16

1.2K 202 5
                                    

"Aldi!" tepat pada saat itu, Iqbaal merutuki dirinya sendiri yang sudah ceroboh, ia memanggil nama Aldi ditempat seramai ini.

Cowok dipanggilnya pun menoleh kearah Iqbaal dengan kening berkerut, hal yang jarang sekali terjadi, Iqbaal memanggil namanya.

Dengan santai, Aldi yang semula ingin kekelas, berbalik arah mendekati Iqbaal yang berusaha kabur dari tempat ini sekarang juga.

Entah kenapa, tingkah Iqbaal membuat Aldi terkekeh geli sendiri melihatnya, "Lo kenapa dah?"

Aldi masih berusaha untuk mengganggap Iqbaal adalah teman terdekatnya, walau kenyataan sekarang tidak begitu.

Mengabaikan tatapan murid lain yang menatap keduanya heran, Iqbaal mulai mengangkat dagu angkuh.

Ia tidak boleh berlagak seperti orang bodoh saat ini, apalagi sampai mempermalukannya karena bertingkah seperti cewek yang ketemu gebetan.

"Guemaungomong." ucapan Iqbaal terlampau cepat membuat Aldi yang mendengarnya mengernyit bingung.

Tidak mengerti apa yang cowok itu katakan.

"Apaan?"

Iqbaal menghembuskan napas beratnya, jika saja (namakamu) tidak memaksanya untuk bersikap seperti ini, Iqbaal tidak akan pernah mau menyapa Aldi duluan.

"Gue mau ngomong." kali ini ucapannya terdengar sangat jelas, walau dalam nada ucapan Iqbaal terselip nada ketus yang tidak bisa disembunyikan.

Ini adalah tipe Iqbaal yang sebenarnya, gengsi.

Aldi terkekeh pelan, "Mau ngomong apa?" tanyanya pada Iqbaal yang masih enggan menatapnya.

"Gak disini," ucapan Iqbaal menggantung, "ikut gue."

Dan setelahnya Aldi mengekori Iqbaal dari belakang, tidak dapat dipungkiri rasa bahagia kini menyeruak dari dalam diri Aldi.

Berdoa dalam hati supaya perbincangan keduanya kali ini mampu membuat keadaan menjadi lebih baik.

"Pokoknya gue gak mau tau, lo harus baikan sama Aldi, gak capek apa musuhan terus, kasian nyokap lo Baal, dia pasti sedih ngeliat lo yang gak bisa nerima keadaan." sejak perjalanan pulang, (namakamu) malah lebih banyak mengoceh ketimbang tadi saat dicafe.

Itu cukup membuat Iqbaal yang semula menyetir dengan tenang, kini mengalihkan pandangan matanya kearah (namakamu) sekilas.

"Kenapa tiba-tiba ngomongin ini?" tanya Iqbaal bingung, tadi waktu dicafe Iqbaal merasa jika (namakamu) menjadi cewek yang pendiam.

Cewek itu juga tidak mau bercerita tentang masalahnya sendiri, tapi kenapa saat ini keadaannya berbanding balik?

Benar memang, mood cewek memang sangat labil.

"Gak tau, kepikiran aja gue," kata (namakamu) menyengir, "janji ya sama gue, sebelum gue balik ke Bandung, lo harus udah baikan sama Aldi."

"Gue gak bisa janji."

"Ish, lo mau ngeliat gue di Bandung tambah kurus karena mikirin lo sama Aldi yang masih berantem terus?"  (Namakamu) mengecurutkan bibirnya kesal, "lagian ya Baal, gak ada untungnya 'kan buat lo musuhin Aldi selama ini? Iya kalo lo langsung jadi tenar kayak Justin Bieber waktu lo berdua musuhan, ini mah enggak, nambah beban pikiran yang ada."

Ucapan (namakamu) membungkam Iqbaal, cowok itu tidak menyahut, malah pandangannya fokus kearah jalanan yang mulai lenggang.

Merasa jika ucapannya diabaikan, (namakamu) tersenyum menanggapinya, sebelah tangan cewek itu terangkat mengusap pundak Iqbaal pelan.

"Gak apa-apa kalo belum siap, masih ada waktu tiga minggu lagi kok."

Hal itu langsung membuat Iqbaal menoleh, "Lo mau balik ke Bandung?"

"Giliran yang beginian aja dia nyaut, iya, gue bakal balik ke Bandung tiga minggu lagi."

Dan yang Iqbaal tahu setelahnya, selama perjalanan lima belas menit keduanya tidak mengucapkan apapun.

Keduanya diselimuti keheningan.

Yang satu memikirkan bagaimana ia mampu meninggalkan Jakarta dengan hati gembira, sedangkan yang satunya lagi memikirkan bagaimana cara mencegah kepergian salah satunya.

S e m e s t a

"...jadi gitu, gue minta maaf." setelah ucapan panjang Iqbaal, akhirnya cowok itu mengakhirinya.

Selama Iqbaal menjelaskan cowok itu bahkan tidak berhenti sama sekali, membuat Aldi menerjap beberapa kali.

Lalu baru saja ia ingin membalas cerita panjang Iqbaal, namun tertahan karena ia melihat Iqbaal dengan cepat meraih botol minum didepannya.

Menegaknya sampai habis.

Aldi yang melihatnya melongo, tidak bisa dipercaya jika Iqbaal mampu melakukan hal sebodoh itu.

"Ahh, sekarang gue udah lega, ayo ngomong dong." kata Iqbaal kemudian, membuang botol mineral itu kesembarang arah.

Sebelah tangan Aldi terangkat, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, jujur saja ia bingung ingin menjawab apa.

Rasanya semua ini seperti mimpi. Aldi bahkan tidak pernah membayangkan bagaimana ia dengan Iqbaal berbaikan.

Setetelah kurang lebih satu tahun setengah mereka bermusuhan, tidak pernah menganggap salah satu dari mereka ada.

"Jadi lo udah ikhlasin bokap lo sama nyokap gue?" tanya Aldi menatap Iqbaal yang duduk didepannya.

Posisinya Aldi sedang berdiri berhadapan dengan Iqbaal yang dengan santai duduk di bangku kelas yang tidak terpakai.

"Sedikit, dikit aja, udah kayaknya."

"Lo udah percaya kalo cewek yang sama gue waktu itu sepupu gue?" lagi, Aldi bertanya. Bukannya apa, ia hanya ingin memastikan saja.

Iqbaal mengangguk, "Udah, toh gue udah ada (namakamu)."

"(Namakamu)?" kening Aldi mengernyit, ia merasa pernah mendengar nama itu.

"Cewek yang gue tinggal waktu itu dicafe, berakhir dengan gue yang didiemin selama satu minggu, dan ternyata dia maafin gue cuma karena gue bawa martabak." cerocos Iqbaal.

Satu hal yang Aldi tentang Iqbaal saat ini, ternyata Iqbaal adalah teman yang cukup baik, pendengar yang baik, dan cerewet.

Aldi tertawa melihat ekspresi yang Iqbaal tunjukkan, "Jadi," ia menggantungkan kalimatnya, "sekarang kita temen?"

Sebelah tangan Aldi terulur kepada Iqbaal yang sedang duduk, mulanya Iqbaal bingung, tapi tidak berlangsung lama, beberapa detik setelahnya Iqbaal menjabat tangan Aldi.

"Temen."

S e m e s t a

semesta | IdrWhere stories live. Discover now