18

1.3K 202 2
                                    

"Bell," (namakamu) mencegah pergelangan tangan Bella yang mau beranjak pergi dari tempat duduknya.

Bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu, akibat ia dan Bella telat mencatat, jadilah mereka berdua dikenai hukuman.

Yaitu; mencatat rangkap apa yang sudah guru sosiologi itu jelaskan, dan harus dikumpulkan hari ini.

Ah, jika seperti ini rasanya (namakamu) ingin cepat-cepat bertemu orang tuanya di Bandung.

Bella tidak menjawab, cewek itu menepis tangannya kasar, membereskan buku-bukunya dan memasukkan barang itu kedalam tas ransel.

Ia masih kesal dengan (namakamu) yang menjelek-jelekkan Bastian seperti waktu itu, ucapan (namakamu) sama sekali tidak terbukti.

Malah sekarang Bastian makin dekat dengannya.

"Bell, gue mau ngomong." ucap (namakamu) lagi, ia masih memperhatikan gerak-gerik Bella yang memunggunginya.

Setelah meresleting tas ranselnya, Bella buru-buru pergi menjauh dari (namakamu).

Tapi bukan (namakamu) namanya jika langsung menyerah, cewek itu ikut berlari mengejar Bella, persetan dengan mejanya yang masih berantakan, (namakamu) tidak perduli.

"Bell," panggilnya lagi, kali ini dengan suara yang agak keras, "sekali aja, gue butuh ngomong sama lo."

"Bella!"

"Apa?!" Bella berbalik dengan wajah merah padam, ia berusaha untuk tidak berteriak kepada (namakamu), "apa lagi yang mau lo omongin sama gue? gue gak boleh deket Bastian? Bastian gak baik buat gue? atau lo sekarang mau jadi penghancur hubungan gue sama dia? Iya?!"

Sejenak, (namakamu) tertegun akibat perkataan Bella, bagaimana bisa sahabatnya menyimpulkan cerita seperti itu?

Kepala (namakamu) menggeleng pelan, berusaha meraih tangan Bella, namun cewek itu beringsut menjauh.

"Gak usah deketin gue lagi (nam), kalo lo belum bisa nerima kalo Bastian pacar gue."

"Gue kesini bukan buat ngomongin soal itu." masih dengan nada pelan, (namakamu) bersuara.

Suasana lorong saat ini sepi, mungkin semua murid sudah pulang semua atau sedang menunggu jemputan didepan gerbang.

(Namakamu) dapat melihat ekspresi kemarahan di wajah Bella, "gue-"

"Gue buru-buru." Bella menyelanya dengan cepat, tanpa menunggu lama lagi cewek itu berbalik meninggalkan (namakamu) yang masih mematung ditempat.

Matanya melihat punggung Bella yang menjauh dengan tatapan sendu, ia ingin bicara dengan Bella kali ini saja.

Bukan masalah Bastian, tapi masalah kepergiannya dari Jakarta.

S e m e s t a

(Namakamu) mengernyit melihat motor Iqbaal yang sudah terparkir rapi di depan kosan tempat tinggalnya.

Cewek dengan seragam putih abu-abu itu mengernyit bingung, kenapa Iqbaal ada disana? Apakah cowok itu membolos lagi?

Tidak mau memikirkannya terlalu lama, (namakamu) berlari kecil mendekat kearah Iqbaal yang duduk bersandar ditembok, dengan kepala menunduk.

"Baal," (namakamu) memanggil, sambil sesikit menggoyangkan lengan Iqbaal pelan.

Cowok dengan balutan jaket hijau lumut itu tersentak kaget, dengan gerakan pelan ia mengucek matanya.

"Udah balik?" tanya Iqbaal yang menatap (namakamu).

(Namakamu) mengangguk pelan, cewek itu memutuskan untuk duduk didepan Iqbaal, menaruh tas ranselnya tepat disampingnya.

Sambil membuka tali sepatunya.

"Ngapain disini?"

"Gak apa-apa, lo udah makan?" lagi, Iqbaal bertanya, walau dalam keadaan bangun tidur, Iqbaal masih tetap saja tampan.

Rambut hitamnya yang acak-acakan membuat ketampanan Iqbaal meningat, entahlah, sampai kapan ia bisa melihat Iqbaal seperti ini.

"Belum." kata (namakamu) diiringi gelengan.

Senyum Iqbaal merekah mendapat balasan seperti itu, "Makan yuk, gue yang traktir." Sahut Iqbaal cepat.

(Namakamu) menatap Iqbaal dengan tatapan minta diyakinkan, "Seriusan dibayarin?"

"Iya, tapi di warung padang aja, ya?"

"Oke," (namakamu) bangkit dari duduknya, membuka pintu kosannya dengan cepat, dan menaruh asal tas beserta sepasang sepatunya.

Iqbaal yang melihat tingkah itu hanya terkekeh pelan, "Lo bisa pelan-pelan, gue gak bakalan ninggalin lo."

"Gue udah laper soalnya, he he he." jawab (namakamu) jujur, memperlihatkan jejeran gigi putihnya yang rapi.

"Yaudah, ayo." tanpa diduga, Iqbaal meraih tangan (namakamu), menggenggamnya lembut.

Membawa (namakamu) mendekati motornya.

S e m e s t a

Dilain tempat dengan suasana berbeda, Aldi menatap cewek didepannya dengan tatapan teduh.

Sudah lama sekali ia tidak makan bersama seperti ini, apalagi sampai bisa menghabiskan waktu lima jam lamanya.

"Gue seneng deh," Aldi bersuara, memecah keheningan yang ada antara dirinya dengan Salsha, "bisa makan berdua sama lo lagi."

Salsha mengidikkan bahu acuh, berusaha untuk terlihat tidak perduli dengan ucapan Aldi, "Dih apaan sih."

"Lo gak seneng?" nada ucapan Aldi berubah murung, hal itu cukup membuat Salsha tersentuh, bahkan jauh sebelumnya Salsha selalu menginginkan suasana seperti ini.

Akhirnya setelah satu menit ia diam, cewek itu mengeluarkan suara,"Dikit." kata Salsha singkat, padat dan jelas.

Bahu Aldi merosot, mendengar ucapan Salsha yang terdengar tidak perduli, cowok itu menyerigai saat mengingat sesuatu.

"Yah, padahal gue udah siapin lo cokelat kalo bilang seneng."ucap Aldi sambil mengeluarkan cokelat berukuran sedang.

Salsha memang sangat menyukai cokelat, jadi Aldi menggunakan cokelat untuk mendapat jawaban dari Salsha.

Bibir Salsha mengecurut kesal, cowok itu selalu tahu kelemahannya, "Is Aldi, gue seneng bisa makan berdua sama lo lagi," ada jeda "puas?"

Mendengar hal itu Aldi tersenyum puas, ia menyerahkan cokelat itu kepada Salsha, dan dengan cepat cewek itu mengambilnya. "Belum, lo gak kayak dulu."

"Emang dulu gue kenapa?" gerakan tangannya yang ingin membuka bungkus cokelat terhenti karena ucapan Aldi.

"Biasanya lo ngoceh mulu waktu kita makan, selalu cerita hal-hal yang gak penting sama gue, gue kangen masa itu Sha, kita bisa ulangin lagi gak?"

S e m e s t a

semesta | IdrМесто, где живут истории. Откройте их для себя