31. Pembohong

29.6K 2.5K 113
                                    

" After all, lie is the truth in a masquerade "

Setiap kecupan laki-laki itu,

Setiap lekuk bibir Dewa,

Setiap sentuhan jemari Dewa di tubuhnya,

Nala mengenalinya. Ia menghafalnya.

Ini Dewa. Dewanya yang mencuri ciuman di kala hujan lebat siang itu.

Seperti membangkitkan kenangan yang berkarat, ingatan tentang kebersamaan mereka datang lebih jelas daripada yang pernah Nala alami. Seakan tidak pernah ada rentang waktu lama untuk mereka berpisah, tidak pernah ada masa dingin ketika Nala kehilangan Dewa.

Nala seperti terbangun dari tidur panjang ketika kehangatan mulai menguasai laju darahnya. Menghantarkan api yang membakar setiap jengkal tubuhnya, membuatnya membara.

Nala merengkuh belakang kepala Dewa dengan kedua tangannya, merasai dengan tergesa ketika jemari di tangannya menuntut hal yang sama seperti bibirnya. Seolah merindui rasa ketika setiap senti saraf di tangannya menyusup di rambut legam itu, Nala meremas rambut Dewa. Dan ketika ia melakukannya, ia merasa benar.

Sepertinya, tidak ada yang bisa menyelamatkan mereka dari lidah api yang melalap. Nala tidak mampu berpikir apapun selain ingin merasai lebih dan lebih lagi.

Begitu juga Dewa.

Seperti seorang musafir di tengah gurun yang menemukan oase, Dewa menuntaskan rasa haus yang menyiksanya. Lebih dan lebih, Dewa merapatkan pelukannya, memusnahkan jarak sekecil apapun yang membuat mereka terpisah.

Entah sejak kapan kursi belajar Dafa sudah berada di tengah ruangan, sedangkan kedua insan yang beberapa saat lalu menghangatkannya kini justru bergumul di atas kasur.

Tangan Dewa berada di bawah lekuk pinggang Nala, membuatnya tetap dekat dengan tubuhnya kala gadis itu terbaring di bawah kungkungannya. Dewa dilahap sesuatu yang asing hingga membuat pikirannya berkabut. Seketika itu juga, mencium bibir Nala bukanlah satu-satunya hal yang ingin ia rasakan.

Dewa menggeram rendah, menyusurkan bibirnya di garis rahang Nala sampai ke lehernya.

Nala sekarat ketika Dewa menciumi leher di bawah telinganya. Rasa asing menyengat, membuatnya merinding dari atas sampai ujung kaki hingga gadis itu melengkungkan tubuhnya demi melepas rasa asing ini.

Dewa semakin gila. Ia mengulum leher gadis itu, menciumnya, mengigitinya hingga desahan lirih yang keluar dari bibir Nala berhasil menghilangkan nalarnya yang terakhir. Sentuhan gadis itu menggodanya tanpa ampun, menggelitik sesuatu paling dalam tubuhnya, membuatnya terbakar.

" De..." Panggil Nala susah payah di tengah gelayar memabukkan yang dirasakannya.

Dewa menyusurkan bibirnya lebih rendah di lekukan leher tempat bertemunya pundak Nala, menciumi pundak putih nan cantik itu. Membuat gadisnya mengerang sembari meremas rambut Dewa lebih kuat.

" De...Dewa..." Panggil Nala melihat Dewa yang semakin terlarut. Nala menggigit bibir bawahnya kuat-kuat ketika kecupan Dewa semakin gila. Laki-laki itu memerangkap Nala dengan pelukan erat dari satu tangannya.

" Deeee..." Nala berusaha menyingkirkan kabut dari depan matanya. Gadis itu menangkupkan kedua tangan di pipi Dewa, menahan apapun yang hendak dilakukan laki-laki itu.

" De, berhenti..." Rintih Nala meskipun seluruh tubuhnya kini mendamba, menuntut akan sesuatu yang aneh, asing dan menyiksanya.

Tapi sepertinya sia-sia. Dewa sudah terlanjur jauh. Laki-laki itu tidak bisa mendengar apapun. Suatu sensasi mulai merangkak ke perut Nala, mengaduk-aduknya hingga pandangan Nala berkunang. Nala menahan apapun yang hendak keluar dari bibirnya dan memejamkan mata erat-erat demi mencegah dirinya terhanyut.

ENTWINED [COMPLETED]Where stories live. Discover now