#14 Burn

838 64 4
                                    

"Brie! Brie! Bangun, Brie!"

Mendengar seruan Revan sekaligus merasakan tubuhnya diguncang-guncang, Brie membuka matanya. Masih dihinggapi kantuk yang kuat, gadis itu memandang Revan dengan mata menyipit.

"Brie! Ada orang ngumpul di depan panti!" lanjut Revan sambil menunjuk ke depan

Seketika saja, kedua mata Brie membelalak. Sambil berusaha mengusir kantuk, ia menancapkan pandangannya ke arah yang ditunjuk Revan. Ya, dari kejauhan ia memang bisa melihat sekumpulan orang tengah berdiri di luar pagar panti.

"Kita ke sana, tapi pelan-pelan saja, jangan terlalu mencolok..."

Terlambat, Revan keburu melesat keluar. Menghela napas tak percaya karena dirinya tak punya pilihan lain, Brie ikut lari di belakang Revan.

"Pesta kita tambah ramai! Kalian pergilah untuk bersembunyi!" perintah Sekar saat melihat Brie. Para pengikut saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya berlarian kabur.

"Wait!" Brie menangkap pundak Revan, memaksa pemuda itu berhenti. Gadis itu mengamati keadaan dan menemukan Ismail tengah berdiri di depan pintu panti.

Tertawa-tawa, Sekar menjatuhkan pemantik api yang menyala di tangannya. Api dengan cepat merambat melalui genangan bensin yang memanjang, sebelum akhirnya menyambar panti itu. Anak-anak yang tengah digiring keluar oleh Din berteriak-teriak ketakutan. Makin diliputi amarah, Ismail menerjang dengan perisainya, menabrak pintu pagar sampai hancur. Sekar pun segera beguling ke samping untuk menghindar.

"Kamu bantu dia, aku bantu Bu Din nyelametin anak-anak!" Revan berinisiatif untuk melompati pagar dan menghampiri gerombolan anak-anak, mengambil alih salah satu balita yang digendong anak kecil.

Namun, Brie tetap pada posisinya, mengamati serangan-serangan Ismail yang kurang teratur. Sekar bisa menghindar dengan mudah, tapi memilih untuk tak menyerang dan kembali tertawa-tawa.

Brie bersiap-siap. Ia tidak sedang berdiam diri, tetapi menunggu kesempatan.

"Sudah semua!?" tanya Revan setelah berhasil membantu anak-anak melompati pintu pagar.

"Janu mana Janu!?" pekik salah satu anak perempuan.

"Kayaknya dia tadi ke WC, deh!" balas anak lainnya.

Revan memandang ke arah api yang sudah menjalar semakin gila, menjilat kusen-kusen dan tembok panti. Awalnya ia hanya berdiam di tempatnya karena ragu. Namun, saat mendengar sayup-sayup suara minta tolong dari dalam, pemuda itu akhirnya melompati pagar lagi, bermaksud menerjang masuk.

"Mas Revan!" panggil Din yang sudah berlinang air mata.

Tak jauh dari situ, Brie sudah mulai berlari mendekati punggung Ismail. Jarak Ismail dan Sekar yang cukup jauh membuat Brie melihat kesempatan. Gadis itu melompat dan menapaki bahu Ismail.

Terkejut melihat Brie yang tiba-tiba muncul dari atas, Sekar tak sempat menghindar, Perutnya pun terkena tusukan pedang Brie dengan telak, memaksa tubuhnya terhempas ke belakang.

"Tidak memakai alas kaki? Tidak takut kena tetanus, Lady?" Brie memasang kuda-kuda kembali, memperhatikan kaki Sekar yang memang telanjang.

"Ahahahaha! Aku sangat menyukai candaanmu!"

"Ke... Kenapa dia ndak luka?" tanya Ismail yang kini menjejeri Brie. Mata pemuda itu membelalak saat melihat sobekan di baju Sekar, tepatnya di bagian perut. Melalui sobekan itu, ia tak menemukan darah yang mengucur, melainkan lebam yang agak menghitam.

"Kalau menggunakan kekuatan, kulit kita akan jadi... Ummm.. Seperti daging yang kurang matang itu... Susah diiris, harus berkali-kali... Aku sudah mencobanya... Argh! Kita harus fokus!" dengus Brie, merasa kesal tanpa sebab jelas.

Golden EnigmaWhere stories live. Discover now