41. Ketergesaan Dewa

39.2K 2.9K 131
                                    

" Because we are a pair of puzzles"

Coba ulangi?

Anggukan itu, justru mengundang Dewa yang terpaku. Dewa segera menguasai diri. Tanpa mengalihkan tatapannya, Dewa berlutut di lantai dengan satu lutut tertekuk, menggenggam jemari Nala erat-erat.

Dewa tahu. Dia sangat tahu apa yang harus ia ucapkan. Tapi sekarang, mendadak kata-katanya hilang.

Dewa menghirup nafas panjang dan menghembuskannya pelan.

" Kanala Radhinnabil Halid, kamu mau menikah denganku?"

Nala mengangguk dan Dewa harus membelalakkan mata untuk memastikan apa yang ia lihat bukan khayalan gilanya.

" Aku mau." Jawab Nala diantara isaknya.

Dewa mengerjap. Sesuatu yang menyesakkan mulai naik di rongga dadanya.

" It...kamu...bisa ulangi lagi?" Pinta Dewa terbata. Dia harus memastikan apa yang ia dengar itu nyata.

Nala terdiam sejenak, mengamati wajah Dewa yang penuh pengharapan dan cemas di saat yang bersamaan. Tanpa sadar gadis itu terkekeh kecil. Rasanya aneh sekali bahwa pagi tadi Nala tidak mempercayai laki-laki ini.

Nala mengulanginya dengan nada yang lebih tenang. " Aku bersedia menikah sama kamu, Dewangga AbiramaaHASTAGAAA!!"

Nala meringis ketika Dewa tiba-tiba saja memeluknya erat.

" Thank you, Kanala. Thank you." Dendang Dewa di samping telinga Nala.

Nala berhenti berusaha melepaskan lilitan Dewa yang cukup menyakiti tulang belakangnya. Saat ini, seluruh sakit itu tidak berarti dibandingkan kebahagiaan yang melingkupi. Nala balas memeluk Dewa, menyandarkan dagunya di pundak Dewa.

" De?" Panggil Nala yang masih saja menyimpan setitik ragu di hatinya.

" Iya Nala?"Jawab Dewa masih memeluknya.

" Jangan berharap apa-apa sama aku." Ucap Nala sesak.

Mendengarnya, Dewa membelai belakang kepala Nala. Ia mencium rambut Nala dengan sayang sebelum bicara dengan ketenangan yang luar biasa. " Kamu mengizinkan aku jadi suami kamu. Itu cukup buatku."

Detik berikutnya, nafas Nala raib saat Dewa memagut bibirnya tanpa peringatan.

Rasanya Nala ingin menangis saat disadarinya dia bisa merasakan semua ini tanpa ada apapun lagi yang membebani.

Kedua telapak tangan Dewa merengkuh pipi Nala ketika laki-laki itu menciumnya dengan seluruh kasih dan sayang yang ia punya.

Nala berpegangan pada lengan Dewa, meremasnya ketika Dewa belum juga menyudahi ciuman mereka. Lagi, sesuatu yang asing mulai menarik-narik kesadarannya. Menggodanya untuk melepas kegilaan asing ketika Dewa memperdalam ciuman. Dan Nala tahu mereka harus berhenti di sini.

Dewa membuka matanya ketika Nala menjauhkan mereka dengan paksa.

" Sejak kapan kamu jadi ganas begini?" Sergah Nala yang menyadari bahwa mereka selalu saja tidak bisa menahan diri saat berciuman. Mendengarnya, fokus Dewa kembali. Laki-laki itu mengusapkan ibu jari di sudut bibir Nala.

" Ganas apanya? Itu normal. Kita udah dewasa, Kanala." Ucap Dewa penuh pengertian yang terdengar sangat memalukan di telinga Nala.

" Kamu sering latihan, ya? Jadi kelihatan expert gitu." Hardik Nala.

" Pasti. Sering ganti-ganti juga. Tapi mereka semua rasanya dingin." Jawab Dewa enteng.

Hati Nala mencelos.

ENTWINED [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora