42

181K 11.2K 255
                                    

"Dia kembali," ucapan Riva membuat Dira dan Alexa saling pandang.

"Si---" ucapan Alexa terpotong saat Riva menyelanya.

"Vania." Riva masih memandang pemandangan di depannya. Sedangkan Alexa dan Dira hanya terdiam, nama itu nama yang membuat mereka bertiga berubah menjadi seperti ini.

Riva memperlihatkan memberikan ponselnya kepada mereka berdua. Dira dan Alexa yang masih kebingungan akhirnya melihat layar ponsel Riva.

From : +628××××××

I'm back:)

-Vania.

"Mau apa sih tuh bangsat kembali!!!"

"Gue harus gimana?" sendu Riva menatap kedua sahabatnya.

"Memaafkan semuanya," sahut seseorang dibelakang Dira dan Alexa. Riva menatap Ethan sendu.

"Gue nggak bisa. Kebencian ini masih tersisa."

***

"Udah jangan murung terus." Damar mengelus rambut Dira lembut.

"Gue nggak bisa ngeliat Riva terpuruk lagi Mar. Gara-gara perempuan itu dia jadi nggak mau percaya lagi sama orang!"

"Lo harus percaya kalau Riva bisa menghadapi masa lalunya, dan lo sebagai sahabatnya harus eberi kekuatan untuk Riva." Damar mengetahui semuanya karena Dira menceritakan secara detail.

"Gue cuman takut Riva bakal berhadapan lagi sama tuh cewek. Bisa aja dia balas dendam ke Riva kan?"

"Positif thingking dulu Dira, jangan berlikiran macem-macem." Dira menghela nafasnya kasar.

"Udah jangan murung lagi, udah jelek malah makin jelek kan!" Dira memajukan bibirnya kesal. Damar yang melihat itu mengacak-acak rambut Dira gemas.

"Itu bibirnya digituin emang lucu?"

"DAMARRR!" teriak Dira kesal, untung saja mereka sedang berada di taman belakang sekolah yang sedang sepi.

"Apa sayang?"

"Sayang?!" kaget Dira dengan pipi bersemu merah.

"Nggak boleh ya??"

"Eh anu itu..."

"Anu apa sih?" entah mengapa melihat Dira yang sedang gugup itu membuat dirinya gemas kepada perempuan di hadapannya ini.

"Gue cuman mau bilang, kalau pake blush on jangan tebel-tebel." Damar mencubit pipi Dira gemas setelah itu berlari pergi untuk menghindari Dira yang sebentar lagi akan mengamuk.

"DAMAR CANDRA WIRAWAN!!!" Dengan segera ia mengejar Damar yang sudah berlari jauh itu.

***

"ADEK GUE MANA???" teriak Azram frustasi di area kantin, membuat seluruh orang menatap Azram kebingungan. Seketika ada seseorang menabrak punggungnya keras, sampai seseorang itu terjungkal kebelakang. Azram mengalihkan pandangannya ke belakang melihat siapa yang menabrak punggungnya tadi.

"Dira?" Dira mendongakkan kepalanya saat mendengar namanya di panggil.

"Eh Bang Azram." Azram mengulurkan tangannya kearah Dira untuk membantunya berdiri. Uluran tangan itu langsung diterima oleh Dira.

"Riva mana??"

"Di ro---" mendengar itu Azram langsung berlari kearah rooftop tanpa mendengar teriakan Dira yang sedari tadi memanggil namanya.

"E..ehhh Bang! Woii Bang Azram! Dasar kampret lo!" Itu semua percuma, karena sosok Azram sudah tidak terlihat.

"Riva! Adek gue!" Riva menatap Azram malas.

"Lo buka penyamaran? Katanya lo buka penyamaran gara-gara cabe ya? Gak ada yang sakit tapi kan? Lo gak diapa-apain kan? Atau lo diapa-apain sama cabe itu?"

"Bang, nanya satu-satu bisa?"

"Jujur Riva." nada Azram kali ini membuat Riva bergidik.

"Gue nggak papa, gak ada yang sakit juga." Riva mencubit kedua pipi Azram gemas. Azram yang diperlakukan seperti itu hanya menggerutu kesal. Sedangkan Ethan hanya tersenyum kecil melihat kelakuan kakak beradik itu..

"Gue nggak percaya apa yang lo omongin Riva, muka lo murung." Riva menghela nafasnya lelah. Ia memang harus mengatakannya.

"Dia kembali Abang," ucap Riva pelan.

"Vania," sambung Riva.

"Vania??" Azram berusaha mengingat nama yang familiar di telinganya.

"Oh gue tau, Vania sahabat lo dulu kan?" Riva hanya menanggapinya dengan anggukan.

"Gue gak tau harus gimana lagi Abang, gue benci sama dia. Gue muak liat muka dia!" ujar Riva. Azram mengetahui perasaan Riva, bagaimana tidak sakit bila seseorang yang sangat di percaya merangkap sebagai sahabat dilatar belakangi oleh harta.

"Bang, anter gue pulang ya. Gue capek." Riva menarik tangan Azram, tetapi langkahnya terhenti saat sebuah tangan menahannya.

"Sama gue aja."

"Udah nggak usah, gue nggak mau ngerepotin lo. Lo itu pacar gue bukan ojek gue Than. Oh iya lo masuk ya? Jangan bolos terus." Riva melepaskan tangan Ethan perlahan sembari tersenyum.

"Jadi gue itu ojek lo gitu? Bukan Abang lo?" tanya Azram sedikit menyindir.

"Lo kan Abang tukang ojek haha, udah ah ayo! Duluan ya Than!" pamit Riva yang dibalas anggukan kepala oleh Ethan.

"Masa muka ganteng kayak gini disebut abang ojek!" omel Azram masih dengan tangan ditarik oleh Riva.

Riva memutar bola matanya malas ketika mendengar bisikan demi bisikan tentang dirinya. Berbeda ketika ia menjadi seorang culun, mereka malah balik mencemooh. Munafik, itulah kata yang tepat untuk mereka.

Riva berjalan kearah parkiran dan langsung saja memasuki mobil Azram. Saat Azram hendka mengomeli adiknya, namun ia urungkam niat tersebut ketika melihat wajah Riva yang sedikit pucat sembari menutup matanya lelah. Azram langsung saja melajukan mobilnya menuju rumah.

Enaknya menjadi anak pemilik sekolah, bisa pulang kapan saja. Tapi bila ketahuan oleh ayahnya, uang jajan menjadi taruhan.

Sesampainya di rumah, Azram langsung menggendong Riva yang masih tertidur memasuki rumah.

"ITU ANAK GUE KENAPA?" tanya Zahra khawatit saat melihat anak bungsunya sedang berada di pangkuan Azram.

"Dia cuman kecapean aja Mah, Azram ke kamar Riva dulu ya."

Azram merebahkan tubuh Riva di kasur. "Kalau ada apa-apa sama lo, gue gak akan diem Riva. Walaupun gue tau lo berani, tapi lo tetep adek kecil gue."

AribellWhere stories live. Discover now