#37 The Man

689 53 6
                                    

Bau solar dan anyir darah menyengat hidung Brie. Tak terlalu merasakan efek dari kecelakaan, ia bangkit dengan cukup mudah. Akan tetapi, ketika baru saja menegakkan diri, ia melihat ayunan gada hijau menuju wajahnya. Masih sempat menghindar ke samping, gada itu hanya mampu menebas ujung rambutnya.

Yuda—pemuda bergada hijau itu—tersentak ke depan karena punggungnya dihantam perisai Mail. Melihat Yuda kelimpungan ke arahnya, Brie langsung menyambut pemuda itu dengan tusukan telak di dada. Melenguh kesakitan, Yuda kini terdorong ke belakang. Ia berputar dan langsung memeluk tubuh Mail. Mail yang kebingungan tak bisa melakukan apa-apa saat Yuda kembali berputar, kemudian menendang perutnya.

Karena jalan dalam bus itu sempit, Brie jadi terhalang tubuh Mail yang terdorong ke arahnya. Gadis itu bergerak ke samping, menaiki salah satu kursi lantas melompat ke arah Yuda.

Secepat kilat, Yuda mengayunkan gadanya. Begitu perutnya terhantam gada itu, Brie terlempar.

Pranggg!!!

Setelah menghantam jendela kaca bus sampai pecah, tubuh Brie terhempas ke aspal jalanan. Mengutuk dirinya sendiri yang baru saja melakukan manuver bodoh, ia segera bangkit dengan memegangi perutnya yang lumayan nyeri. Ketika dirinya akan masuk lewat jendela yang pecah, Yuda dan Mail terlempar ke luar.

Begitu mendarat, dua pemuda itu berguling-guling di aspal. Yuda berhasil menindihi tubuh Mail. Tanpa ampun, Yuda membentur-benturkan bagian bawah gadanya ke muka Mail. Pada serangan Yuda yang ketiga, Brie datang sambil mengayunkan pedangnya. Yuda langsung menghindar dan berdiri, kemudian berlari menjauhi mereka, sebelum akhirnya berhenti di dekat Sekar yang tahu-tahu sudah ada di dekat situ.

"Huh, membawa teman baru lagi, Lady? Apa kamu begitu tidak percaya dirinya melawan kami sampai harus selalu membawa bala bantuan?" umpat Brie seraya membantu Mail berdiri.

Sambil memegangi pipinya yang agak lebam, Mail memasang kuda-kuda di samping Brie.

Sekar melancarkan tawa khasnya yang mengerikan. "Ahahahaha!!!"

"Sejak dulu aku bertanya-tanya, kenapa kamu ini suka sekali tertawa? Hmmm... Biar kutebak, kamu merasa insecure. Seperti yang kubilang tadi, kamu itu tidak percaya diri melawan kami sendirian," lanjut Brie, memajang cengiran meremehkan.

Sekar menghentikan tawanya. Ia meringis dengan wajah tegang, tampak tersulut pancingan Brie itu.

"Se... Sepertinya ndak bijak membuatnya marah," bisik Mail, teringat luka-luka yang dibuat Sekar di tubuhnya dua hari yang lalu.

"Aku sedang memancingnya agar melawan kita sendirian. Ingat waktu itu, kan? Dia kewalahan melawan kita berdua," balas Brie lirih.

Memijat-mijat tengkuknya sejenak, Sekar tersenyum penuh arti. "Hoo... Bermain-main dengan pikiran rupanya? Sayang sekali, aku ini sudah terbiasa. Temanku ada yang lebih ahli dalam hal itu. Ahahahaha!!!"

Brie berdecak. Ia tahu tak akan semudah itu memancing Sekar, tapi hatinya tetap saja merasa begitu kesal.

"Sekarang kita harus melakukan apa, Nona?" tanya Yuda pelan.

"Sepertinya dia ndak sedang dirasuki, Brie. Dia memanggil Sekar dengan Nona," ucap Mail.

Brie terdiam. Ia tidak ingat apakah pemuda yang rambutnya sebagian dicat pirang itu adalah korban pembantaian Sekar atau bukan.

"Hei kamu, siapa nama kamu!?" tanya Brie dengan suara keras.

Yuda menunjuk dadanya sendiri. Begitu Brie mengangguk, ia menjawab. "Yuda, Mbak."

Golden EnigmaWhere stories live. Discover now