuda itu.

Sial, dari sekian banyak mimpi yang pernah ia alami, itu adalah yang terbaik. Sayang sekali Taehyung harus terbangun (atau mungkin terlempar ke mimpi lain) di saat yang tidak tepat.

Terjadi lagi, mimpi itu. Sekarang pun Taehyung tidak tahu ada berapa mimpi lagi yang harus ia selami. Bahkan Taehyung sendiri tidak ingat di mana terakhir kali ia terlelap. Yang pasti, seseorang harus segera membangunkannya.

"Oh, astaga, aku lapar sekali."

Taehyung menoleh cepat, ia kenal suara ini. Park Jimin. Benar juga, mereka sedang mempersiapkan kolaborasi dengan menggaet salah satu dancer hebat jebolan street audition. Taehyung bahkan tidak sadar bahwa kedua orang itu telah berada di sana sejak lama.

"Jam tiga? Yang benar saja, kita belum makan semenjak pagi." Jimin melanjutkan keluhannya. "Mau keluar dan menemukan sesuatu untuk dimakan?" Lalu ia menoleh. Senyumnya mengembang, dan matanya membentuk lengkungan kurva saat tidak sengaja mendapati sosok Taehyung di sana. "Sudah bangun? Taehyungie juga bisa bergabung dengan kami."

Taehyung mengangguk kecil. Lagipula, ia juga belum makan sedari pagi. Matanya mengikuti kepergian Jeon Jungkook, lalu Park Jimin yang menyusul dari belakang. Ah, sebentar. Apa kali ini ia betul-betul sudah bangun? Satu-satunya cara untuk mencari tahu adalah—

"Sakit. Tapi tidak sakit juga, sih." Ia menimang ragu. Menggosok epidermis lengannya yang menjadi sampel penyiksaan diri (atau pembuktian kesadaran, Taehyung menyebutnya) dengan pangkal hidung mengerut. "Ini mimpi atau bukan, ya?"

"Taehyung, ayo!"

"Aku datang!"

.
.
.

"Jimin-ah, tolong beri aku segelas lagi." Taehyung mengangsurkan gelas kosong di hadapannya agar dapat terisi kembali. Taehyung berusaha mempertahankan kelopaknya tetap terbuka sementara deguk dalam suaranya tidak juga berhenti.

"Kau baru menghabiskan dua gelas kecil soju dan sudah semabuk ini? Aku tidak tahu toleransi alkoholmu begitu buruk." Mau tidak mau, Jimin tertawa. Tangannya terangkat untuk meraih botol soju, namun sebelum liquid itu sempat tertuang ke dalam gelas milik Taehyung, Jungkook sudah lebih dulu menahannya.

"Cukup, dia tidak boleh minum lagi."

Taehyung menggeleng keras, menunjuk-nunjuk botol kaca yang masih bertahan dalam genggaman pemuda Park. "Aku tidak mabuk, Jungkook. Aku haus, ingin itu lagi."

"Kim Taehyung!"

Sentakan itu menyebabkan Taehyung mematung sejenak. Lantas di tiga detik berikutnya, ia menatap Jimin dengan sepasang netra yang berpendar. "Jimin-ah, aku dimarahi," ujarnya mengadu.

YoursWhere stories live. Discover now