1

4.6K 308 1
                                    


Tentang Kau dan Semesta [1]

***

Bugh!

"Berengsek!"

Gang sepi ini menjadi saksi antara Iqbaal dengan Aldi yang tengah berkelahi, gang yang letaknya jauh dari pemukiman, jauh dari lalu-lalang kendaraan, hanya disinilah yang aman tanpa adanya orang yang mengganggu bahkan mendengar perkelahinya.

Dengan wajah yang sudah memar, keduanya sama sekali belum puas jika belum melihat salah satu dari mereka itu kalah, Iqbaal terus melayangkan tinjuannya pada Aldi selaku mantan pacar Salsha.

Sedangkan Aldi masih sibuk menepis pukulan yang Iqbaal berikan, rasanya tulang di tubuhnya sudah remuk, mendapat beberapa pukulan di bagian tulang rusuknya.

"Salsha nangis! Dan itu karena lo!" Bentaknya pada Aldi yang sudah terkapar di tanah, tanpa memperdulikan suara ringisan dari Aldi, Iqbaal masih melayangkan tendangannya pada perut cowok itu.

"Ba-al, cukup." ringis Aldi sambil memegangi perut yang baru saja Iqbaal tendang, sebelah tangannya terangkat, mengisyaratkan Iqbaal untuk memberinya ruang untuk bernafas sejenak.

"Gak! Udah gue bilang, jangan sakitin Salsha! Tapi, apa yang lo buat? Lo bikin Salsha nangis!" dan sekali lagi Iqbaal melayangkan tendangannya, bibirnya menyunggingkan senyum sinis pada Aldi yang sudah tidak berdaya.

"Dia salah paham Baal!"


Aldi masih berusaha untuk menjelaskan jika Salsha salah paham dengannya, bahkan niatan untuk membuat Salsha menangis tidak pernah ada di dalam pikirannya, ia mencintai cewek itu, sangat.

Bugh

Dan Aldi melakukan perlawanan, dengan sisa tenaga yang ia punya, Aldi melayangkan tinjuannya, mulai merangkak bangkit dari ketidak berdayaannya. Menghujani Iqbaal dengan pukulan-pukulan brutalnya.

Hal itu membuat Iqbaal langsung terlempar kebelakang, punggungnya menyentuh tembok yang di selimuti lumut hijau itu dengan keras, suara ringisan keluar dari bibir Iqbaal, ketika rasa sesak itu memenuhi rongga dadanya.

"Dia salah paham! Gue sama sekali gak selingkuh dari Salsha!" itu adalah kalimat terakhir yang Iqbaal dengar, sebelum seluruh pandangannya mulai kabur, dan perlahan kegelapan menyelimutinya.

[K a u & S e m e s t a]

Sekitar pukul delapan malam, (namakamu) berjalan seorang diri menuju supermarket yang ada di dekat tempat kosannya, dan cewek itu harus menempuh jarak berkisar sepuluh meter.

Jika bukan karena cacing-cacing di perutnya sudah mulai berdemo, (namakamu) tidak akan sudi berjalan kaki sendirian seperti ini, mana jalanan sekarang sudah mulai sepi, membuat bulu kuduk (namakamu) meremang.

"Ck, kenapa juga si Mpok Rumi gak buka warungnya, udah tau kalo tanggal tua gini gue perlu stok mie yang banyak," gerutu (namakamu) menendang batu kerikil.

Melampiaskan kekesalannya pada Mpok Rumi, selaku penjaga warung yang terletak hanya beberapa meter dari kosannya. Biasanya warung itu tidak pernah tutup, namun sepertinya nasib sial tengah menimpanya.

Untuk beberapa hari kedepan ia harus berjalan kaki sejauh ini hanya untuk membeli mie, karena Mpok Rumi tidak akan membuka warungnya, ada saudaranya yang akan melangsungkan pernikahan, katanya waktu itu.

Kedua tangan (namakamu) terangkat, memeluk tubuhnya sendiri, malam ini sangat dingin, mungkin karena semalam turun hujan yang lebat.

"Argh,"

semesta | IdrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang