Part 48: Ready to End It All

142 12 3
                                        

𝓡𝓮𝓪𝓭𝔂 𝓽𝓸 𝓔𝓷𝓭 𝓘𝓽 𝓐𝓵𝓵

۫ ꣑ৎ Happy Reading, Love ۫ ꣑ৎ

۫ ꣑ৎ Happy Reading, Love ۫ ꣑ৎ

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

4 hari lalu

Swastamita adiwarna dengan semburat jingga kemerahan menyapa. Baskara perlahan turun ditelan segara, sinarnya tak lagi sempurna menyinari bentala. Seorang wanodya laksmi tengah berdiri dikelilingi oleh hamparan hijau rumput yang tertata rapi dan semak-semak bunga mawar yang mekar.

Jemari lentiknya berulang kali menyentuh layar ponselnya yang ia genggam erat. Pandangannya turun naik dari layar ponsel ke taman di sekelilingnya, namun tatapan itu tampak kosong dengan hati yang gusar penuh keraguan. Ia menatap nomor kontak yang tertera di layar ponselnya, beberapa kali dia hendak menekan tombol panggil, tapi jarinya tertahan.

Helaan nafas terdengar berat, lalu ia mengusap wajahnya kasar dan mulai meyakinkan diri jika keputusan yang akan ia ambil ini adalah yang terbaik. Begitu telefonnya tersambung, ia tidak dapat memungkiri jika jantungnya berdegup cukup kencang.

“The number you have dialed is currently unavailable. Please try again later.” Arletta mendesis kesal, dia menggigit kuku-kukunya dengan satu tangan lainnya tampak menyugar surai kelamnya.

Dia duduk di salah satu bangku taman, kedua matanya menyipit saat melihat siluet dua orang gadis yang ia kenali. Mereka terlihat tengah terlibat cek cok, salah satunya terlihat mengintimidasi yang lain. Saat hendak menghampiri mereka, dering telefon membuatnya mengurungkan diri.

Arletta menghela nafas pelan sebelum mengangkat telefon itu. “What’s the matter, Dearest? Maaf aku baru selesai bermain basket, jadi aku tidak tahu kalau kamu menelfonku.” Suara lembut itu hampir membuatnya goyah.

“Louis,” panggilnya dengan sebisa mungkin mengontrol diri.

“I am. Is there anything I can do for you, Dearest? Aku akan menyusulmu malam ini,” balas Louis dengan nada antusias seperti biasanya.

“Let’s break up, Louis. And don’t come see me again.” Arletta memejamkan matanya, ia merasakan jika saat ini jantungnya berdegup sangat kencang karena kalimat yang baru saja ia ucapkan.

"Dearest, what’s going on? Let’s talk this through. I’ll be there soon." Tidak ingin kembali ragu, ia memutuskan untuk mengakhiri telefon itu secara sepihak dan langsung memblokir nomor Louis.

Tidak sampai di situ, Arletta melepaskan sim card-nya dan mematahkannya. Setelah memblokir seluruh akses untuk Louis menghubunginya, Arletta membuang melemparkan ponselnya begitu saja, membuangnya agar Louis tidak bisa melacaknya. Nafasnya tampak tersengal, hingga sesak yang terus menyergap.

Last but Not Least Where stories live. Discover now