Scene 23

1.6K 143 10
                                    

Time Forgets - Yiruma

/Kehangatan Dalam Atmosfer yang Dingin/

Setelah membaringkan tubuh Riska di tempat tidur, Rafael hanya berdiam diri seraya mengawasi Riska sejak lima belas menit yang lalu. Ungkapan Riska mengenai ingin berpisah dengannya, sama sekali tidak ia tanggapi. Riska pasti tahu apa jawabannya. Jangankan menalak, menggugat cerai saja tidak rela.

Kita bahkan belum memulai hubungan, Ris. Kenapa harus pisah?

Rafael masih tidak mengerti, mau senekat apapun dirinya, Riska masih kukuh dengan ego. Seakan tameng tak terlihat yang dibentuk lama, dirancang khusus untuknya agar tidak mudah masuk, meskipun banyak celah. Rafael jadi bertanya, bagaimana Erga bisa mencuri hati Riska dalam jangka tiga bulan? Sementara dirinya juga memiliki waktu yang sama seperti Erga ditambah waktu yang sekarang, namun tak ada kemajuan. Padahal kali ini, ia lebih berani mensejajarkan langkah bersama Riska ketimbang dulu yang hanya menatap dari belakang.

Mungkin Riska masih berdebar saat di dekatnya seperti dulu. Bahkan salah tingkah dan tidak mau mengaku bahwa ada namanya di bagian terkecil dari hatinya. Tapi sampai kapan Riska akan selalu bungkam dan tidak mengakui keberadaannya, padahal dirinya telah berada di depan pintu sembari mengetuknya berkali-kali. Setidaknya, cobalah untuk mengintip.

Oke, anggaplah ini masa tenang--saat dirinya mencoba merebut hati sang anak sebelum hati sang ibu. Tapi bisakah hati Riska menghangat melihat kedekatannya dengan Reina?

"Gak ngerti gue sama jalan pikiran lo. Jadi kalo gue berhasil buat Reina manggil gue 'Papa' atau 'Ayah', lo bakalan minta pisah?" Rafael tertawa ironis. Dalam keheningan, sepi di temaram lampu tidur, matanya memandangi wajah Riska lekat. "Gue baru sadar, kita ini bangun hubungan buat dihancurkan."

Rafael sama sekali tidak beranjak. Tubuhnya merendah, menempatkan diri di lantai dengan bersandar pada meja nakas. Tangannya mengusap wajah lelah; lelah dengan permainan rencana Riska yang satu ini.

"Seenggaknya, lo bisa ngelihat gue walaupun sekali Ris."

Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali Rafael pernah di awang-awang karena Riska, kemudian digantung hampir dijatuhkan. Hingga akhirnya Rafael bertanya dalam benak, untuk apa Riska melakukan hal manis kepadanya?--menerima lamarannya, berdekatan dengannya, mencium wajahnya, bahkan bertindak layaknya seorang istri--. Rafael terkecoh; atau lebih tepatnya tertipu.

Riska pernah bilang, jika dirinya berhasil membuat Reina memanggilnya dengan sebutan Papa, Riska akan memulai duluan; memulai hubungan sampai penghujung tahun. Namun nyatanya, Riska melanggar perjanjian sebelum tenggat waktu. Dan Rafael tidak bisa terima jika harus berpisah secara sepihak.

******

Sebelumnya, Rafael telah meminta izin kepada Papanya agar mulai bekerja setelah musim liburan berakhir. Lagipula, malam natal seperti ini tidak enak jika harus menetap di kantor demi berkas-berkas atau proposal baru yang akan dipresentasikan. Yah, beginilah enaknya bekerja di perusahaan orangtua. Meskipun meminta perpanjangan cuti harus terlibat cek-cok, lalu mengheningkan cipta sebelum keputusan, ujung-ujungnya dibolehkan juga.

"Masih pengantin baru, Pa. Lagian belum sempet bulan madu." Begitulah alasan Rafael. Sebelum Papanya menanggapi, beradu argumen dengan anaknya, lebih dulu melempar tatapan sinis. Diam sejenak sambil menelisik wajah Rafael.

[2] Ending Scene [Completed]Where stories live. Discover now