12. Tante Gray

6.4K 327 22
                                    

Karena kemarin ia tidak bisa ikut keluarganya pergi menjenguk Gray. Akhirnya ia memutuskan untuk menjenguk sepulang sekolah nanti. Saat bertemu Arvin, terlihat wajah Arvin yang sedih karena memikirkan mamanya yang sedang terbaring di rumah sakit.

Saat bel pulang sekolah, Steffani langsung pamit pada temannya untuk pergi terlebih dahulu karena mau ke rumah sakit. Tapi, ketika ia melewati lorong, terlihat sekumpulan anak-anak yang berteriak. Steffani menengok diantara kerumunan itu, ternyata Arvin sedang berantem dengan seseorang.

Melihat mereka terus saling pukul meskipun sudah saling bonyok, Steffani menghampiri Devan dan Erick yang berada di paling depan.

"lo berdua bodoh ya? Itu temen lo!! Pisahin kek!!!" Teriak Steffani.

"salah sendiri, siapa suruh orang itu bikin Arvin emosi." Ucap Erick.

"ga penting siapa yang mulai duluan!! Pisahin mereka!!!"

"Stef, tapi kalau Arvin lagi marah dia susah buat dikendaliin." Ucap Devan yang berusaha menjelaskan sifat Arvin pada Steffani.

Steffani mengepalkan tangannya, lalu menunjuk wajah Erick dan Devan.
"lo pisahin mereka atau salah satu dari mereka mati?!!" Bentak Steffani.

Erick dan Devan langsung berlari ke lapangan dan menolong seorang laki-laki yang terkapar lemas. Arvin masih dengan emosinya yang terlihat dari nafasnya yang tidak teratur.

Kepala sekolah datang dan menghampiri mereka. Kepala sekolah itu menatap Arvin dengan tatapan tajam, "Arvin!!! Kamu ikut ke ruangan saya!"

Melihat Arvin pergi ke ruang kepala sekolah, Steffani pun ikut pergi ke sana. Ia menunggu di depan ruang kepala sekolah.

"Stef, gimana??" Tanya Melly. Sekarang Melly, Keysha, Devan, dan Erick berada ditempat yang sama.

"ga tau Mel, hukuman apalagi yang dia dapet gara-gara masalah ini."

**

"sudah berapa kali kamu berbuat seperti ini?! Kamu berkali-kali diperingatkan, tapi tetap tidak berubah. Saya ingin, orang tua kamu datang sekarang juga." Ucap kepala sekolah itu.

Arvin mengambil hpnya dengan lemas dan menelpon papanya agar datang ke sekolah. Mereka diam, Arvin menahan rasa sakit luka-luka yang terlukis di wajahnya dan tubuhnya.

Steffani yang sedang di depan ruang kepala sekolah, melihat Dhirga datang ke sekolah dengan Ayra. Mereka masuk ke ruang kepala sekolah. Steffani jadi khawatir, ia mendekat ke ruang kepala sekolah.

"pak Dhirga, kelakuan anak bapak sudah kelewatan. Tidak ada hukuman lagi untuk anak bapak, ia saya keluarkan dari sekolah ini, dan mungkin anak bapak bisa dipenjarakan." Ucap kepala sekolah itu.

Arvin menatap kepala sekolah itu dengan kesal, Dhirga menatap Arvin dengan kekecewaan yang penuh.

"bu, saya akan bayar perawatan anak itu sampai sembuh. Tapi jangan laporkan anak saya ke polisi."

Kepala sekolah menghembuskan nafasnya, "itu semua tergantung dari orang tua murid yang ia pukuli. Dan mulai saat ini Arvin saya keluarkan dari sekolah."

Dhirga menarik kerah seragam Arvin, "puas kamu bikin papa malu?!!! Hah!!! Kalau sampai kamu harus dipenjara, papa ga peduli lagi sama kamu!!! Kamu pelajar, dan sifat kamu kaya preman. Gedenya mau jadi preman hah??!! Papa didik kamu dari kecil, banting tulang buat nyekolahin kamu!! Ini balasan kamu?!!!"

Pppllaakkk!!!
Suara tamparan yang sangat keras terdengar ditelinga Steffani. Ayra yamg berada disitu, berusaha menahan Dhirga agar tidak menyakiti Arvin.

Better With YouOnde histórias criam vida. Descubra agora