Louis Frankie Smith, anak tunggal dari pengusaha properti berdarah Amerika-Indonesia, jatuh cinta pada Arletta Maysha Charlos, seorang gadis beriris pekat. Meski hubungan mereka sudah terjalin selama tiga bulan, Arletta belum juga mencintai Louis-ba...
¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Pertama kali yang ia rasakan saat iris coklatnya terbuka adalah rasa sakit di sekujur tubuh. Gadis bersurai kecokelatan itu meringkuk memeluk dirinya sendiri, air matanya kembali menetes deras. Tenggorokannya terasa tercekik, suaranya tidak dapat keluar untuk berteriak memberontak.
Semuanya telah usai, dunianya benar-benar hancur saat ini. Matanya kembali terpejam, bayangan kejadian tadi malam membuat dadanya semakin sesak. Ia berharap semua hanya lah mimpi buruk, naasnya saat ia terbangun semua ternyata nyata.
Untuk bangkit dari ranjang dan membersihkan diri saja dia tak sanggup, tubuh mungil itu meringkuk di balik selimut tebal tanpa sehelai kain yang membungkus. Suara decitan pintu yang terbuka membuatnya takut, seorang laki-laki bermata biru berdiri di ambang pintu menatapnya datar.
“Semalam aku melakukannya dengan tidak sadar. Aku harap kamu bisa tutup mulut dan tidak bilang ke siapa pun tentang kejadian semalam, terutama pada Arletta,” titah Louis.
“Makan dan minum obat ini. I don't want you to get pregnant because I refuse to have my child born from the womb of a cheap woman like you,” tandasnya menaruh nampan yang berisi sepiring nasi dan lauk serta pil obat kontrasepsi.
“You’ve crossed the line, Louis,” lirih Michele.
“Aku harus pergi, jangan lupa minum obatnya.” Louis pergi begitu saja tidak memedulikan Michele.
Suara teriakan Michele terdengar pilu, dia tidak tahu harus berbuat apa. Laki-laki itu bahkan tidak mengucapkan kata maaf atau menaruh simpati. Dia bersikap seperti tidak pernah terjadi apa pun semalam. Isak tangis tak kunjung reda, saat ini tidak ada yang dapat Michele lakukan selain menangis.
“Ar … aku harus apa?” racau Michele.
Bagaimana jika Michele mengatakan semuanya pada Arletta? Apakah Arletta akan membantunya atau justru meninggalkannya? Michele merasa kotor saat ini, dia menyesal tidak pernah mendengarkan perkataan Arletta. Seharusnya, sedari awal Arletta memperingatinya Michele menuruti perkataan gadis itu.
“Kamu benar, Ar. Louis itu brengsek. I’m begging you, please hurry back and help me,” lirih Michele berharap Arletta mampu mendengar seruannya.
ִֶָ 𓂃˖˳·˖ ִֶָ ⋆۫ ꣑ৎ⋆ ִֶָ˖·˳˖𓂃 ִֶָ
“You still like painting? Aku pikir kamu sudah berhenti melukis.” Suara bariton dari seorang pemuda tampan yang tiba-tiba muncul di belakang Arletta membuatnya terkejut.
“Gosh, you surprised me,” ujar Arletta kesal.
Pemuda itu tersenyum simpul, dia kembali fokus pada lukisan Arletta. “You seem to have a talent for painting. Lukisanmu selalu indah dan saat ini aku rasa lebih baik dari pada tiga tahun lalu,” komentar Archie, sepupu Arletta.