Scene 1

4.3K 254 26
                                    

/Sebuah Permintaan/

Menepis tangan lawan bicaranya, memasang wajah tidak suka sebisa mungkin, kemudian berlalu tanpa sepatah kata.

Riska sekarang, masih seperti Riska yang dulu; paling benci dengan hal baru, dan tidak suka dengan seseorang yang masuk dalam kategori pengganggu. Seperti Aram yang sejak tadi berusaha berbicara dengannya, tidak pernah angkat tangan, meskipun telah ditolak berkali-kali--dari yang biasa, hingga yang ekstrim.

"Sekali aja Ris, kamu gak nolak saya!" Aram berdecak ringan, tangannya kembali menahan lengan Riska dan membalikkan tubuhnya.

Aram tidak pernah belajar dari pengalaman, hal-hal aneh yang pernah Riska lakukan terhadap dirinya, sama sekali tidak membuatnya jera. Bahkan jempol kakinya yang retak lantaran diinjak menggunakan hak sepatu, sama sekali tidak berarti. Justru kemalangannya, ia gunakan sebagai kesempatan untuk meminta tanggung jawab. Bukan berupa materi, tetapi perhatian.

"Lo mau gantiin gue di ruang operasi?" Riska membenarkan posisinya, menatap Aram dengan pandangan jengah dan melepas tangan Aram dari lengannya.

Mau tak mau Aram harus angkat tangan. Jika sudah menyangkut profesi, Aram tidak bisa lagi mengelak seperti yang biasa dilakukan. "Nanti malam saya jemput, ya?"

"Gue punya mobil sendiri."

"Nanti supir saya yang--"

"Mobil gue lebih nyaman dibandingin mobil lo."

Maka berakhirlah sudah argumen mereka. Riska beranjak dari posisinya, menendang tulang kering Aram terlebih dulu dan menyimpan kedua tangannya pada saku jas. Sementara Aram hanya bisa melenguh sakit, mengusap tulang keringnya yang baru saja ditendang dengan penuh rasa tertahan.

Menurut Aram, Riska benar-benar tidak peka. Padahal ia sudah mengubah gaya bicaranya menggunakan "saya-kamu", mendatangi ke rumah sakit hanya untuk mengajak makan siang bersama, hingga hal paling tak terduga--mendekati Reina dan berusaha membujuknya agar Riska mau menerimanya. Dan dari semua itu, kenapa harus jempolnya yang dikorbankan agar Riska memperhatikannya?! Apa perlu, ia membuat Riska kesal lalu mematahkan tulangnya?

Sementara menurut Riska, Aram adalah lelaki gatel nan tengil yang tebal muka, yang sama sekali tidak pernah sadar bahwa dirinya sedikit jijik akan kelakukan nyentrik-nya.

*****

Tidak seperti kebanyakan orang, Riska lebih memilih menutup kuping saat orang-orang membicarakannya mengenai statusnya yang masih lajang, ditambah kehadiran Reina yang membuat reputasinya sebagai orang berpendidikan tinggi sedikit diragukan.

Kaki Riska terus melangkah melewati ibu-ibu yang tengah menggosip di pinggiran tembok. Berjalan mendekati ruang kelas 5-A, yang terdengar gaduh dari luar. Mata Riska sedikit mengintip dari balik jendela, lalu berlari masuk ketika melihat keributan dari dalam. 

Sontak Riska menghampiri dua bocah perempuan yang tengah menjambak satu sama lain, berteriak dan menarik telinga mereka agar berhenti ribut.

"Kalo mau ngatain gue, sini di depan, jangan di belakang!" teriak Reina.

Lalu lawan mainnya membalas, "Emang bener, kan, lo gak punya Ayah!"

Meskipun sakit mulai meradang di telinga, namun tidak menyurutkan amarah. Meski sudah dipisahkan, namun mulut masih bisa lempar cacian.

"Bilang aja lo iri, gara-gara Mama lo orang kampung! Namanya aja Tukiyem!" Reina makin nyolot.

"Mama lo juga, belum nikah masa udah punya anak!" balas Dea.

[2] Ending Scene [Completed]Where stories live. Discover now