#32 Scream and Laugh

619 53 4
                                    

Merasakan hawa panas di kedua kakinya, Pratista membuka mata. Ia menggeleng-geleng untuk mengusir sensasi melayang di kepalanya. Perlahan, pandangannya yang kabur mulai menjadi jelas. Ia bisa melihat Sekar yang duduk di kursi, letaknya agak jauh darinya.

"Baru bangun? Ibu suka sekali membuatku menunggu, ya? Aku sudah bosan sekali melamun di tempat yang jelek ini," racau Sekar malas-malasan, mengedarkan pandangan di lokasinya sekarang: gudang besar yang kosong dan terbengkalai.

Pratista membelalakkan matanya. Posisinya terasa aneh, seperti lebih tinggi dari Sekar. Sekeliling dada dan perutnya juga seperti dijerat begitu kencang. Tak hanya itu, kakinya pun seperti tak menjejak apa pun. Ketika mendongak, ia melihat tali yang diutaskan ke katrol besi. Ternyata, bagian tali itu tengah mengikat tubuhnya.

Dengan gerakan kaku, ia menunduk. Saat melihat bagian atas tong logam besar berisi air mendidih yang bergelembung-gelembung dan menguarkan uap, ia berteriak keras, "Uwaaaaa!!!"

"Air ini sudah mendidih dari tadi." Sekar menghampiri tungku dadakan berbahan batu bata yang menjadi alas tong. Sambil berjongkok, ia melemparkan beberapa potong kayu ke bara api di tengah tungku itu.

"Tolong! Lepaskan! Lepaskan!!!" raung Pratista, mulai mengalirkan air mata.

"Hmmm... Mungkin Ibu bisa keraskan teriakan Ibu? Itu akan membuatku lebih bersemangat, Bu. Hari ini adalah hari yang menyebalkan... Argh! Pokoknya aku merasa sebal dan ingin bersenang-senang!"

Sekar menggeram sambil mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Setelah kekacauan tadi, teman-temannya dari dunia lain terus membisingi telinganya.

Pratista semakin mengeraskan raungannya. Kakinya terus menggeliat-geliat, berusaha menghalau uap panas yang makin memanggang kulitnya. Ia tak henti-hentinya memohon, tapi suaranya tenggelam dalam tangis.

"Ahahahaha!!! Teriakan yang bagus!" Sekar bangkit. Agak lebih bersemangat, ia menghampiri pasak besi yang digunakan untuk mengikatkan ujung lain dari tali yang mengikat Pratista. "Ibu memang tahu caranya membuatku senang!"

Sekar mulai melepaskan simpul yang menjerat pasak besi.

"Jangan tinggalkan aku lagi ya, Bu. Setelah temanku mati, aku jadi kesepian." Dengan sangat perlahan, gadis itu mulai meloloskan tali yang digenggamnya. Katrol yang berputar memunculkan derit pelan. Tubuh Pratista pun mulai turun sedikit demi sedikit.

"Ahahahahaha!!!"

"Jangan! Jangan! Jangaaannn!!!" Pratista merasa bara api seolah menyambar kedua kakinya.

Tawa Sekar terus beradu dengan raungan Pratista.


Maaf pendek. Soalnya emang pendek.

Chapter depan akan menjawab pertanyaan besar di cerita ini.

Golden EnigmaWhere stories live. Discover now