23. Berpisah

28K 2.4K 58
                                    

"Love is not a choice. That's why it's "falling", not "choosing'."

Jika ada yang bisa Nala sadari di tengah kejadian ini adalah dia yang tidak lagi bisa mengenal Samuel. Laki-laki yang kini ada di depannya, menatapnya nyalang dengan tarikan nafas yang berat.

Samuel mendorongnya masuk ke sebuah ruangan dengan pintu bertulisan 'Staff Room'. Nala membelalakkan mata ketika Samuel mengunci pintunya dan mendorong Nala hingga gadis itu menabrak deretan rak baju, membuatnya rubuh.

Rasa dingin mulai menjalar di kaki Nala saat menyadari Samuel menatap dirinya dari atas sampai bawah dengan pandangan yang membuatnya risih.

" So beautiful!" Bisik Samuel menahan tubuh Nala yang hendak bangkit dengan tergesa, membuat Nala kembali terjatuh di tumpukan baju yang kini berserakan di bawah mereka. Laki-laki itu menaungi Nala dengan kasar, menutupi sinar lampu hingga membentuk siluet kelam mengerikan. Samuel menahan tangan Nala di kanan kirinya dan menciumi leher Nala.

" Stop it!" Nala mengatakannya dengan gigi terkatup. Ia berusaha melawan, namun Sam seakan dirasuki setan hingga laki-laki itu tidak bergeming.

"Tidak ada yang salah. Aku tunanganmu! Sudah cukup aku menunggumu, Kanala."

Nala berusaha menjauhkan lehernya, " Apa tidak cukup permainanmu dengan wedding organizer kita? Hah?"

Perkataan Nala membuat Sam berhenti meyusur leher Nala. Perlahan, laki-laki itu mengangkat wajahnya, kemudian mendekatkan hidung mereka hingga nyaris bersentuhan. Kalau bisa, Nala ingin menenggelamkan kepalanya di lantai berkeramik ini agar dia tidak perlu merasakan hembusan nafas Samuel yang amat sangat mengganggunya.

" Darimana kamu tahu?" Bisiknya dingin.

Hatinya mencelos. Nala menatap sepasang mata abu-abu itu dengan berani. "Aku berusaha mengabaikan semua bukti, Samuel Maximillien. Aku berusaha berpikir baik tentangmu dan sekarang kamu mengakuinya sendiri. Kamu pikir aku bodoh, Sammy?"

Bukannya merasa bersalah, Samuel justru menunduk dan mengecup kecil ujung hidung Nala. Nala berpaling, namun Samuel terkekeh. " Ternyata susah mengelabuimu, ya? Kenapa? Kamu tidak memberikan hal yang aku butuhkan. Kamu tidak bisa menyalahkanku."

" Itu bukan alasan!" Bentak Nala. "You promised me!"

" Memangnya kamu sendiri pantas?" Teriak Samuel sembari melotot pada Nala. " Kamu harusnya menurut padaku! Aku sudah berbaik hati menerima perempuan cacat sepertimu!"

Nala membeku.

" Benarkah? Bukankah itu karena aku seorang Halid?" Bisik Nala bersusah payah mengeluarkan suara.

Pandangan Samuel berubah melembut. Ia mencium dahi Nala meskipun dengan rasa frustasi. " Tentu saja karena aku menyayangimu, Kanala. Hanya kamu ratuku."

Nala tertawa pedih. " Begini dan kamu masih berani bilang mencintaiku? Berapa kali kamu tidur dengan wedding organizer kita? Kamu masih berani bilang aku satu-satunya?"

" Itu hanya hubungan fisik! Tidak lebih! Hatiku hanya milikmu!" Seru Samuel.

Nala menatapnya tidak percaya, " Bagaimana bisa kamu masih membenarkan kelakuanmu, Sam? Bagaimana bisa? Selama ini aku percaya kamu akan berubah karena bisa menahan diri padaku. Tapi ternyata aku salah!"

" Aku memegang janjiku! Aku hanya bermain-main dengan wedding organizer itu. Tidak ada yang lain. Hanya sekedar melampiaskan kebutuhan yang tidak pernah sudi kamu berikan." Geram Samuel tidak terima.

" Itu sama saja!" Bentak Nala.

" Memangnya kamu berhak menolak? Aku yang terbaik yang bisa kamu dapatkan!" Bisiknya berbahaya. " Memangnya ada yang mau menerimamu selain aku? Perempuan yang tidak bisa menghasilkan keturunan! Perempuan cacat! Harusnya kamu memperlakukanku sebagai raja!"

ENTWINED [COMPLETED]Where stories live. Discover now